Friday, February 21, 2014



Konvensi Literasi

Pada pertemuan minggu lalu mr.lala bumela membahas lebih jauh tentang makna sebuah literasi dalam suatu bangsa. Literasi sangatlah penting dalam suatu bangsa,karena dalam sebuah literasi berkaitan erat dengan berbagai aspek seprti social,politik,ekonomi,psikologi,dan lainnya. Dari berbagai aspek tersebut akan menghasilkan suatu peradaban literasi .
Kita tahu bahwa minat membaca bangsa Indonesia itu sanagt rendah. Terbukti dari data yang di ambil dari United Nations Development Programme (UNDP) bahwa Indonesia menempati peringkat 96  sejajar dengan Bahrain, malta,dan suriname. Bahkan untuk kawasan Asia Tenggara hanya asa dua Negara di bawah peringkat Indonesia yaitu Kamboja dan Laos.
Australia adalah Negara yang menawarkan segala macan fasilitas, salah satunya adalah pendidikan. Di Australia sendiri pendidikan di mulai dari tingkat sekolah dasar hingga pendidikan tinggi di universitas. Terlepas dari apapun, kita akan menemukan pendidikan berkelas dunia disini. Mengapa demikian? Karena system pendidikan di Melboure dan Victoria terkenal di dunia, menciptakan dan menyediakan pendidikan yang luarbiasa denagn perdpektif multicultural kepada seluruh pelajar sangat  di utamakan disana . Sehingga tidak heran jika banyak orang Indonesia yang pergi kesana hanya untuk mendapatkan ilmu.
Rekayasa literasi tidak hanya membaca dan menulis saja. Buku tidak hanya berfungsi sebagai bahan untuk bacaan semata melainkan untuk di respon, dibaca ulan, di ttulis, dan di diskusikan.  Karakteristik teks(bacaan) Schank (1979), mengatakan bahwa konsep bacaan yang isinya menceritakan tentang kematian, bahaya, kekuasaan, kekerasan dan seksual disebut sebagai absolute interest, sebagai tema-tema yang selalu membagkitkan minat individu secara universal. Kintsch (1980) menyebutkan sebagai minat berkaitan dengan emosi. Ia membedakannya dari minat yang berkaitan dengan kognitif yang dibentuk dari isi bacaan yang lebih menggambarkan kejadian-kejadian yang membutuhkan struktur kognitif yang lebih kompleks untuk memahaminya ataupun ada unsur kejutannya.
karakteristik teks yang kemungkinan berkaitan dengan minat yang tinggi antara lain menurut Schraw dkk. (1995) adalah mudah dipahami, teks yang padat, ada penggambaran yang terkesan hidup, melibatkan pembacanya, menimbulkan berbagai reaksi emosi dan membutuhkan pengetahuan sebelumnya. Wade dkk. (1999), menambahkan unsur yang lain yaitu pemahaman, keberbaruan, ada nilai atau kepentingan untuk melakukan aktivitas membaca. Di penelitian lain menemukan bahwa penggunaan minat untuk membantu siswa mempelajari teks yang sifatnya ilmiah dan menemukan bacaan yang dibaca menambah pemahaman mereka, akan lebih mengembangkan minat yang sifatnya kognitif sehingga membantu pembelajaran mereka.
Scott (1996) mendefinisikan aliteracy sebagai ketiadaan kebiasaan membaca khususnya untuk para pembaca yang mempunyai kemampuan untuk membaca dengan baik akan tetapi memilih untuk tidak membaca. Mikulecky (1978) membedakan antara aliteracy dan illiteracy. Karakteristik aliteracy biasanya kurang terlibat atau tidak mempunyai motivasi intrinsik untuk membaca, padahal mereka mampu memahami bacaan dengan baik. Sedangkan illiteracy adalah individu yang benar-benar tidak mampu membaca. Decker (1986) ada tiga penyebab utama dari aliteracy diantara pada siswa yaitu (a) rendahnya perkembangan kosa kata dan pengajaran yang kurang memadai di sekolah; (b) meningkatnya kebiasaan menonton TV, dan (c) tes dan ujian sekolah yang memaksa guru memberikan bahan bacaan yang harus diajarkan dan disertai dengan latihan terus menerus sehingga menghilangkan kesenangan untuk membaca (dalam Nathanson, Pruslow & Levitt, 2008).
