Saturday, February 22, 2014

Istiqomah
PBI-B/4
Critical Review
Bukan Masyarakat Toleransi


Masyarakat merupakan bagian dari suatu negara. Di Indonesia dihuni oleh beragam masyarakat yang kompleks karena bentuk negara yang kepulauan. Oleh karena itu, negara Indonesia dihuni oleh masyarakat yang multikultural. Di lain pihak, Indonesia yang notabene adalah negara kepulauan menjadi tempat yang strategis. Sejarah mengatakan, kestrategisan Indonesia menyebabkan banyak  pedagang dari berbagai belahan dunia singgah di Indonesia. Pedagang-pedagang tersebut pula yang mulai menyebarkan agama di Indonesia dan hingga saat ini telah diakui enam agama di Indonesia.
Masing – masing agama memiliki umat dan penganutnya masing – masing. Perbedaan itu dipersatukan dengan Pancasila, khususnya sila ketiga “Persatuan Indonesia”. Akan tetapi, tidak semuanya dapat berjalan mulus, seringkali terjadi konflik di antara umat beragama. Tentunya semua itu alamiah dan wajar, tinggal bagaimana manusia menyikapi situasi dan kondisi yang dapat menimbulkan konflik – konflik tertentu. Menanggapi realita tersebut, ada beberapa upaya nyata yang akan dikupas dalam tulisan ini, yakni meliputi konektifitas antara pendidikan dan toleransi antara umat beragama. Serta ditambah dengan fakta-fakta berdasarkan hasil wawancara.
Sampai saat ini, agama dapat memberi sumbangsih positif bagi masyarakat dan negara dengan memupuk persaudaraan dan semangat kerjasama antara anggota masyarakat. Tapi, disisi lain agama juga dapat sebagai pemicu konflik antara masyarakat beragama. Ini adalah sisi negatif dari pendidikan beragama dalam mempengaruhi masyarakat, dan hal ini telah banyak terjadi di Indonesia. Seperti halnya yang Prof. Chaedar katakan dalam buku yang berjudul Pokoknya Rekayasa Literasi pada halaman 218 yaitu di Pontianak marak sekali terjadi bentrokan antar beragama. Kenapa terjadi demikian? Mungkin sistem pendidikan beraga disana sangatlah rancu.
Sebenarnya, saya kurang setuju dengan perkataan Prof. Chaedar dalam bukunya yang berjudul Pokoknya Rekayasa Literasi, beliau berkata bahwa masing-masing sekolah harus memiliki tempat peribadatan semua agama. Menurut saya, melihat keadaan ekonomi di Indonesia, itu sangat tidak mungkin di laksanakan. Karena seperti kita ketahui, untuk membuat laboratorium bahasa untuk sekolah saja sudah cukup susah dipenuhi. Apalagi membuat tempat peribadatan semua agama. Kemudian jika kita membuat tempat peribadatan semua agama di sekolah, siswa akan merasa ada batasan antara sesama siswa. Serta timbullah rasa ketidaknyamanan.
Bagaimana cara mengubah sistem pendidikan sekarang ini yang kadang sangat jauh dari kata rata-rata. Bayangkan saja ketika kita membayar mahal untuk dana  pendidikan keluarga kita, tapi kita tidak mendapatkan perbuahan yang nyata pada pendidikan bangsa ini. Apa karena sistem kinerja tenaga pendidiknya yang rancu atau karena siswanya yang tidak sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu? Menurut pendapat saya, pendidikan toleransi antara umat beragama tidak seharusnya hanya di serahkan secara penuh kepada pihak sekolah atau tenaga pendidik. Seharusnya orangtua pun memiliki andil yang cukup besar dalam mendidik putra/putri mereka dalam toleransi antara umat beragama. Kemudian sisanya pihak sekolah sebagai tenaga pendidik yang berhak dalam membimbing siswa agar menghormati antara umat beragama.
Sebaiknya, pada sekolah tingkat dasar dikurangi mata pelajarannya, contohnya matematika, karena seperti kita ketahui anak yang putus sekolah di tingkat dasar, pelajaran matematika kurang berguna sebaiknya diganti dengan mata pelajaran berhitung. Karena pada kenyataannya untuk anak yang putus sekolah tidak menggunakan sistem matematika seperti negatif, posiif, pangkat dan derajat. Sebaliknya yang butuhkan anak untuk sebagai bekal mereka kelak adalah penghitungan, pengurangan dan pembagian. dan juga sebaiknya diperpanjang waktu jam pelajaran budi pekerti.
