Saturday, February 22, 2014


Dalam Maha karya Pak Haidar yang berjudul “classroom discourse to foster religious harmony” yang mana didalam hasil karyanya itu menampilkan pendidikan dan konflik toleransi, gagalnya membangun cara pandang pendidikan disekolah  dasar dalam membentuk suatu sikap toleransi antar umat beragama, kurang adanya perhatian terhadap pengajaran toleransi, bahwa pentingnya sebuah toleransi telah menyadarkan kita bahwa toleransi umat beragama sangat indah bila dalam keanekaragaman budaya,etnis,suku,agama kita tetap bersatu untuk membangun tali persaudaraan lewat terjalinnya sebuah toleransi.

Memang sejatinya menjalin toleransi itu sangat begitu susahnya karena toleransi itu sebuah keterpaksaan dengan gaya menggerutu untuk menghormati perbedaan, bagaikan dua orang yang sedang berkelahi dan adu mulut itu dipaksa berdamai tetapi “tidak ikhlas”. Di lain sisi, toleransi adalah kesadaran tertinggi sebagai jiwa universal yang berperilaku yang natural saling asah - saling asih - saling asuh, merasa bersaudara dan bersahabat, senang - susah bersama. Kita harus memenuhi ruang bathin dengan cinta agar mengasihi yang lainnya, merevolusi mental dan kesadaran untuk menghilangkan kebencian. Membiarkan orang lain berbahagia dengan cara mereka sendiri merupakan tingkat toleransi yang paling tinggi.                               
Mengapa Toleransi Dalam Beragama Sangat Penting?  Sangat penting sekali karena toleransi beragama itu untuk menjaga kesatuan bangsa kita. Tujuan yang lebih luasnya lagi untuk menjaga perdamaian dunia. Setiap orang akan sangat sensitif terhadap masalah agama. Oleh karena itu sangat disayangkan sekali kalau banyak nyawa yang akan mati disebabkan oleh perbedaan pandangan yang sejatinya memang berbeda. Jadikan perbedaan itu indah adalah pola pkir yang baik untuk mengawali misi penting menjaga kerukunan antar sesama.
Toleransi yang mana bentuk pendirian,kepercayaan,dan kelakuan yang dimiliki seseorang atas yang lainnya. Dengan kata lain toleransi adalah sikap lapang dada terhadap prinsip orang lain. Toleransi tidak berarti seseorang harus mengorbankan kepercayaan atau prinsip yang dianutnya. Dalam toleransi sebaliknya tercermin sikap yang kuat atau istiqomah untuk memegang keyakinan atau pendapatnya sendiri. Toleransi dipandang sebagai kata kunci yang dapat mengurangi simpul kerumitan dalam hidup antar umat beragama.
MENGAPA di INDONESIA SERING TERJADI KONLIK ANTAR UMAT BERAGAMA?