Kita sendiri tahu bahwa budaya literasi adalah suatu hal yang penting dalam perkembangan suatu bangsa terkusus pada mahasiswa itu untuk menunjukan bahwa mereka memiliki kemampuan intelektual yang baik. Dengan membaca para mahasiswa bias menambah wawasan, dengan menulis juga mahasiswa dapat berkarya dan menyampaikan wacana,dan dengan berbicara ,mahasiswa dapat kritis tanpa harus anarkis.
Literasi sendiri di bagi menjadi tiga bagian yaitu literasi visual,lisan,dan literasi cerakan. Literasi visual merupakan kemampuan dimana individu memiliki kemampuan mengenali penggunaan garis, bentuk, dan warna sehingga dapat menginterpretasikan tindakan, mengenali objek, dan memahami pesan lambang (Read dan Smith, 1982). Literasi visual berfokus pada penafsiran gambaran visual seseorang yang juga terkait dengan kemampuan membaca dan kemampuan menulis. Literasi visual memungkinkan anak yang baru masuk bangku sekolah untuk dapat menyusun gambaran visual sebuah cerita secara urut dan benar meskipun dia belum bisa membaca. Melalui literasi visual bahkan seorang anak kecil yang belum belajar berjalan akan dapat menyusun buku-buku pavorit ataupun bermacam alat bermainnya yang diserakkan orang dewasa yang ada di sekitarnya. Namun, tentu saja kemampuan literasi visual dikembangkan jauh di luar kemampuan awal di atas.
Ada empat kategori literasi visual menurut Lacy (1986) yaitu  Pemahaman dari gagasan utama, yaitu kemampuan untuk memahami suatu pesan visual, Persepsi hubungan bagian atau hubungan keseluruhan, yaitu kemampuan untuk mengidentifikasi detil yang menyokong makna keseluruhan, Pembedaan khayalan-kenyataan, yaitu kemampuan untuk menyimpulkan atau menduga hubungan antara simbol/lambang dan kenyataan, dan Pengenalan tentang media artistik, yaitu kemampuan mengidentifikasi perangkat unik dari media yang digunakan.
Literasi lisan adalah penganut perspektif orasi mengaggap bahwa kebutuhan yang paling utama dalam berkomunikasi adalah berbicara dan mendengarkan. Sementara itu, membaca-menulis dipandang sebagai keterampilan penting, tetapi bukan sebagai keterampilan primer yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan, para penganut perespektif literasi berpendapat sebaliknya.
            Literasi cetakan adalah Menurut Lilian Kazt (1988) menyebutkan bahwa ada 4 kategori belajar yaitu pengetahuan, keterampilan, disposisi, dan perasaan. Disposisi merupakan kebiasaan berpikir, sedangkan perasaan digambarkan sebagai tanggapan emosional peserta didik terhadap situasi belajar. Aktivitas disposisi dan perasaan erat kaitannya dengan teks tertulis. Setelah melewati pembelajaran dasar keterampilan membaca dan menulis, aktivitas cenderung ditinggalkan apalagi setelah lulus sekolah. Padahal individu menjadi terpelajar karena apa yang dibaca dan ditulis, bukan dari intruksi formal.
Proses literasi memiliki empat ciri universal, yaitu Penggunaan bahasa yang bagus (seperti pada sebuah syair); untuk mengklarifikasi pesan sehingga anak harus menggunakan kemampuan bahasanya, Tujuan tekstual; ada pesan komunikasi tertulis yang sesuai dengan tujuannya, Kesepakatan; makna dari pesan ditafsirkan anak sesuai dengan yang dimaksudkan, Resiko yang diambil; anak menerima tantangan baru dalam berbahasa. Jadi  proses literasi  mempengaruhi penguasaan literasi, maka guru harus menyediakan banyak pajanan bahasa, peristiwa, dan proses literasi agar bahasa anak berkembang.
Jadi kesimpulannya adalah ketika kita belajar dalam ruang lingkup literasi maka kita harus dapat menerapkan sikap disiplin ilmu, karena apa? Disiplin ilmu adalah pngetahuan yang kita alami dan merupakan keahlian utama dan sifatnya lebih spesifik bukan secara umum. Contoh disiplin ilmu dalam menulis adalah Disiplin ilmu memiliki banyak cabang cabang dalam menghubungkan nya misalnya, membaca,merespon,menganalisa,dan menarik kesimpulan.



0 comments:

Post a Comment