Tuesday, February 18, 2014


LAMBAT LAUNNYA LITERASI DI INDONESIA

Ada saatnya dimana negeri tercinta ini memasuki babak yang kaya literasi, pada dasarnya kemungkinan ini ada akan tetapi tidak mudah menerapkannya pada menjelang dewasa. Dikarenakan akan ada pertimbangan, kritis itu sebagaian yang ada dalam permasalahan tersebut. Kini marak silih berganti tidak memikirkan inti masalahnya, yang kemudian kita tau memberi solusi tidak aka nada hasilnya. Dalam mengajar writing terdapat basic orientation, yang mana untuk mengarah pada ranah menulis, dapat kita simpulkan pada point yang terdapat pada basic orientation sebagai berikut :
Ø  In academic à scientific writing,
Ø  Orientation   à critical thingking : you will not take a text for granted,
Ø  We are just student of writing, and
Ø  Each other attach.
Dapat diuraikan tentang basic orientation di atas. Dunia akademik tidak dapat dipisahkan dari dunia literasi, ada yang mengatakan bahwa menulis itu susah ada juga yang tidak mengalami kesulitan. Sebuah dunia menulis bukanlah aktivitas sendiri, pasti membutuhkan peran orang lain didalamnya. Berorientasi untuk mengembangkan suatu masalah yang terdapat critical thingking, Kritis terhadap segala informasi yang diterima sehingga tidak bereaksi secara emosional dan peduli terhadap lingkungan sekitar. Dan yang terakhir harus adanya saling keterkaitan satu dengan yang lain, kita menulis berarti energi terpaku pada jari selanjutnya energy juga terfokus pada satu titik. Karena kita pada saat menulis harus focus sesuai dengan cerita yang akan kita tulis, dan pak Lala mengatakan bahwa menulis itu terasa seperti dzikir, karena susah mengerjakan apabila di ganggu terkadang seseorang mempunyai hak menulisnya lebih banyak terinpirasi dalam keramaian atau sepi, itu  yang dapat kita pilih mana penyesuaian yang berinspirasinya.
            Sebuah tulisan dalam my very own perspective you are a multilingual writer, penulis yang efektif pada L1 dan L2, seseorang yang memberikan sebuah bacaan yang mengkritisi atau mengkritik, perubahan pada diri sendiri untuk student of bahasa dalam pelajar yang menulis. (Hyland 2004 : 4) Hyland said, menulis adalah praktek dengan suatu harapan yang mana penulis berlomba of interpreting dengan tujuan penulis yang harus ditingkatkan lagi, jika penulis mengalami masalah maka harus antisipasi pembaca lebih berharap para previous texts.
Sebuah kaitannya menulis memiliki 3 utama yaitu :
1.      Ways of knowing something,
2.      Ways of representing something, and
3.      Ways of reproducting something.
Lehtonen (2000:74) on Barthes, where language to Saussure was a system which it self defined its meaning, Barthes saw the role of the people who practiced linguistic activity as also being central in the formation of meaning. Bahwasannya seorang yang selalu praktek dalam bidang linguistic atau bidang lainnya terdapat the formation of meaning. Kalau kita lihat para diplomat bekerja melalui suatu pengalaman. Dalam mempresentasikan tentang menulis, menulis itu harus mengumpulkan suatu hal yang pendek agar tidak panjang lebar dan mengarah pada intisarinya. Dan yang terakhirnya menulis tergantung pada reproductingnya agar mendapat tempat yang sesuai dengan harapan kita, harusnya mengemas tulisan dalam bentuk yang menarik dan berbeda.
Jika kita lihat sama halnya background yang membuat menarik, belum tentu isinya sesuai dengan background tersebut. Yang saya rasakan sendiri ketika membeli buku jangan melihat sampulnya, kita bisa melihat dari synopsis bacaan. Dalam kaitannya 3 utama di atas menggambarkan bahwa berpengaruh terhadap menulis itu sendiri. Yang selanjutnya mempengaruhi karya menulis tersebut yaitu knowledge sebagaimana akan di jabarkan melalui pengalaman, itu yang akan membuat cerita long lasting. Seharusnya kita dapat merekam sebuah pengalaman, merekam dapat digunakan untuk bahan isi penulis dan bahwasannya menulis itu bukan hanya expression talk, expression idea. Mengungkapkan suatu cerita dari sebuah pengalaman yang ada, bisa kita gunakan juga dengan gagasan yang pernah dipaparkan dari orang lain maupun kita sendiri.
Menulis itu butuh dari hati karena curahan hati lebih mengena atau terasa tersentuh lebih dalam, adakalanya hati yang gundah, gelisah, dan senang tercurah semua. Seorang penulis dapat mengubah diri seseorang, karena ikut serta dalam cerita. Dan kita tau saat kini tren bahasa tidak lagi di Eropa, sekarang ini sedang bergelut di negara Asia. Bisnispun kini banyak bergelut pada negara asia, dalam tarik menarik kita harus pahami dengan sebaik mungkin. Akan tetapi negara kita ini sebagaian pendidikan bahasa, terlihat dari potret yang rendah reader and writer, pendidikan bahasa seharusnya memiliki roh dalam pendidikan literasi (karya sastra).
Sekarang ini, rugi jikalau tidak jadi orang  yang literat, literate people ? generasi literat mutlak dibutuhkan agar negara kita bisa bangkit dari keterpurukan bahkan bersaing dan hidup sejajar dengan negara lain. Lihat saat ini menulis makin kesini, semakin kompleks. Dengan ini kita harus mengkoniksasikan antara text, reader dan writer harus diperdalam, writer-reader bisa dihubungkan dengan inti meaning information, contohnya dapat dilihat pada chef yang mana dia hanya bekerja pada saat memasak saja. Dalam 3 utama menulis diatas itunbisa melalui, yaitu :
Influence -à Knowledge à Experience
Pengalaman itu akan long lasting. Kita juga harus mengkoneksasikannya.
Text ßà reader ß à Writer
            Dalam pendidikan bahasa, potret yang ada reader dan writer, pendidikan bahasa disini seharusnya memiliki roh dalam pendidikan literasi seperti karya sastra. Dalam pendidikan bahasa, Indonesia, Inggris, Jerman, Jepang, China, Korea, Prancis : pendidikan literasi à reader dan witer. Dalam memperdalam penulis dan pembaca yang terpenting atau termasuk dalam meaning information. Lehtonen berargumen bahwa penulis mempunyai aksen pada nucleus formation of meaning, and membaca membuat dengan penyesuain. Dalam teks dan penulis tidak pernah merasa eksis tetapi masalahnya pada produce one another. Untuk mengulas lebih dalam lagi kepada Lehtonen (2000), dan koneksi di antara texts, contexts, reader, writer, and meaning. Menurut saya jika  teks itu mengarah pada penulis sedangkan context mengarah pada writer. Keduanya saling keterkaitan hanya saja perbedaan itu yang membuat kurang efektif.
            Jadi kesimpulannya sehubungan dengan ini menjadi orang yang literat, orang yang mempunyai budaya literat yang tinggi dan tergantung pada paradigm literasi itu sendiri. Kita mengetahui bahwasannya terdapat basic orientation yaitu dalam akademik, orientasi yang mempunyai critical thingking, kita juga tidak belajar menulis saja dan yang terakhir saling keterkaitan satu sama lain. Dalam hal ini the connection teks, konteks, writer, reader dan meaning tersebut saling adanya keterkaitan satu sama lain.   









0 comments:

Post a Comment