Indonesia sebagai Negara multikultural, yang memiliki keanekaragaman baik dalam hal bahasa, suku, ras/etnis dan agama khususnya memang rawan terjadi konflik. Tuduhan bahwa agama ikut andil dalam memicu konflik atau bahkan sebagai sumber konflik yang terjadi antar umat beragama memang sulit dibantah. Di Indonesia sendiri ada 6 agama yang diakui oleh pemerintah yaitu Islam, Kristen, Konghucu, Budha, Hindu. Agama merupakan naungan sakral yang melindungi manusia dari situasi kekacauan (chaos). Bagi para penganutnya, agama berisikan ajaran-ajaran mengenai kebenaran tertinggi dan mutlak tentang eksistensi manusia dan petunjuk-petunjuk untuk hidup selamat di dunia dan akhirat, yaitu sebagai manusia yang bertakwa kepada Tuhannya, beradab dan manusiawi yang berbeda dari cara-cara hidup hewan atau mahkluk lainnya. Jadi tidak seharusnya agama menjadi faktor penyebab konflik. Karena agama sendiri sebagai sistem keyakinan bisa menjadi bagian  inti dari system nilai yang ada dalam kebudayaan dari masyarakat, dan menjadi pendorong atau penggerak serta pengontrol bagi tindakan anggota masyarakat tertentu untuk tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran agamanya.
Namun pada kenyataannya di Indonesia saat ini masih sering terjadi konflik antar umat beragama. Masih kurangnya rasa saling pengertian  dan pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama pihak lain serta kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat menjadi sebab timbulnya ketegangan yang akhirnya memicu terjadinya konflik.
Indonesia memiliki Pancasila yang merupakan ideologi Negara yang didalamnya terdapat nilai-nilai luhur yang mencerminkan karakter dan kepribadian bangsa. Pancasila sebagai ideologi terbuka senantiasa relevan dengan perkembangan zaman. Di era globalisasi saat ini nilai-nilai Pancasila sudah semakin memudar dalam pribadi bangsa Indonesia terutama dalam generasi muda penerus bangsa. Pancasila seolah-olah hanya sebagai simbol pemersatu kita saja tanpa memaknai lagi hal-hal yang terkandung di dalamnya. Ironis memang, Indonesia yang terkenal dengan masyarakat multikultural justru bersikap anarkis ketika menghadapi konflik antar umat beragama tersebut. 
Bahwa di Nusantara ini kita hidup berlainan agama, adalah warisan sejarah para leluhur kita. Warisan primordial ini bukan untuk disesali atau dipungkiri, apalagi ditafsirkan sebagai sirkuit balapan bagi agama-agama untuk beradu ketangkasan. Dalam tatanan kerukunan nasional, warisan sejarah ini seyogyanya diyakini sebagai kekayaan individu dan bangsa. Sebagai kekayaan individu berarti bahwa selain meyakini kebenaran agama sendiri, kita juga meyakini bahwa orang lain pun meyakini kebenaran agama pilihannya. Kekayaan psikologis religius ini menumbuhkan tenggang rasa dan hormat sesama pemeluk agama.
Dalam kerangka berfikir yang demikian inilah muncul berbagi wacana (konsepsi) agama dalam apa yang dinamakan dialog bebas konflik (lihat antara lain buku yang diterbitkan oleh pustaka al-hidayah yg berjudul Atas Nama Agama, berisi berbagai artikel para tokoh intelektual tentang toleransi). Para tokoh ilmuwan dari berbagai agama rupanya sedang bersusah payah merubah status agama yang diopinikan sebagai sumber konflik, kemudian dirubah menjadi sumber kerukunan dan persatuan dengan cara menyingkirkan doktrin kemutlakan kebenaran bagi masing-masing agama kemudian diganti dengan wawasan kenisbian kebenran untuk mencari titik temu semua agama, khusunya tiga agama samawi (Yahudi, Kristen, Islam) yang dinyatakan sebagai agama-agama besar (lihat antara lain “Tiga Agama Satu Tuhan”, kumpulan naskah beberapa pemikir, editor : George Bush dan Benjamin J. Hubbard, penerbit mizan).
Semua upaya tersebut tidak lepas dari orbit gerakan zionisme yahudi yang ingin mengkebiri peranan agama Allah di masyarakat manusia dan menawarkan alternatif pengganti yaitu sekularisme yang diterapkan dalam segala bidang kehidupan. Dengan demikian lengkaplah jaringan-jaringan persengkokolan zionisme yang semuanya diatasnamakan “
Untuk itu sebagai kekuatan negara kita, memang negara kita banyak beraneka ragam budaya dan agama, tapi tidak boleh kita melarang mereka untuk pindah agama, itu adalah hak mereka untuk menentukan pilihan, sejatinya perbedaan agama bukan untuk saling bermusuhan tapi kita harus membuka pikiran dan hati untuk tidak mendikriminasikan mereka.
Karena masing-masing agama adalah ahli waris yang sah di Nusantara ini, wajar saja bila setiap agama menuntut diperlakukan “fair” dalam menjalankan fungsi dan misi keagamannya, yang sulit adalah bahwa seringkali justru agama sebagai kekayaan individual yang mendominasi alam pikiran dan emosi kita ketimbang agama sebagai kekayaan masyarakat dan asset bangsa.

