Sunday, February 23, 2014

12:20 AM
1
Tulisan ini berdasarkan artikel “Clasroom discourse to foster religious harmony” sebagai critical review. Diambil dari buku bapak A. Chaedar Alwasilah yang berjudul pokoknya rekayasa literasi dan dapat juga ditemukan di blog the jakarta post. Dalam artikel ini A. Chaedar Alwasilah membicarakan mengenai suatu hubungan atau percakapan dalam ruangan kelas untuk membantu mengambangkan kerukunan umat beragama sebagai suatu wujud untuk menghindari adanya konflik sosial.
Munculnya berbagai masalah dalam lingkungan masyarakat sebagai indikasi adanya penyakit sosial. Penyebabnya bisa saja terjadi  karena kurangnya kepekaan dan rasa hormat terhadap orang lain dari kelompok yang berbeda. Dalam hal ini,  pendidikan menjadi sorotan utama dalam mempersiapkan generasi berikutnya untuk menjadikan warga negara yang baik dan mewujudka tujuan pendidikan sebagaimana yang terdapat dalam undang-undang.
Laporan apriliaswati (2010) menyimpulkan bahwa interaksi teman sebaya membantu perkembangan kelas yang positif dikalangan siswa. Tidak hanya penalaran ilmiah, tetapi juga kompetensi percakapan yang sopan untuk menciptakan warga negara yang beradab. Hal yang sama juga menurut Rubin (2009) bahwa konsep interaksi dengan teman sebaya adalah komponen penting dalam teori perkembangan sosial.
Oleh karena itu, perlunya menerapkan interaksi antar teman harus dilaksanakan sebagai salah satu rutinitas kegiatan pendidikan di kelas . Siswa harus diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan satu sama lain melalui tugas - tugas kelompok untuk berlatih mendengarkan penuh perhatian , berdebat hormat dan  untuk mempersiapkan mereka agar hidup sebagai anggota yang fungsional dari suatu masyarakat yang demokratis .
Pengembangan siswa melalui pendidikan diharapkan dapat menjaga hubungan baik antar sesama karena sangat penting untuk keberhasilan individu. Apalagi di indonesia merupakan negara multikultural yang mempunyai banyak keanekaragaman seperti etnis, agama, dan sosial yang pola pikirnya dibentuk oleh latar belakang yang berbeda. Ketidakmampuan seseorang dalam menjaga hubungan baik dengan sesama dapat memyebabkan konflik dalam masyarakat tertentu.
Telah banyak bukti mengenai berbagai konflik yang terjadi seperti konflik antar agama besar yang saling bermusuhan.  Sampai sekarang pun masih ada kelompok - kelompok tertentu yang mengatasnamakan agama melakukan tindakan radikalisme terhadap agama yang lain, penutupan rumah ibadah, sulit mendapatkan ijin pendidirian rumah ibadah dari kelompok agama yang lain, sikap curiga antar kelompok agama. Padahal bangsa Indonesia sejak lahirnya sudah memiliki peradaban dan budaya yang berbeda. Bahkan, tercantum juga dalam sembohyan negara kita tapi sepertinya tidak dihiraukan.
Di dalam undang-undang, Negara telah menjamin kebebasan beragama dan bahkan berusaha membantu pengembangan kehidupan beragama dalam rangka pembangunan. Masing-masing umat beragama memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk menjalankan dan mengembangkan kehidupan agama masing-masing
Dalam artikelnya, penulis mengatakan bahwa Pendidikan saat ini gagal untuk memberikan para siswa dengan kompetensi percakapan yang sopan. Hal itu bisa dilihat pada kejadian tahun 2010 ketika anggota parlemen saling bertukar kata-kata kasar dengan cara tidak sopan dalam sidang yang disiarkan langsung di seluruh negeri.
Semua permasalahan yang timbul akan kembali pada pendidkan siswa di sekolah yang memang sangat penting diberikan pengetahuan mengenai kehidupan. seperti bertoleransi, menghargai pendapat, menciptakan kehidupan yang penuh kasih sayang antar sesama manusia, berinteraksi dengan siswa lain dari agama yang berbeda, menjaga kerukunan, keharmonisan dan toleransi dalam kehidupan beragama.
