Tuesday, February 18, 2014



1st Chapter Review
10,february 2014
Writing and composition 4
07.30-09.10
Mr. Lala Bumela, M.Pd


Dari buku yang berjudul “Pokonya Rekayasa Literasi” milik Prof. Dr. A. Chaedar Alwasilah  bab 6  yang berjudul Rekayasa Literasi halaman 157 sampai 181 saya mendapat tambahan ilmu mengenai mata kuliah Writing 4. Berikut materinya akan saya uraikan satu per satu.
Para ahli Bahasa membagi 5 kelompok besar tentang periodisasi penggunaan metode dan pendekatan terhadap pengajaran bahasa asing yakni:
·         Pendekatan struktural dengan grammar translation methods. Fokus pembelajarannya ada pada penggunaan bahasa tulis dan tata bahasa. Berbicara tentang tata bahasa, ada tata bahasa tradisional dengan ini kita dapat melatih siswa mengidentifikasi jenis kata, unit sintaksis (kata ,frase,klausa) dan bagaimana cara menggabungkannya. Hal ini melatih siswa menganalisis kesalahan berbahasa (error analysis), namun tidak menjamin siswa mampu untuk menganalisis persoalan sosial seperti bahasa pejabat yang munafik.
·         Pendekatan audiolingual atau dengar-ucap, berfokus pada melatih siswa untuk berdialog . Pendekatan ini kurang memberi ruang terhadap variasi ujarannya, karena sering muncul hal yang tak terduga yang menuntut variasi ujaran yang berbeda. Pendekatan ini juga tidak mempedulikan bahasa tulisan.
·         Pendekatan kognitif dan transformatif, berfokus pada pembangkitan potensi berbahasa siswa sesuai dengan kebutuhan lingkungannya. Dan  lebih menenkankan berorientasi ke sintaksis tanpa memperhatikan fungsi sosiolinguistik.
·         Pendekatan communicative competence. Tujuan pendekatan ini adalah agar siswa dapat berkomunikasi dengan bahasa target, mulai dari bahasa terbatas, spontan dan alami.
·         Pendekatan literasi atau genere-based sebagai dampak dari  studi wacana. Tujuan pendekatan ini agar siswa mampu menghasilkan wacana yang sesuai dengan konteks komunikasi. Dan pendekatan ini juga menonjolkan pengenalan genere wacana lisan atupun tulisan pada siswa dan pembelajaran ini dilakukan melalui 4 tahapan yakni:
a.       Membangun pengetahuan
b.      Menyusun model-model teks
c.       Menyusun teks bareng-bareng
d.      Menciptakan sendiri teks
Kemudian saya akan membahas mengenai definisi literasi itu sendiri. Apa itu literasi?  Literasi selama bertahun-tahun dianggap sekedar persoalan psikologis, berkaitan dengan kemampuan mental dan keterampilan baca tulis. Pada akhirnya di Indonesia itu istilah literasi jarang dipakai. Singkatnya literasi itu adalah pembelajaran /pengajaran bahasa. Dalam masyarakat demokratis mereka berbeda dalam memaknai literasi, karena menurut mereka literasi itu adalah praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial dan politik. Sehingga banyak muncul ungkapan litersai komputer, literasi virtual, literasi matematika dan sebagainya.
Makna dan rujukan literasi terus berevolusi, dan maknanya kini semakin meluas dan kompleks. Literasi tetap berhubungan dengan penggunaan bahasa  dan memiliki tujuh dimensi yang saling  berkaitan, yaitu:
·         Dimensi geografis (lokal, nasional, regional, dan internasional)
Orang yang berpendidikan jejaring sosialnya dan vokasionalnya tinggi, itu baru bisa dikatakan yang berdimensi geografis.
·         Dimensi bidang (pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer dsb)
Jadi, literasi bangsa dalam dimensi ini tergantung pada tinggi rendahnya suatu kualitas bidang-bidang tersebut. Jika pendidikan berkualitas tinggi, maka menghasilkan literasi yang berkualitas tinggi pula.
·         Dimensi keterampilan (membaca, menulis, menghitung, berbicara)
Literasi seseorang akan tampak dalam keterampilan tersebut, tidak hanya itu, untuk menjadi seorang sarjana yang bagus, dia tidak hanya memiliki satu keterampilan saja tapi juga keterampilan lain.  Seperti disamping sarjana tersebut berliterasi juga harus berketerampilan numerat (keterampilan menghitung).
·         Dimensi fungsi (memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan, mengembangkan pengetahuan dan potensi diri)
Jadi intinya,  jika kita ingin menjadi orang yang mampu memecahkan masalah, maka kita dituntut untuk literat dalam dimensi fungsi ini.