Manusia adalah makhluk indiviudu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial tentunya manusia dituntut untuk mampu berinteraksi dengan individu lain dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam menjalani kehidupan sosial dalam masyarakat, seorang individu akan dihadapkan dengan kelompok-kelompok yang berbeda warna dengannya salah satunya adalah perbedaan agama.
             Dalam menjalani kehidupan sosialnya tidak bisa dipungkiri akan ada gesekan-gesekan yang akan dapat terjadi antar kelompok masyarakat, baik yang berkaitan dengan ras maupun agama. Dalam rangka menjaga keutuhan dan persatuan dalam masyarakat maka diperlukan sikap saling menghormati dan saling menghargai, sehingga gesekan-gesekan yang dapat menimbulkan pertikaian dapat dihindari. Masyarakat juga dituntut untuk saling menjaga hak dan kewajiban diantara mereka antara yang satu dengan yang lainnya
Manusia adalah makhluk indiviudu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial tentunya manusia dituntut untuk mampu berinteraksi dengan individu lain dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam menjalani kehidupan sosial dalam masyarakat, seorang individu akan dihadapkan dengan kelompok-kelompok yang berbeda warna dengannya salah satunya adalah perbedaan agama.
             Dalam menjalani kehidupan sosialnya tidak bisa dipungkiri akan ada gesekan-gesekan yang akan dapat terjadi antar kelompok masyarakat, baik yang berkaitan dengan ras maupun agama. Dalam rangka menjaga keutuhan dan persatuan dalam masyarakat maka diperlukan sikap saling menghormati dan saling menghargai, sehingga gesekan-gesekan yang dapat menimbulkan pertikaian dapat dihindari. Masyarakat juga dituntut untuk saling menjaga hak dan kewajiban diantara mereka antara yang satu dengan yang lainnya
Manusia adalah makhluk indiviudu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial tentunya manusia dituntut untuk mampu berinteraksi dengan individu lain dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam menjalani kehidupan sosial dalam masyarakat, seorang individu akan dihadapkan dengan kelompok-kelompok yang berbeda warna dengannya salah satunya adalah perbedaan agama.
             Dalam menjalani kehidupan sosialnya tidak bisa dipungkiri akan ada gesekan-gesekan yang akan dapat terjadi antar kelompok masyarakat, baik yang berkaitan dengan ras maupun agama. Dalam rangka menjaga keutuhan dan persatuan dalam masyarakat maka diperlukan sikap saling menghormati dan saling menghargai, sehingga gesekan-gesekan yang dapat menimbulkan pertikaian dapat dihindari. Masyarakat juga dituntut untuk saling menjaga hak dan kewajiban  diantara mereka antara yang satu dengan yang lainnya.
Bila dilihat dari wacana diatas, orang yang hebat adalah yang pandai menjaga keseimbangan antara yang beraneka ragam budaya, ras, bahasa, etnis, inilah yang paling siap untuk bertenggang rasa dan merasa malu untuk memaksakan keyakinan sendiri pada pemeluk agama lain.
Toleransi antarumat beragama atau toleransi antar mazhab umat seagama hingga kini masih diselimuti persoalan. Klaim kebenaran suatu agama atau suatu mazhab mendorong penganutnya untuk memaksakan kebenaran itu terhadap kelompok lain. Lebih tragis lagi ketika penyebaran kebenaran itu disertai aksi kekerasan yang merugikan korban harta benda dan jiwa. Fenomena kekerasan antar pemeluk agama hampir terjadi di seluruh belahan dunia. 
Seluruh tokoh dan umat semua agama seharusnya selalu mengajak untuk berkomunikasi, berinteraksi, berdialog, dan bekerjasama dalam tugas-tugas kemanusiaan yang lebih kompleks dan menuntut kerja semua manusia, tanpa melihat perbedaan agama dan keyakinan.Tidak ada lagi hasutan dan tuduhan yang diarahkan antarsesama makhluk Tuhan yang mencintai kebaikan dan kebenaran. Kita semua harus menunjukkan keterbukaan pandangan (openness of mind) dan keinginan untuk belajar (eagerness to learn), dan lebih memperhatikan isu-isu yang tepat. Tidak sepatutnya kita menunjukkan kesombongan religius, intoleransi, dan kemutlakan dogmatik, sementara agama-agama itu sendiri mengajarkan kebalikannya. 
Kita pun dihadapkan pada sejumlah fakta sosial: bagaimanakah hubungan antar-umat beragama, lebih khusus lagi hubungan antar-iman di tengah pluralitas agama? Fakta sosial secara jelas menyadarkan kita bahwasanya pluralitas agama belumlah berkorelasi positif dengan harmoni agama. Justru fakta berbicara sebaliknya: pluralitas agama seringkali menjadi pemicu konflik sosial dan sentimen keagamaan. Mengapa demikian? Banyak faktor yang bisa menjelaskan. 
            Untuk itu, agenda awal kita adalah bagaimana memecahkan “hambatan teologis” di kalangan umat beragama dalam menerima puralitas sebagai hukum Tuhan. Problem kita adalah kenyataan semakin mengerasnya masyarakat ke arah eksklusivisme, komunalisme, dan bahkan semangat antipluralisme. Padahal, intelektual di panggung atas sedang ramai-ramainya mengusung wacana toleransi, inklusivisme, dan bahkan pluralisme. Jadi, terjadi keterputusan wacana secara kontradiktif, yang jika tidak kita jembatani, akan semakin kencang mengeras terjadinya “jurang wacana” antara intelektual di atas dengan masyarakatnya di level akar rumput. 

