Friday, February 21, 2014

10:33 PM
 “Your class did a great job in the first three matches” adalah salah satu dari banyak komentar positif yang dosen writing saya katakan pada kelas saya. Komentar-komentar tersebut sangatlah mendorong kita untuk menelurkan karya tulis yang lebih baik lagi dari minggu ke minggu. Lewat tugas yang beliau berikan, semakin hari kita semakin dekat dengan sesuatu yang dinamakan literasi. Kini kita merasa bahwa litersi sudah menjadi bagian dari kita. Bukan hanya diartikan sebagai kegiatan membaca dan menulis tapi sepeti apa yang dikatakan Ken Hyland “Literacy is something we do.”
Sedikit membahas ulang soal tulisan Prof. Chaedar Al-wasilah dalam salah satu bukunya tentang rekayasa litersi. Menurut beliau literasi adalah praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial politik. Namun karena tuntutat zaman yang semakin hari semakin menggila, definisi baru literasi pun terus menjamur sehingga tuntutan mengenai perubahan pengajaran pun tidak bisa dihindari lagi. Dalam tulisannya beliau juga menjelaskan model literasi ala Freebody and Luke (2003): breaking the codes of texts; participating in the meanings of text; using texts functionally; critically analysing and transforming texts. Dan kemudian beliau meringkas lima ayat di atas menjadi: memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, mentransformasi.
Menurutnya juga bahwa rujukan literasi dalam dunia pendidikan terus berevolusi dari zaman ke zaman, sedangkan rujukan linguistik relatif konstan. Studi tentang literasi pun kadang ditumpang-tindihkan (overlapping) dengan objek studi budaya (cultural studies) yang memiliki banyak dimensi. Melihat kasus diatas pemeritah sebagai pengambil keputusan seharusnya mampu menciptakan pendidikan yang berkualitas tinggi, karena pendidikan tersebut pasti menghasilkan literasi berkualitas tinggi, dan juga sebaliknya.
Ujung tombak dari pendidikan literasi sendiri adalah GURU dengan fitur: komitmen profesional, komitmen etis, strategi analitis dan reflektif, efikasi diri, pengetahuan bidang studi, dan keterampilan literasi dan numerasi (Cole dan Chan 1994 dikutip dari Alwasilah 2012).  Oleh karenanya, seorang guru sangat dituntut untuk mengajarkan siswanya empat pelajaran pokok yang menjadi modal hidup seorang individu, seperti Reading, writing, arithmetic, and reasoning agar dapat menghasilkan siswa yang berliterat, karena hanya orang multiliterat lah yang mampu berinteraksi dalam berbagai situasi, sedangkan masyrakat yang tidak literat biasanya tidak mampu memahami bagaimana hegemoni itu diwacanakan lewat media masa.
Menanggapi soal rujukan literasi yang terus berevolusi, rekayasa litersi kiranya bisa menjadi salah satu solusi serta jalan keluarnya. Rekayasa literasi itu sendiri adalah upaya yang disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa secara optimal.  Penguasaan bahasa adalah pintu masuk menuju ke pendidikan dan pembudayaan. Terdapat empat dimensi yang menjdi objek dari rekayasa literasi, yakni linguistik, kognitif, sosiokultural, dan perkembangan. Dengan demikian, secara ringkas rekayasa literasi adalah merekayasa pengajaran membaca dan menulis dalam empat dimensi tersebut.
Keluar dari kajian pak Chaedar dengan Rekayasa Literasinya, Hyland furhter berpendapat: "melek akademik menekankan kita cara menggunakan bahasa, yang biasa disebut sebagai praktik literasi, hal tersebut dipolakan oleh lembaga sosial dan hubungan kekuasaan." Sedangkan keberhasilan akademis berarti repersenting diri Anda dengan cara dihargai oleh disiplin Anda, mengadopsi nilai-nilai, keyakinan, dan identitas yang mewujudkan wacana akademik. Dengan demikian, tidak bisa dipungkiri lagi bahwa litersai memegang peranan penting dalam berbagai hal di kehidupan manusia.
Bisa dijamin, seandainya tidak ada literasi di dunia ini, sudah pasti tidak akan pernah ada peradaban. Literasi bagaikan mesin dalam sebuah mobil, saat mesin tersebut rusak maka mobil pun tidak akan berfungsi sebagaimana mestinya. Begitupun dengan kehidupan seandainya literasi itu ditiadakan maka  kehidupan pun akan kacau. Kita tidak akan pernah berfikir seperti apa bila kehidupan tanpa literasi. Mungkin tanpa literasi kita tak jauh beda dengan halnya seekor hewan, yang hanya hidup dengan tanpa ada suatu karya apapun yang kita buat, bersikap hanya mengedepankan nafsu serta tanpa memikirkan sesuatu apapun.
            Sebagai individu yang tahu akan pentingnya literasi sangat naif bila kita kemudian melupakan hal tersebut. Seperti apa yang dilakukan Prof. Chaedar Al-wasilah lewat buku serta artikelnya, seharusnya kita dapat mengajak orang lain untuk ikut serta meningkatkat literasi di negeri kita ini. Karena semakin banyak yang peduli akan literasi maka akan semakin banyak orang yang mendukung peningkatan upaya peningkatan literasi itu sendiri.  Menurut hasil survey yang saya lakukan kepada sekitar 80 mahasiswa serta lulusan universitas saat ditanya apakah anda mengetahui apa itu literasi? Hampir 75% dari mereka menjawab tidak begitu tau dengan literasi. Bahkan lebih dari 50% tidak mengetahui literasi sama sekali termasuk mereka yang berkuliah di universitas-universitas negeri yang citranya dianggap baik.
            Melihat fakta diatas sudah seharusnya kita lebih gencar mengsosialisasikan tentang apa itu literasi serta pentingnya menjadi manusia literat. Sedikit mengutip quotes Prof. Chaedar “In the 21st century, world class standards will demand that everyone is highly literate, highly numerate, well informed, capable of learning constantly, and confident and able to play their part as citizen of a democratic society.” Dari quotes beliau, kita bisa tarik kesimpulan bahwa setiap orang dituntut untuk menjadi seorang literat agar mampu menjalankan peran mereka secara maksimal sebagai masyarakat demokrasi. Bila kita tidak cepat membenahi permasalah litersi di negara kita ini, maka kita akan terus menjadi negara berkembang dan sulit menjadi negara maju. Pada akhirnya itu kembali lagi pada bagaimana cara kita memandang literasi, bila kita ingin menjadi bangsa literat mau tidak mau kita harus memandang literasi seperti layaknya mesin. Sebuah mesin yang dapat menjalankan peradaban.
           

0 comments:

Post a Comment