Dalam kenyataanya, ketidakmampuan menjaga hubungan baik dengan sesama dapat menyebabkan konflik sosial dalam masyarakat. Seperti Konflik Maluku, Poso, ditambah sejumlah kasus terpisah di berbagai  tempat di mana umat beragama terlibat konflik secara langsung dengan umat beragama lainnya dipicu oleh perbedaan konsep di antara agama masing-masing. setiap pemeluk agama menyakini bahwa agama yang dianutnya adalah jalan hidup yang paling benar, sehingga dapat menimbulkan prasangka negatif atau sikap memandang rendah pemeluk agama lain.
Konflik mengenai agama tidak hanya terjadi pada masa kini saja melainkan pada sudah ada sejak dulu. Perang Salib antara umat Kristen Eropa dan Islam, pembantaian umat Islam di Granada oleh Ratu Isabella ketika mengusir Dinasti Islam terakhir di Spanyol, adalah konflik antara Islam dan Kristen yang terbesar sepanjang sejarah. Perjalanan konflik yang panjang sejak dulu hingga sekarang belum sepenuhnya berakhir karena sampai sekarang pun masih ada.
Seorang sosiolog asal jerman, Max Weber ( 1864-1920 ) pernah mengungkapkan bahwa agama cukup berjasa dalam melahirkan perubahan sosial yang paling spektakuler dalam sejarah peradaban manusia. Agama dianggap mampu memberikan dorongan terhadap masyarakat untuk melakukan perubahan. Namun, sosok Weber bukanlah sosok masa kini yang teorinya membawa perubahan sosial  dimasa kini yang memang sudah bebeda dengan masa lalu.
Umat beragama seringkali bersikap merasa benar sendiri sehingga tak ada ruang untuk melakukan dialog yang kritis dan bersikap toleran terhadap agama lain. Sikap ini juga yang menyebabkan keretakan hubungan dan konflik antar umat beragama. Manusia harus menerima keragaman budaya dan agama dengan memberikan toleransi kepada masing-masing komunitas dalam menjalankan ibadahnya sesuai kepercayaan masing - masing.
Jika sudah seperti ini, banyak harapan untuk menyelesaikan berbagai masalah tersebut. Salah satu harapan terbesar untuk menyelesaikannya yaitu melalui pendidikan. Namun, pendidikan yang seperti apakah yang perlu diterapkan agar dapat menyelesaikan berbagai masalah dalam lingkungan masyarakat multikultural ? terdapat berbagai macam pendidikan termasuk didalamnya yaitu pendidikan religi atau pengajaran agama.
Cara tradisional dengan pengajaran agama telah dikritik karena menekankan aspek teologis dan ritual. Kenyataan tersebut telah diperkuat oleh Kejadian beberapa waktu terakhir yang memberikan kesan akan mudahnya agama menjadi alat pemicu dalam menimbulkan ketegangan antar umat beragama. Seperti masih terdapat tembok pemisah yang menghalangi pergaulan yang akrab antar pemeluk agama yang berlainan. Tembok pemisah tersebut tidak lain adalah agama dan kepercayaan.
Al-Ghazali mengatakan bahwa agama itu pada hakikatnya untuk kepentingan manusia, bukan untuk kepentingan Tuhan, sebab Tuhan tidak memperoleh keuntungan dari penerimaan manusia terhadap agama. Sebaliknya tidak juga menderita kerugian karena penolakan manusia terhadap ajakan agama. Jadi, semua keuntungan kerugian dari penolakan terhadap agama justru kembali kepada diri manusia itu sendiri.
Selain melaui pengajaran agama, pendidikan formal di sekolah juga menjadi salah satu pertimbangan untuk membantu mendorong kerukunan beragama. Di sekolah terdiri dari siswa - siswi yang mungkin berasal dari status sosial, etnis, budaya dan agama yang berbeda-beda dan perbedaan tersebut membuat mereka harus bergaul dan bebaur dalam mendapatkan pendidikan sehingga mempengaruhi pribadi anak dan perkembangan sosialnya.
Dalam artikelnya, penulis berpendapat bahwa idealnya pendidikan harus ditegakkan dengan jalan sekolah dikelola oleh guru dan tenaga yang berbeda agama , etnis dan dari kelompok-kelompok sosial yang berbeda. Pendapat penulis tersebut dapat diperkuat dengan adanya salah satu sekolah swasta di  Medan merupakan sekolah yang bersifat umum dan siswa - siswanya yang campuran, dimana terdapat multi etnis dan berbeda-beda agama. Jadi dalam kegiatan dan proses belajar dan mengajar sehari-hari disekolah mereka saling bergaul, berbaur, dan berinteraksi satu dengan yang lainnya.