·         Dimensi media (teks, cetak, visual, digital)
Jadi intinya kita harus mampu berliterasi dalam media tersebut, sehingga dari yang tadinya mengandalkan membaca dan menulis teks alfabetis, maka sekarang kita dituntut menguasai baca tulis dalam teks, cetak dan visual pula, sesuai dengan perkembangan zaman.
·         Dimensi jumlah (satu, dua, beberapa)
Dalam dimensi ini, berkaitan dengan jumlah berapa banyak kita dapat berliterasi. Misalnya bahasa, mungkin kita pasih dalam satu bahasa, yaitu misalnya bahasa Inggris, tapi kurang pasih dalam bahasa Indonesia.
·         Dimensi bahasa (etnis, lokal, nasional, regional, internasional)
Jadi intinya, dimensi bahasa ini beranalogi pada dimensi monolingual, bilingual, dan multilingual. Artinya kemampuan kita berliterasi tidak hanya pada satu bahasa saja.
10 kunci gagasan tentang perubahan paradigma literasi sesuai dengan tantangan zaman dan ilmu pengetahuan sekarang, antara lain:
Ø  Ketertiban lembaga-lembaga sosial
Pada dasarnya yang memfasilitasi berlangsungnya kehidupan masyarakat  adalah oleh lembaga-lembaga sosial tersebut dan mereka berperan sebagai mesin birokrasi yang bertujuan untuk menjamin ketertiban sosial. Dan lembaga-lembaga tersebut menjalankan perannya dengan fasilitas bahasa.
Ø  Tingkat kefasihan relatif
Hakikatnya dalam berliterasi kita sangat memerlukan kefasihan dalam berbahasa atau berkomunikasi.
Ø  Pengembangan potensi diri dan pengetahuan
Disini, penulis mengatakan bahwa literasi itu sebagai alat yang dapat mengembangkan segala bentuk potensi diri. Dan bagi kita selaku mahasiswa, kita harus menguasai literasi akademik. Yaitu mampu memproduksi dan mereproduksi  ilmu pengetahuan.
Ø  Standar dunia
Inti dari standar dunia ini, kita harus mampu menyetarakan literasi kita dengan bangsa lain. Bahkan dituntut untuk bisa berliterasi lebih baik lagi jika suatu saat dibandingkan dengan bangsa-bangsa di dunia.
Ø  Warga masyarakat demokratis
Dalam berliterasi, kita membutuhkan warga masyarakat yang demokratis. Dan pendidikan bagi mahasiswa juga harus diterapkan demokratisi, agar mereka menjadi warga negara yang demokratis sehingga menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis tersebut.
Ø  Keragaman lokal
Sebagai manusia literat kita tahu tentang keragaman bahasa dan budaya lokal, dengan demikian semakin berwawasan global, maka semakin diakui dia sebagai manusia literat.
Ø  Hubungan global
Untuk bersaing ditingkat dunia pada dasarnya kita harus memiliki literasi tingkat dunia pula.
Ø  Kewarganegaraan yang efektif
Disini kita dituntut untuk mampu mengetahui hak dan kewajiban kita. Warga negara yang efektif adalah warga negara yang mampu mengubah diri, menggali potensi diri, serta berkonstribusi bagi keluarga, lingkungan dan negaranya.
Ø  Bahasa Inggris ragam dunia
Orang yang berliterasi harus mampu memahami ragam bahasa Inggris yang berbeda-beda sesuai dengan kelokalannya. Itulah fakta yang terjadi di dunia ini.
Ø  Kemampuan berpikir kritis
Nah, disini penulis memperingatkan kita seorang yang berliterasi itu harus mampu berpikir kritis , yaitu bukan hanya mampu membaca dan menulis saja.
Ø  Masyarakat semiotik
Jadi masyarakat itu harus mampu menguasai literasi semiotik, yaitu ilmu tentang tanda. Contohnya kode, struktur dan komunikasi.
Setelah mengkaji tujuh ranah literasi dan 10 frase kunci literasi seperti yang dipaparkan diatas, tentunya pendidikan bahasa berbasis literasi dilaksanakan dengan mengikuti tujuh prinsip, yaitu :
·         Literasi merupakan kecakapan hidup yang memungkinkan manusia berfungsi maksimal sebagai anggota masyarakat. Jadi, sejak tingkat dasar, siswa dilatih memfungsikan bahasa sesuai dengan konvensasinya dalam kehidupan nyata.