Seperti kita ketahui mata pelajaran budi pekerti sangat membantu siswa dalam pembentukan karakter mereka kelak. Seperti halnya dalam mata pelajaran budi pekrti, kita diajarkan untuk menghormati orang lain baik itu dalam satu etnis/agama juga menghormati orang lain yang berbeda agama. Dalam mata pelajaran budi pekerti, kita pun diajarkan untuk membuka diri seperti berani untuk mengemukakan pendapat dan berani untuk mengomentari sesuatu. Dan pihak sekolahpun wajib memberikan fasilitas guna menunjang pembelajaran yang berkualitas. Seperti fasilitas diskusi untuk siswa dan lain-lain.
Diskusi secara umum adalah suatu ajang untuk yang membentuk kepribadian siswa guna menjadi manusia yang berliterasi. Dalam ajang diskusi ini, siswa diajarkan untuk mendengarkan perkataan orang lain serta menghormati pendapat orang lain. Suatu ajang yang bagus seperti ini, alangkah baiknya di laksanakan secara rutin seperti agenda mingguan atau bulanan guna membentuk kepribadian siswa secara utuh dan berkualitas.
Banyak sekali kejadian orang tua yang hanya membiarkan anaknya diurus oleh pengasuhnya, sedangkan anak tersebut sangat membutuhkan motivasi dari kedua orangtuanya. Inilah yang menyebabkan anak lebih memilih untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan seperti tawuran pelajar, pengeroyokan dan lain-lain. Jadi, jika dilihat dari sudut pandang kejadian tersebut, maka pihak sekolah harus berinisiatif membuat acara mingguan guna menjalin tali silaturahmi antara sesama umat beragama. Contohnya seperti acara keputrian (untuk para wanita), acara keputrian bukan hanya membahas mengenai sudut  pandang perempuan. Tapi, keputrian juga dapat menjadi lahan untuk membimbing siswa guna menghargai sebagai sesama umat beragama.
Pada hakikatnya pembelajaran yang efektif adalah proses belajar mengajar yang bukan saja terfokus kepada hasil yang dicapai peserta didik, namun bagaimana proses pembelajaran yang efektif mampu memberikan pemahaman yang baik, kecerdasan, ketekunan, kesempatan dan mutu serta dapat memberikan perubahan prilaku dan mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka.
Guru memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kualitas pembelajaran yang dilaksanakan di kelas dan atau di ruang praktek/laboratorium. Sehubungan dengan tugas ini, guru hendaknya selalu memikirkan tentang bagaimana upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran tersebut, diantaranya dengan membuat perencanaan pembelajaran dengan seksama dan menyiapkan sejumlah perangkat pembelajaran yang tepat.
Banyak sekali contoh daerah di Indonesia yang memiliki konfik atau toleransi antara umat beragama. Seperti halnya pulau Kalimantan. Mungkin sering sekali kita menganggap bahwa pulau Kalimantan yang diplopori oleh suku dayak yang kuat marak sekali terjadi konflik antara umat beragama. Tapi lain halnya jika kita terjun langsung menuju pulau Kalimantan Barat  khususnya daerah Ngabang. Disana kita dapat melihat kerukunan antar etnis dan agama. Dan itu jauh sekali dari kata “konflik.” Seperti narasumber yang telah saya wawancarai Billy (27), kerukunan yang terjalin di Kalimantan antar etnis dan agama itu disebabkan karena tersusunnya sistem pembekalan sejak dini oleh orang tua, tokoh masyarakat, dan guru. Sehingga terjalinlah suatu kerukunan antar etnis dan agama. Oleh sebab itu, sangat besarnya pengaruh sistem pembekalan pendidikan antara umat beragama dan sangatlah penting bagi pembangunan bangsa kita.
Kejadian tersebut dapat dilihat dari suatu kasus. Contohnya, ketika bupati Ngabang Kalimantan Barat, Adrianus yang beragama Kristen katolik, dalam satu hari dibulan suci ramadhan pasti mengadakan acara buka puasa bersama untuk seluruh warga muslim yang ada disekitar itu, dan beliaupun tidak segan-segan menyumbangkan uangnya untuk disumbangkan di masjid terdekat. Itu adalah salah satu contoh positif dalam membangun bangsa melalui kerukunan antar beragama. Dan kerukunan antar beragama akan tumbuh jika kita memberikan pembekalan kepada anak-anak didik kita.