Pada sekolah negeri dan sekolah swasta umum non yayasan keagamaan, pada jam pelajaran agama siswa dipisah menurut agama yang berbeda-beda. Sudah lama praktek pendidikan agama di sekolah seperti ini belum ada yang memberikan perhatian secara serius bahwa pemisahan siswa pada jam pelajaran agama adalah sebuah pembiasaan dan penanaman kesadaran bahwa agama adalah sesuatu yang memisahkan (kebersamaan) manusia.
Adanya sekolah yang mempunyai siswa siswi yang berbeda agama, etnis dan budaya tidak sepenuhnya dapat menyelesaikan maslah.  Sebagai contoh jika siswa yang memulai pendidikan dilingkungan sekolah yang bersifat khusus ( sesuai dengan agama yang dianutnya ) mulai dari tingkat SD sampai dengan tingkat SMP kemudian setelah di tingkat SMU pindah kesekolah yang bersifat umum atau berbaur dengan siswa - siswi yang berbeda agama dan keyakinan, yang menjadi pertanyaan adalah bagimana berinteraksi dan bersosialisasi dengan merubah kebiasaan berbaur dan bergaul dengan yang agama dan keyakinan yang sama?.
Kenyataanya, masyarakat cenderung memilih sekolah yang sesuai dengan agama yang dianutnya ( khusus ) dan sekolah yang didominasi oleh satu agama tertentu supaya hubungan antara mereka dapat berlangsung lancar karena telah memahami pola interaksi dengan sesamanya. mereka berpikir dapat dengan mudah  berinteraksi dan bersosialisasi Di sekolah yang hanya didominasi satu agama             ( khusus ) karena mereka beranggapan bahwa mereka sama dan tidak ada perbedaan.
Pada dasarnya, dilihat dari kehidupan sehari-hari masyarakat akan lebih mudah jika memulai pendidikan yang bersifat umum kemudian berlanjut ke pendidikan yang bersifat khusus, Seperti masuk SD yang bersifat umum terlebih dahulu. Dalam pendidikan di SD, guru SD harus memeberikan kesempatan kepada siswa untuk mendorong pengalaman yang baik dilingkungannya. Termasuk juga berinteraksi dengan siswa lain dari agam yang berbeda dan dari kelompok sosial yang berbeda.
Pendidikan yang berifat umum di SD dimaksudkan untuk menciptakan suatu kehidupan yang menerima perbedaan, bisa hidup bersama secara harmonis, saling menghormati dan menghargai perbedaan  dalam kehidupan bermasyarakat di negara yang multikultural. Pendidikan di SD yang berawal sejak usia dini sangat baik karena pikiran anak – anak masih murni. Dalam kata lain, masih belum mengenal konflik pertentangan dan doktrin agama karena  pemikiran anak yang masih polos tidak semestinya dijejali doktrin agama.
Di dalam artikelnya, penulis juga menyatakan pendidikan liberal sebagai suatu cara yang bertujuan membebaskan siswa dari sikap rabun dan pemahaman yang sempit terhadap oarang lain. Pendidikan ini dianggap sebagai dasar untuk membentuk insan kamil. Namun. Pendidikan liberal terfokus pada mata pelajaran sebagai warisan tradisi ( klasik ) dan lebih mengembangkan aspek intelektual.
Terlalu fokus pada pengembangan aspek intelektual bisa mengabaikan nilai – nilai kemanusiaan. Serta spesialisasi yang berlebihan bisa mempersempit diri sedangkan tantangan hidup semakin global dan meluas. Pendidikan liberal iini belum sepenuhnya dapat membebaskan atau menghindarkan dari maslaah sosial. .
Dalam pendidikan liberal, akal manusialah yang dipandang paling urgen.  Telah dikatakan sebelumnya bawha pendidila liberal lebih mengutamakan intelektual atau akal seperti pendewaan terhadap scientific atau knowledge. setiap manusia memiliki kebebasan memilih dan bertindak sesuai dengan kehendaknya, orang lain tidak punya hak atas tindakan dan pilihannya. Oleh karena itu ideologi pendidikan liberal bernuansa kebebasan manusia secara individual.