Menurut Pak Haidar banyak konflik antar etnis dan agama besar yang terjadi di daerah Sambas pada tahun 2008, Ambon pada tahun 2009, Papua pada tahun 2010 dan didaerah Singkawang pada tahun 2010. Tanpa langkah yang tepat yang diambil, konflik seperti itu akan terulang kembali, jika tidak ada tindakan yang tegas. Karena bentuk-bentuk radikalisme telah mengganggu kohesi sosial dan dapat menghasilkan saling tidak percaya di antara kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Kasus bunuh diri, kemudian berita terhangat pada bulan lalu terjadi pemboman gereja di Surakarta, ini terjadi karena kurangnya keharmonisan dan toleransi antar umat beragama. Memang benar tanpa adanya saling pengertian antara sesame tidak akan terjalin sebuah keharmonisan dan bersatu saling memahami dan membutuhkan itulah kunci untuk menjalin ukhuwah persaudaraan antar sesame.
Konflik antar umat beragama di Indonesia sangat potensial menjadi pemecah bangsa. Untuk itulah di negeri yang majemuk ini, penting memperbaharui terus-menerus ihwal toleransi beragama. Tujuannya, agar umat beragama bisa duduk bersanding dengan damai, tanpa curiga. Dengan catatan, masing-masing umat demi toleransi tidak kehilangan identitas agamanya. 
Kekerasan antarumat beragama, telah menjadi semacam "religiositas baru" yang menghalalkan segala cara (kekerasan demi kebenaran). Menguatnya iman destruktif yang dijalankan pemeluk agama dan atas nama agama, menjadi "legitimasi Tuhan", khususnya dalam perkembangan eksklusivisme agamanya yang meruyak belakangan ini. Kita tidak dapat memungkiri, ditengah kampanye inklusivisme agama yang jauh dari fobia akan iman yang berbeda, sebaliknya "lintas iman", eksklusivisme justru menguat secara tak terkendali.
Dalam negara kita, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), termasuk di daerah kita terdapat beberapa jenis agama yang berbeda. Dari satu sisi, perbedaan-perbedaan yang ada dilihat dan dinilai sebagai kekayaan bangsa dimana para penganut agama yang berbeda bisa saling menghargai atau menghormati, saling belajar, saling menimba serta memperkaya dan memperkuat nilai-nilai keagamaan dan keimanan masing-masing. Perbedaan tidak perlu dipertentangkan, tetapi dilihat dan dijadikan sebagai pembanding, pendorong, bahkan penguat dan pemurni apa yang dimiliki. Kaum beriman dan penganut agama yang berbeda-beda semestinya bisa hidup bersama dengan rukun dan damai selalu, bisa bersatu, saling menghargai, saling membantu dan saling mengasihi.
Kenyataan bahwa unsur-unsur keagamaan dijadikan sebagai pemicu serentak sasaran konflik, baik pada tingkat lokal dan nasional maupun internasional akhir-akhir ini, tentu memprihatinkan dan mencemaskan banyak orang, terutama bagi kita bangsa Indonesia umumnya dan masyarakat Maluku. Persaudaraan, kekeluargaan, kerukunan, perdamaian dan ketenteraman serta kebersamaan, persekutuan dan kerjasama akan terancam, terganggu dan merosot. Timbul kecemasan akan konflik, kekerasan, perpecahan dan kehancuran yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Cukup banyak orang cemas akan ancaman terhadap kesatuan dan persatuan bangsa, atau akan terjadinya disintegrasi bangsa, yang dipicu dengan issu agama.
BAGAIMANA SOLUSI ATAS KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA yang TERJADI di INDONESIA??
1.Dengan memunculkan dialog agama antar umat beragama ini dan untuk mencari jalan keluar bagi pemecahan masalahnya, maka H.A. Mukti Ali, yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Agama, pada tahun 1971 melontarkan gagasan untuk dilakukannya dialog agama. Dalam dialog kita tidak hanya saling beradu argumen dan mempertahankan pendapat kita masing-masing yang dianggap benar. Karena pada dasarnya  dialog agama  ini adalah suatu percakapan bebas, terus terang dan bertanggung jawab yang didasari rasa saling pengertian dalam menanggulangi masalah kehidupan bangsa baik berupa materil maupun spiritual. Umat beragama digunakan sebagai salah satu solusi untuk menyelesaikan konflik yang terjadi antara umat Muslim dan umat Protestan
2.      Pendidikan Multikultural
Perlu ditanamkannya pemahaman mengenai pentingnya toleransi antar umat beragama sejak dini. Hal ini dapat dilakukan melalui jalur pendidikan. Sebagai Negara yang memiliki keanekaragaman kita harus saling menghormati dan menghargai antar sesama. Apalagi di Indonesia yang memiliki keanekaragaman dalam hal adat-istiadat, suku,ras/etnis,bahasa dan agama. Perbedaan yang ada tersebut jangan sampai membuat kita tercerai berai. Namun sebaliknya perbedaan yang ada tersebut kita anggap sebagai kekayaan bangsa yang menjadi ciri khas bangsa kita. Perlunya ditanamkannya rasa nasionalisme dan cinta tanah air dalam diri generasi penerus bangsa sejak dapat membuat mereka semakin memahami dan akhirnya dapat saling menghargai setiap perbedaan yang ada.
3. Menonjolkan segi-segi persamaan dalam agama,tidak memperdebatkan segi-segi perbedaan dalam agama.Pendidikan yang baik  dan berkarakter penting bagi pendidikan di Indonesia. Pendidikan karakter akan menjadi basic atau dasar dalam pembentukan karakter berkualitas bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi,kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan sebagainya. Pendidikan karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan kognitif saja namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan.