Apa yang dikemukakan tokoh masyarakat tersebut, sesungguhnya dapat diimplementasi di tengah masyarakat yang kerap terancam dalam suasana konflik. Di tanah air masih ada beberapa daerah yang “dihantui” konflik horizontal antar etnis seperti di Kalbar (Dayak versus Madura, Madura berhadapan dengan etnis Melayu, di Sambas). Di Sampit, Kalteng, Madura bertikai dengan Dayak.Bahkan di kota besar pun, kadang muncul sikap anti etnis tertentu yang disebabkan adanya ketimpangan ekonomi. Di Jakarta, ketika ada kerusuhan, bisanya etnis Tionghoa sebagai jadi korban.
Jadi, guna menghindari konflik sosial, kelompok suku bangsa harus menyadari pluralitas suku bangsa dan budaya yang ada. Di sisi lain, untuk mempertahankan kebudayaan agar tetap hidup, perlu kreatifitas antar masyarakat yang berbeda budaya. Karena itu diperlukan kerjasama antar suku bangsa. Tanpa kebersamaan semuanya tidak akan berjalan sesuai harapan. Cara menciptakan kebersamaan, kelompok-kelompok suku bangsa harus membangun rasa saling percaya satu dengan lainnya untuk membangun hal itu. “Kepercayaan untuk bekerjasama merupakan modal sosial yang penting, artinya dalam proses pembangunan masyarakat, bangsa dan negara disamping modal fisik seperti uang dan sumber daya alam,” Dikatakan, negara-negara yang miskin sumber daya alam, tetapi memiliki sumber daya manusia yang dapat bekerja satu sama lain atas dasar saling percaya dapat tumbuh menjadi negara maju. Dengan bekerjasama, akumulasi pengetahuan dan modal dapat terus ditingkatkan demi kepentingan bersama.

Cara lain yang bisa ditempuh untuk meredam konflik sosial selain kebersamaan itu adalah perlunya menumbuh kembangkan kesadaran bahwa masing-masing dari mereka memiliki perbedaan dalam setiap struktural kehidupan bermasyarakat. Baik itu dari segi ekonomi, politik hukum dan sebagainya.
Perbedaan itu perlu dikenali dan dipahami dengan baik agar dalam interaksi sosial terbangun saling pengertian dan tenggang rasa. Dengan kata lain jika masing-masing kelompok masyarakat atau kelompok suku bangsa memahami perbedaan yang ada diantara mereka, maka masing-masing daripadanya akan mengerem atau tidak melakukan hal-hal yang dianggap tidak patut oleh masing-masing kelompok.
Seperti kita ketahui, semua agama di dunia ini pasti mengajarkan tentang toleransi antara umat beragama. Karena perbedaan itu akan indah jika kita sama-sama saling menghormati satu sama lainnya. Bukan halnya dengan menjatuhkan salah satu kelompok. Mungkin dalam kenyataannya di negri kita ini marak sekali terjadi bentrokan antara umat beragama. Setiap masing-masing anggota sebuah kelompok atau etnis pasti ingin menunjukkan kepada kelompok lain bahwa kelompoknyalah yang paling unggul dan memiliki banyak kelebihan. Tapi, seandainya jika kita ingin membuktikan kepada masyarakat bahwa kelompok kita itu berbeda. Maka dari itu bersikaplah dengan baik dan hormatilah sesama umat beragama. Agar rasa toleransi dapat terjalin dengan sendirinya. Oleh sebab itu, tularkanlah jiwa bertoleransi antara sesama umat beragama kepada anak-anak didik kita.
Konflik merupakan suatu akibat dari proses integrasi dalam masyarakat yang tidak tuntas atau tidak terselesaikan. Proses yang tidak tuntas yang dimaksud disini merupakan suatu gejala penyakit sosial yang dapat merusak persatuan dan kesatuan masyarakat. Jika hal ini berlangsung dengan intensitas yang tinggi dalam suatu negara, maka negara tersebut dapat hancur berkeping – keeping.
Konflik juga dapat dipahami sebagai proses yang alamiah dalam rangka membuat proyek rekonstruksi sosial. Dalam konteks ini, dapat dipandang bahwa konflik merupakan sebuah strategi untuk menghilangkan unsur – unsur disintegrasi di dalam masyarakat yang tidak terintegrasi secara sempurna.
Menjadi toleran adalah membiarkan atau membolehkan orang lain menjadi diri mereka sendiri, menghargai orang lain, dengan menghargai asal-usul dan latar belakang mereka. Toleransi mengundang dialog untuk mengkomunikasikan adanya saling pengakuan. Hakikat toleransi pada intinya adalah usaha kebaikan, khususnya pada kemajemukan agama yang memiliki tujuan luhur yaitu tercapainya kerukunan, baik intern agama maupun antar agama.