·         Literasi mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis maupun secara lisan. Dari sejak dini kita diajarkan untuk membiasakan berekpresi secara lisan maupun tulisan, bahkan di tingkat tinggi pun kita harus bisa mereproduksi ilmu pengetahuan.
·         Literasi adalah kemampuan memecahkan masalah. Bahasa adalah alat berpikir, jadi, ketika memecahkan suatu masalah, siswa menggunakan bahasa itu untuk berpikir lebih kritis. menurut penulis, pengajaran berpikir kritis itu merupakan bagian dari kurikulum PGSD.
·         Literasi adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya. Tentunya kita tahu bahwa berbaca-tulis itu selalu ada dala, system budaya(kepercayaan, sikap, cara dan tujuan budaya). Dengan literasi, kita bisa mengapresiasikan budaya kita sendiri.
·         Literasi adalah kegiatan refleksi (diri). Refleksi adalah konstruk atau pemahaman yang terus berkembang dan semakin canggih. Dalam literasi refleksi ini, pendidikan bahasa menanamkan pada diri (maha) siswa yang untuk melakukan kebiasaan refleksi atas bahasa sendiri maupun bahasa orang lain.
·         Literasi adalah hasil kolaborasi. Baca-tulis selalu melibatkan kolaborasi antara dua pihak yang berkomunikasi. Jadi antara si pembaca dan si penulis harus menyampaikan sesuatu berdasarkan pemahaman mereka masing-masing.
·         Literasi adalah kegiatan melakukan interpretasi. Sejak dini kita dilatih untuk melakukan interpretasi(mencari,menebak, dan membangun makna) atas berbagai teks dalam wacana tekstual, visual dan digital diberbagai ranah kehidupan dan bidang ilmu. Bukan hanya itu, kita juga harus bisa lebih memaknai dan memahami wacana tesebut.
Kemudian, penulis memaparkan mengenai “Rapor Merah Literasi Anak Negri” yang  pastinya tingkat literasi siswa Indonesia masih jauh tertinggal oleh siswa-siswa negara lain.  Artinya negri kita ini belum berhasil melahirkan warga negara yang literat . Apalagi untuk bersaing dengan negara lain. Jadi masih jauh untuk bisa menyamai kemajuan literasi di negara lain.
Dalam laporan  PIRLS , penulis mengemukakan bahwa tidak ditemukannya skor prestasi menulis, sehingga kita tidak tahu skor prestasi membaca dan menulis. Tetapi bisa diprediksi kemampuan menulis kita itu bergantung pada kemampuan membaca. Dan tanpa membaca orang akan sulit untuk dapat menulis.
Kemudian, yang dapat ditemukan dalam laporan PIRLS, potret besar literasi di Indonesia dalam skala internasional, namun dalam temuan seperti ini sulit ditemukan potret yang detail mengenai penyebab dan realisasi literasi di sekolah-sekolah. Ini adalah persoalan, dan untuk menyelesaikannya kita butuh mengerti hulunya. Kita ambil contoh dalam konteks pembelajaran disekolah, misalnya kita harus mengetahui literasi dan teknik penguasaan siswa. Artinya, penguasaan literasi  dan paedagogi pengajaran literasi harus dikuasai oleh guru.
Jadi, dari uraian diatas tampak bahwa orang literat adalah mereka yang terdidik dan berbudaya. Yaitu melalui penguasaan bahasa yang optimal. Penguasaan bahasa adalah pintu masuk menuju pendidikan dan pembudayaan. Sekolah sebagai salah satu sara pendidikan formal yang adalah tempat utama untuk membangun literasi yang pada umumnya disokong oleh pemerintah dengan dana publik. Perbaikan rekayasa literasi menyangkut empat dimensi, yaitu:
a.       Linguistik atau fokus teks
b.      Kognitif atau fokus minda
c.       Sosiokultural atau fokus kelompok
d.      Dan perkembangan atau fokus pertumbuhan
Sementara itu Kern (2000:38) menyebut tiga dimensi yaitu, dimensi sosiolinguistik, sosiokultural dan kognitif. Dan menegnai  pengajaran membaca dan menulis harus ditempatkan pada empat yang terkait tersebut.
Keempat dimensi tersebut dimaknai sebgai berikut:
§  Dimensi pengetahuan dan kebahasaan (fokus pada teks)
Membaca dan menulis itu memerlukan mengetahui sistem bahasa, persamaan dan perbedaan bahasa  lisan dan tulisan, dan ragam bahasa. Maknanya, mengajarkan literasi mesti membekali mahasiswa dengan hal-hal tersebut.
§  Dimensi pengetahuan kognitif (fokus pada minda)
Intinya membaca dan menulis itu memerlukan keterampilan, seperti aktif, selektif membaca dan menulis dsb.