Secara tidak langsung, pendidikan yang seperti ini akan memebedakan antara pendidikan Islam dan pendidikan umum, dikarenakan agama tidak dijadikan suatu bagian dari ilmu pengetahuan. Sehingga, pendidilan liberal ini, dapat memnimbulkan rasa tidak percaya dan mengurangi tingkat kepercayaan terhadap agama. pendidikan ini, belum mamapu menjadi dasar untuk mewujudkan insan kamil.
Selain pendidikan liberal, ada juga pendidikan umum yang sering kali dipertukarkan dengan pendidikan liberal karena fungsinya yang hampir sama. Fungsi keduanya yaitu menyiapkan individu sebagai pribadi yang utuh, bukan menyiapkan individu untuk tenaga vokasional. Namun, pendidikan umum lebih terfokus pada pengembangan pribadi dalam aspek yang lebih luas, tidak hanya meliputi intelektual saja melainkan semua aspek.
Sistem pendidikan indonesia didasarkan atas pancasila sebagai falsafah bangsa merupakan sumber sekaligus cita-cita ideal bangsa. Pasal 31 ayat 3 yang mengatakan “ pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional ayng meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang – undang”. Dari pasal ini dapat diketahui bahwa pendidikan nasional memiliki dimensi pendidikan multikultural.
Pendidikan multikultural diposisikan sebagai solusi. Pendidikan ini diperkenalkan dengan tujuan unutk meredam konflik sekaligus mendatangkan kebaikan dari keragaman budaya. Pendidikan multikultural diarahkan untuk meredam konflik sosial dengan cara mengembangkan sikap saling menghargai perbedaan agama. Pendidikan multikultural diharapkan dapat menciptakan struktur dan kultur yang setaip kelompok budaya bisa melakukan expresi budayanya secara nyaman dan harmonis.
Dalam pendidikan multikultural, Masyarakat mempunyai peranan penting dalam perkembangan intelektual dan kepribadian individu peserta didik. Sebab, masyarakat merupakan tempat yang penuh alternatif dalam upaya memperkaya pelaksanaan proses pendidikan berbasis multikultural.
Untuk itu, setiap anggota masyarakat memiliki peranan dan tanggung jawab  moral terhadap terlaksananya proses pendidikan multikultural. Hal ini disebabkan adanya hubungan timbal balik antara masyarakat dan pendidikan. Dalam upaya memberdayakan masyarakat dalam dunia pendidikan merupakan satu hal yang penting untuk kemajuan pendidikan di masa kini dan di masa yang akan datang.
Selain anggota masyarakat, peran interaksi sosial antar teman di sekolah juga sangat berpengaruh. Mengingat anak sekolah sebagai generasi bangsa yang selanjutnya, sehingga diperlukanya interaksi yang baik. sebagaimana telah banyak disebutkan bahwa pendidikan identik dengan sekolah. Melalui lembaga pendidikan inilah diharapkan terciptanya interaksi yang baik khususnya antara anak – anak yang berbeda agama, etnis tau budaya. Tujuannya agar mereka terbiasa berkomunikasi walaupun terdapat perbedaan tersebut.
Seperti dikatakan Darmodjo (1992) anak usia sekolah dasar adalah anak yang sedang mengalami perrtumbuhan baik pertumbuhan intelektual, emosional maupun pertumbuhan badaniyah, di mana kecepatan pertumbuhan anak pada masing-masing aspek tersebut tidak sama, sehingga terjadi berbagai variasi tingkat pertumbuhan dari ketiga aspek tersebut. Ini suatu faktor yang menimbulkan adanya perbedaan individual pada anak-anak sekolah dasar walaupun mereka dalam usia yang sama.
Pendidikan yang dibutuhkan dalam masyarakat multikultur mengenai  pendidikan agama senantiasa menghadirkan kehidupan yang penuh keragaman, baik latar belakang manusia maupun keragaman. Di sekolah yang melakukan pemisahan siswa beda agama pada jam pelajaran agama perlu ada antisipasi agar pemisahan tidak berpengaruh buruk pada rasa aman dan nyaman dengan penganut agama yang berbeda. Hilangnya rasa aman dan nyaman akan merusak saling percaya antar anggota masyarakat yang mana saling percaya ini merupakan modal sosial yang dibutuhkan dalam kehidupan bersama yang adil dan beradab.