Mengakui eksistensi suatu agama bukanlah berarti mengakui kebenaran ajaran agama tersebut. Kaisar Heraklius dari Bizantium dan al-Mukaukis penguasa Kristen Koptik dari Mesir mengakui kerasulan Nabi Muhammad saw, namun pengakuan itu tidak lantas menjadikan mereka muslim.
Sebenarnya, keaneka ragaman suku, budaya, dan agama di negara ini diyakini memiliki kekhasan fungsional religious, sehingga beraneka ragamnya agama menimbulkan ketidak monotonan bangsa kita. Seperti yang telah kita ketahui, perbedaan itu suatu anugrah bagi bangsa kita ini. Inilah kekayaan tersendiri yang mungkin jarang dijumpai di negara-negara lain. Bagi mereka yang pandai menyatukan dua kubu (kepercayaa) inilah yang patut untuk diteladani bagi kita semua.
Solusi untuk menjaga toleransi antara umat beragama adalah dengan adanya diskusi terbuka antara pemeluk agama. Seperti halnya yang pernah dilakukan oleh kampus kami IAIN SYEKH NURJATI CIREBON, pernah mengadakan diskusi terbuka antara umat beragama. Itu adalah salah satu contoh untuk menjaga toleransi umat beragama. Mungkin pada saat kita SD sering mendapatkan pembekalan mengenai toleransi antara umat beragama. Tapi menurut saya itu saja tidak cukup untuk menunjang kebutuhan psikologi siswa yang sedang waktunya berkembang dan mencari jati diri. Kesalahan dalam pemberian pembekalan tentang toleransi umat beragama akan mengakibatkan semakin banyaknya masyarakat radikal, dan membela kepentingan pribadi yang mengatasnamakan suatu agama tertentu.
Sebab-sebab terjadinya konflik antara umat beragama adalah sebagai berikut :
  1. Perbedaan yang ada salah dipahami dan salah disikapi, dan tidak dilihat dan ditanggapi secara positif serta tidak dikelola dengan baik dalam konteks kemajemukan.
  2. Fanatisme yang salah. Penganut agama tertentu menganggap hanya agamanyalah yang paling benar, mau “menang sendiri”, tidak mau menghargai, mengakui  dan menerima keberadaan serta kebenaran agama dan umat beragama yang lain.
  3. Umat beragama yang fanatik (secara negatif) dan yang terlibat dalam konflik ataupun yang menciptakan konflik adalah orang-orang yang pada dasarnya :
a.       kurang memahami makna dan fungsi agama pada umumnya;
b.      kurang memahami dan menghidupi agamanya secara lengkap, benar, mendalam;
c.       kurang matang imannya dan takwanya;
d.      kurang memahami dan menghargai agama lain serta umat beragama lain;
e.       kurang memahami dan menghargai hakekat dan martabat manusia;
f.       kurang memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang universal, terutama hati nurani dan cinta kasih;
g.      kurang memahami dan menghidupi wawasan kebangsaan dan kemasyarakatan yang khas Indonesia, yakni kerukunan, toleransi dan persatuan dalam kemajemukan, baik pada tingkat nasional maupun lokal.
Oleh sebab itu permasalahan yang timbul, ataupun yang dikhawatirkan akan timbul, dapat diatasi atau dicegah dengan upaya peningkatan pemahaman dan implementasi yang memadai dari kekurangan-kekurangan tersebut, terutama peningkatan kwalitas iman dan takwa, hati nurani dan cinta kasih. Hal ini dapat dilaksanakan dengan:
1.      Mengembangkan Dialog atau komunikasi timbal balik, yang dilandaskan pada kesadaran
2.      Mengevaluasi dan memperbaiki sistem dan bobot pendidikan dan pembinaan, baik     yang khas keagamaan maupun yang bukan khas atau yang bersifat umum, untuk menambah pengetahuan, mematangkan iman, meningkatkan moral dan spiritual, memantapkan kepribadian;
3.       Mencermati, mengevaluasi dan membaharui doktrin dan praktek-praktek keagamaan yang terlalu atau bahkan hanya formal dan ritualistik belaka agar lebih fungsional atau berdaya-guna secara tepat dan efektif bagi pemantapan kwalitas diri dan kehidupan penganutnya pada khususnya maupun masyarakat pada umumnya.
4.      Mengembangkan hidup bersama, kegiatan bersama dan kerjasama secara proporsional yg dilandaskan pada kesadaran akan kebutuhan dan ketergantungan satu sama lain sebagai konsekwensi hidup bersama serta kesamaan martabat dan hak sebagai manusia.
