Sunday, February 23, 2014

10:10 PM


Istiqomah
14121310308
PBI-B/4 (Class Review 3)

Sajian Literasi

Tanpa terasa waktu begitu cepat berlalu, kini kita telah melewati pertemuan ke-tiga. Sungguh sangat sulit untuk melewati waktu sampai saat ini, setiap minggunya kita harus mengerjakan tugas dengan tingkat kesulitan yang bervariasi. Sungguh pengorbanan yang begitu luar biasa. Saya kira semua mahasiswa/i PBI semester 4 juga melakukan hal yang sama.
Hampir satu bulan kita melewati hari-hari bersama writing disemester ini,. Setiap hari selalu saja dihantui oleh raksasa yang sangat menakutkan yaitu “Writing.” Sungguh butuh perjuangan yang melelahkan untuk menaklukkan raksasa yang bernama “writing” ini.
Seperti minggu-minggu sebelumnya, kita masih membahas dan mendalami tentang “literasi.” Seperti seorang chef, kita pun perlu mempersiapkan bumbu-bumbu tentang literasi. Agar masakan yang kita sajikan menjadi lebih nikmat, kita pun perlu menambahkan sedikit bumbu penyedap seperti kepercayadirian untuk menerapkan budaya literasi didiri kita.
Literasi bagaikan sebuah raga, dan roh dari literasi adalah reading dan writing. Reading dan writing sangat berkaitan, karena reading adalah menghidupkan roh-roh yang ada pada writing. Untuk menhidupkan roh-roh pada writing, kita harus menghidupkan tombol fokus pada otak kita. Seperti kita ketahui, untuk mengetahui inti dari apa yang kita baca, kita harus fokus.
Seperti yang Pak Lala katakan, saat kita ingin membuat class review, kita harus memenuhi prosedur. Dan prosedur ini sangat membutuhkan modal “fokus.” Berikut ini adalah prosedur yang diberikan Pak Lala untuk membuat class review atau critical review.

*dibaca → direspon → dibaca lagi → ditulis ulang → didiskusikan (dikritisi)


Hasil
                        Mengapa kita harus memenuhi prosedur diatas? Karena saat kita kehilangan salah satu dari prosedur tersebut, maka saya yakin kita tidak akan memahami bacaan secara jelas. Contohnya ketika kita hanya membaca “sekali” tugas kita, maka keyakinan pada diri kita belum tumbuh. Sebaliknya jika kita baca berulang-ulang kali, kita akan semakin faham, semakin faham, dan semakin faham.
                        Dalam terbentuknya prosedur tersebut, saya kira itu adalah salah satu strategi ber-literasi. Karena saat kita melaksanakan “literasi,” kita pun harus memiliki strategi. Seperti yang disarankan oleh Pak Lala sebelumnya. Pendidikan di Indonesia mungkin belum memenuhi rata-rata sebagai penyandang bangsa ber-literasi. Banyangkan saja ketika seharusnya pendidikan menghasilkan manusia literate, tapi lain halnya dengan pendidikan di Indonesia yang hanya mementingkan banyaknya mata pelajaran ketimbang kualitas dari pembelajaran tersebut.
                        Jadi, kesimpulan dari pembahasan kali ini adalah bagaimana kita menyanggupi prosedur yang di berikan Pak Lala dengan semaksimal mungkin. Dan bagaimana kita mengkolaborasikan prosedur tadi dengan rasa kepercayadirian dan fokus dalam segala hal. Sehingga dapat tumbuhlah bibit-bibit literasi pada negara kita tercinta ini.

0 comments:

Post a Comment