§  Pengetahuan perkembangan (fokus pada pertumbuhan)
Pada dasarnya menjadi literasi itu adalah proses ‘menjadi’ atau secara berangsur-angsur mengetahui sejumlah pengetahuan ihwal: (1) pembelajaran yang aktif dalam perkembangan literasinya (2) memakai berbagai strategi dan proses mengkonstruksi berbahasa (3) pengamatan atas, dan melakukan transaksi dengan mereka yang lebih fasih (4) bagaimana menggunakan dukungan mediasi dari pelaku literasi yang lebih fasih (5)pemanfaatan pengetahuan yang diperoleh lewat membaca untuk mendukung  kegiatan menulis dan sebaliknya (6) bagaimana menegosiasi makna tekstual melalui pemakaian  dan dukungan sistem komunikasi alternatif seperti seni musik dsb.
§  Pengetahuan sosiokultural (fokus pada kelompok)
Dan membaca dan menulis itu memerlukan pengetahuan mengenai tujuan, aturan, fitur-fitur linguistik, bagaimana menggunakan literasi, bentuk-bentuk dan fungsi literasi tertentu, dan kemampuan melakukan kritik teks. Maknanya mengajarkan literasi itu mengajarkan sejumlah kepekaan tekstual dan kultural lintas kelompok dan lembaga.
§  Kegiatan literasi
intinya orang literat itu tidak sekedar berbaca tulis saja, melainkan juga terdidik dan mengenal sastra.
Mengajarkan literasi pada intinya menjadikan manusia yang secara fungsional mampu berbaca tulis, terdidik, cerdas, dan menunjukan apresiasi terhadap sastra. Mungkin pendidikan di Indonesia selama ini relatif berhasil, tapi pada umumnya kurang memiliki apresiasi terhadap sastra khususnya, kurang ingin mendalami dan merealisasikan sastra. Meluruskan rekayasa literasi sepatutnya diawali dengan pemahaman atas berbagai paradigma pengajaran literasi. Dalam garis besarnya, ada tiga paradigma pembelajaran literasi, yaitu decoding , skills, dan whole language.
Ø  Paradigma #1: Decoding, menyatakan grafofonem berfungsi sebagai pintu masuk literasi, dan belajar bahasa dimulai dengan menguasai bagian-bagian bahasa. Siiswa membangun literasi dengan diajari terlebih dahulu, yakni bagaimana memaknai kode bahasa.
Ø  Paradigma #2:  Keterampilan, bahwa penguasaan morfem dan kosa kata adalah dasar untuk membaca. Siswa diajari mengenal formula bahasa untuk diterapkan pada berbagai data atau peristiwa literasi dalam berbagai konteks.
Ø  Paradigma #3: Bahasa secara utuh, paradigma ini menolak pembelajaran yang meletakan fokus pada bagian atau serpihan bahasa. Dan harus berfokus pada pembelajaran makna, yaitu mengajarkan makna secara utuh pada siswa.
Beberapa perubahan paradigma pengajaran literasi dulu dan sekarang, yaitu sebagai berikut:
·         Cara pandang  dan pemaknaan terhadap objek pandang. Misalnya, dengan perubahan orientasi dari hasil ke hasil.
·         Menurut penulis, jika rapor literasi anak bangsa ini merah, seperti di ungkapkan pada awal bab ini, lalu dimana letak kesalahan sistem literasi di negri ini? Bisa jadi, karena metode dan teknik literasi dinegri ini kurang baik. Namun, kita jangan menyimpulkan bahwa ini kesalahan guru bahasa, karena pendidikan literasi memiliki sejumlah dimensi seperti dimensi sosial dan politik. Hanya saja yang perlu dirubah adalah paradigma pengajaran literasi di jajaran pengambil kebijakan. Perubahan paradigma adalah perubahan intelektual, nalar kita karena tantangan zaman.
·         Lewat Wacana 6.1 berikut ini, kita sebagai pembaca dapat mengetahui bagaimana sastra , sebagai bagian dari literasi  di ajarkan dalam konteks pendidikan dari SD sampai dengan PT ( perguruan tinggi ) di AS.
Nah, dapat saya tarik kesimpulan pada tugas Chapter review pertama ini, penulis membahas mengenai literasi (pembelajaran/pengajaran bahasa) di negri kita ini. Dan yang paling pasti, negara kita ini tertinggal jauh dari negara lain dalam hal berliterasi. Sehingga kita harus melakukan perubahan-perubahan dengan banyak cara.

Created by :
Nunuy Nurlatifah
PBI B/IV

0 comments:

Post a Comment