Persamaan Membangun Kerukunan Antar Umat Beragama. Tidak tidak bisa dibantah bahwa, pada akhir-akhir ini, ketidakerukunan antara umat beragama (yang terpicu karena bangkitnya fanatisme keagamaan) menghasilkan berbagai ketidakharmonisan di tengah-tengah hidup dan kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Oleh sebab itu, perlu orang-orang yang menunjukkan diri sebagai manusia beriman (dan beragama) dengan taat, namun berwawasan terbuka, toleran, rukun dengan mereka yang berbeda agama. Disinilah letak salah satu peran umat beragama dalam rangka hubungan antar umat beragama, yaitu mampu beriman dengan setia dan sungguh-sungguh, sekaligus tidak menunjukkan fanatik agama dan fanatisme keagamaan.
Perbedaan konsepsi diantara agama-agama yang ada adalah sebuah realitas, yang tidak dapat dipungkiri oleh siapapun. Perbedaan atau benturan konsepsi itu terjadi pada hampir semua aspek agama. Baik dibidang konsepsi tentang tuhan maupun konsepsi pengaturan kehidupan. Hal ini dalam prakteknya, cukup sering memicu konflik fisik antara umat beragama.
Di samping itu, hal-hal lain seperti pembangunan tempat ibadah, ikon-ikon atau lambang keagamaan, cara dan suasana penyembahan atau ibadah, termasuk di dalamnya perayaan keagamaan, seringkali menjadi faktor ketidaknyamanan pada hubungan antar umat beragama. Jika semua bentuk pembedaan serta ketidaknyamanan itu dipelihara dan dibiarkan oleh masing-masing tokoh dan umat beragama, maka akan merusak hubungan antar manusia, kemudian merasuk ke berbagai aspek hidup dan kehidupan. Misalnya, masyarakat mudah terjerumus ke dalam pertikaian berdasarkan agama (di samping perbedaan suku, ras dan golongan). Untuk mencegah semuanya itu, salah satu langkah yang penting dan harus terjadi adalah kerukunan umat beragama. Suatu bentuk kegiatan yang harus dilakukan oleh semua pemimpin dan umat beragama.
Sejak Negera Kesatuan Republik Indonesia didirikan, para pendirinya kiranya telah menyadari kemajemukan bangsa kita ini serta ancaman terhadap kerukunan dan persatuan di satu sisi maupun potensi untuk membangun kehidupan bersama, berbangsa dan bernegara, bermasyarakat dan beragama, dengan rukun dan damai dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, dari lain sisi. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan dan penderian Negara Kesatuan Republik Indonesia, para pencetus Sumpah Pemuda telah menyadari ciri kemajukan bangsa kita dan kebutuhan akan persatuan dan perdamaian. Karena itu untuk mencegah perselisihan dan perpecahan serta memelihara kerukunan dan toleransi serta persatuan, disusunlah falsafah bangsa dan dasar negara sebagaimana tertuang dalam Pancasila dan UUD 1945.
Maka dasar kenegaraan atau konstitusional dari kerukunan dan toleransi antar umat beragama adalah Pancasila dan UUD 1945 (khusunya pasal 29). Selain itu, juga undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan/keputusan presiden, peraturan/keputusan menteri, yang lebih bersifat operasional dan merupakan penjabaran dari Pancasila dan UUD 1945. Kerukunan dan toleransi antar umat beragama amat dibutuhkan dan menentukan kedamaian, persatuan dan keutuhan dari bangsa kita yang majemuk.
Jadi kesimpulan dari pembahasan ini adalah, bagaimana peran guru dalam membimbing siswanya untuk menjadi pribadi yang bertoleransi. Karena pada kenyataannya orang yang memiliki toleransi yang baik adalah orang yang berliterasi. Orang yang berliterasi bukan hanya orang yang mengerti makna literasi tapi faham dan menjalankan aturan literasi. Karena bangsa yang berkembang adalah bangsa yang dapat menghormati satu dengan yang lainnya. Baik itu dalam satu kelompok maupun diluar kelompok.

Daftar Pustaka :
Alwasilah, A. Chaedar. 2004. Pokoknya Rekayasa Literasi. Bandung. PT. Kiblat Buku Utama.
Alwasilah, A. Chaedar. 2004. Politik Bahasa dan Pendidikan. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik_Sampit


1 comments:

  1. 'Gimmick' di awal terasa tersendat sendat. Coba cek lagi. Generic structurenya ko ga sesuai dengan yang ada di silabus?

    ReplyDelete