Pendidikan merupakan persoalan strategis bagi suatu bangsa. Pendidikan yang berkualitas bukan hanya penting bagi upaya melahirkan individu dan masyarakat terpelajar akan tetapi juga menjadi bekal utama sebagai persiapan memasuki kompetisi global suatu persaingan antar bangsa yang demikian ketat dan berpengaruh terhadap semua dimensi kehidupan, pendidikan yang berkualitas juga menentukan kualitas suatu bangsa serta berpengaruh sangat signifikan dalam mendorong proses transformasi social menuju kehidupan yang maju, modern, dan bermartabat, karena pendidikan merupakan titik temu dalam perdamaian.
Indah dan tentram rasanya bila sesama umat beragama itu rukun, senang sekali hidup. Mungkin tidak mudah untuk belajar toleransi apalagi dalam hal beragama karena agama ialah hal yang sangat luhur dan tidak bisa diganggu gugat. Tapi perlu disadari pada hakikatnya agama mengutamakan perdamaian sejati. Dan ada satu hal lagi yang membuat kita buta akan perbedaan. Agama adalah suatu pilihan bebas tiap individu dan tiap agama benar adanya kecuali muncul agama yang mengajarkan nilai nilai keburukan. Dengan adanya kesadaran akan pentingnya toleransi dalam kehidupan beragama, diharapakan akan terjalin hubungan yang harmonis antar warga Negara yang pada akhirnya akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat dan percepatan pembangunan bagi negeri ini.
Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari beragam suku dan agama, dengan adanya sikap toleransi dan sikap menjaga hak dan kewajiban antar umat beragama, diharapkan masalah-masalah yang berkaitan dengan sara tidak muncuk kepermukaan. Dalam kehidupan masyarakat sikap toleransi ini harus tetap dibina, jangan sampai bangsa Indonesia terpecah antara satu sama lain. Pemeluk agama mayoritas wajib menghargai ajaran dan keyakinan pemeluk agama lain, karena dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 dikatakan bahwa “setiap warga diberi kemerdekaan atau kebebasan untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya.” Hal ini berarti kita tidak boleh memaksakan kehendak, terutama dalam hal kepercayaan, kepada penganut agama lain, termasuk mengejek ajaran dan cara peribadatan mereka. Karena manfaarnya adalah hidup bermasyarakat akan lebih tentram, persatuan bangsa Indonesia akan terwujud dan untuk pembangunan negara akan semakin sangat mudah.


Daftar pustaka :

Alwasilah, A. Chaedar. 2004. Politik dan Bahasa Pendidikan. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.

http://annasharie.blogspot.com/2011/12/toleransi-sebagai-solusi-dalam-konflik.html diunduh pada tanggal 21 Februari Pukul 22.00
Alwasilah, A. Chaedar. 2004. Politik dan Bahasa Pendidikan. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.

2 comments:

  1. jangan salah tulis nama orang! Haidar itu teman sekelas kamu, tapi artikel yang kamu kritisi itu Pa Chaedar lho! saya belum menemukan centrail kamu di sebelah mana nih

    ReplyDelete