Fungsi pendidikan dalam perubahan sosial dalam rangka meningkatkan kemampuan analisis kritis berperan untuk menanamkan keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai baru tentang cara berpikir manusia. Cara-cara berpikir dan sikap-sikap tersebut akan melepaskan diri dari ketergantungan dan kebiasaan berlindung pada orang lain termasuk mengatasi adanya perbedaan.

Setelah membahas berbagai hal diatas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa telah banyak konflik – konflik yang terjadi karena beberapa hal yang umumnya beratasnamakan perbedaan. Seperti perbedaan etnis, budaya, agama, sosial, dan lain- lain. Perbedaan tersebut tidak dapat dihindarkan karena memang  kita berdiam di negara yang multikultiral. Perbedaan seharusnya tidak dijadikan alasan untuk tidak bersatu dalam kebersamaan.
Indonesia ini merupakan negara demokrasi yang punya hukum. Segala hal yang menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara telah diatur dalam undang – undang. Baik itu mengenai bahasa, agama, budaya, pendidikan, dan sebagainya. Dari semua hal itu, tidak lain adalah untuk menciptakan kehidupan yang tentram dan harmonis serta menghindari adanya konflik antar sesama.
Adapun langkah-langkah yang harus diambil dalam memantapkan kerukunan hidup umat beragama, diarahkan kepada 4 (empat) strategi yang mendasar yakni:
a.         Para pembina formal termasuk aparatur pemerintah dan para pembina non formal yakni tokoh agama dan tokoh masyarakat merupakan komponen penting dalam pembinaan kerukunan antar umat beragama.
b.        Masyarakat umat beragama di Indonesia yang sangat heterogen perlu ditingkatkan sikap mental dan pemahaman terhadap ajaran agama serta tingkat kedewasaan berfikir agar tidak menjurus pada kekerasan.
c.         Peraturan pelaksanaan yang mengatur kerukunan hidup umat beragama perlu dijabarkan dan disosialisasikan agar bisa dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat, dengan demikian diharapkan tidak terjadi kesalahpahaman dalam penerapan baik oleh aparat maupun oleh masyarakat, akibat adanya kurang informasi atau saling pengertian diantara sesama umat beragama.
d.        Perlu adanya pemantapan fungsi terhadap wadah-wadah musyawarah antar umat beragama untuk menjembatani kerukunan antar umat beragama.
Adanya berbagai fakta tentang para birokrat yang saling bertukar kata- kata kasar, korupsi ataupun melakukan tindakan tecela lainnya, itu sepenuhnya tidak bisa menyalahan pendidikan. Tidak setiap orang yang mempunyai pendidikan tinggi memiliki sifat toleran yang baik. itu semua tergantung pada diri mereka bagaimana mengimplementasikan pendidikan dalam kehidupan bermasyarakat. Pentingnya  pendidikan tersebut agar diterapkan dalam kehidupan yang nyata baik pendidikan dalam agama ataupun pendidikan umum lainnya.
Pendidikan multikultural menjadi sistem pendidikan di indonesia seharusnya menjadi tanggung jawab kita bersama, tidak hanya di lingkungan sekolah tapi juga dirumah dan lingkungan sosial dengan menanamkan dalam  pikiran siswa dan anak-anak didik, bahwa perbedaan merupakan suatu keharusan yang harus dijalani dan tidak dapat dihindarkan, semua sudah ada yang mengatur, maka, tidak selayaknya lari dari tanggungjawab ataupun menentangnya. Perlunya antar sesama masyarakat menciptakan dan mengembangkan pendidikan multikultural dan toleransi dalam suatu wadah yang disebut pendidikan.


Referensi
_Alwasilah, A. Chaedar. 2012. Pokoknya Rekayasa Literasi. Bandung : kiblat bumi utama dan upi press
­_Risdianto, Hery. 2008. Kerukunan umat beragama. Program sarjana. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
_kemenag.go.id
_http://gadogadozaman.blogspot.com/2012/pendidikan-dan-konflik-sosial-di.html




1 comments:

  1. centrail claims-kamu teh apa atuh jadinya? generic structurenya ko ga sesuai silabus?

    ReplyDelete