Saturday, March 22, 2014



INGIN MENJADI MANUSIA LITERAT


Manusia adalah mahluk social yang tidak terlepas dari peran belajar. Belajar yang dimaksud adalah suatu proses dimana individu mau berevolusi menuju perubahan. Dengan kata lain, dari semua proses yang ada dalam kehidupan tidak akan terlepas dari kata literasi untuk menuju kaum yang berliterat. Ada penjelasan singkat mengenai kaum yang berliterat, yaitu:

“katanya, tugas mereka yang tercurahkan-kaum literat-adalah meneroka ceruk-beruk ‘baru’ tempat pengetahuan dan keterampilan yang mereka pungut, kumpulan dan kuasai dalam perjalanan hidupnya sebagai bagian sederhana dari cinta mereka pada pengetahuan dan pemberi pengetahuan. Mereka yang hanya baru tahu teori ini dan itu dari ‘dari suara-suara penuh kuasa’ dibidang yang mereka geluti, belumlah dapat dikatakan yang tercerahkan—literatn mereka baru pada fase awal, peniru.”
“meniru adalah bagian penting dari menemukan lalu menciptakan, dari memahami affordance dari meaning dan potential tanda-tanda yang tewrserak, yang dibaca dengan teori ini dan itu. Yang berbahaya adalah ketika kita sudah merasa mendesiminasi, pun meneroka padang-padang baru tempat segala teori yang dipahami-digunakan, padahal kita baru sampai pada tahap meniru. Lalu kita dengan ‘pongahnya’ mengatakan ‘ini salah itu tak benar’. Tanpa dasar yang tak bergetar pada mereka yang berada dititik awal menjadi peniru. Kita merasa bahwa hapal saja teori ini dan itu, telah membuat kita bagian dari “rejim kebenaran tak terbantahkan”. Begitu banyak yang harus dipelajariu, dipahami, lalu dimaknai, lebih banyak dari alas an menjadi sombong sebab apa yang baru sedikit kita ketahui”.

Dari pernyataan di atas, dapat dipetik sedikit mengenai masyarakat yang benar-benar berliterat. Bagi sebagian orang, apabila mereka telah mendapatkan informasi yang dirasa tidak masuk akal, cepat sekali mengambil kesimpulan mengenai ini dan itu. Padahal dari segi kebenarannya patut dipertimbangkan kembali berdasarkan pernyataan-pernyataan para ahli dibidangnya. Banyak cara yang dapat dilakukan agar menjadi manusia yang berliterat. Bermula dari membaca teks dan menulis ulang apa yang telah dibaca akan tetapi lebih baiknya apabila dipahami terlebih dahulu sebelum pada akhirnya kita meniru. Dan semuanya berawal dari baca-tulis.
The Literacy --> Writing is a matter of lighting our selves.
The Literacy -->  The love of knowledge.

Berliterasi merupakan suatu aktivitas yang dimulai dari rasa cinta dan sukaterhadap baca-tulis yang pada akhirnya akan mencerahkan diri kita karena berliterat itu tidak pernah NETRAL dari dalam diri seseorang. Dari literasi itulah akan melahirkan suatu ideology dalam kehidupan kita dimasyarakat.

“like the historian critical linguist aims to understand the values which underpin social, economic, and political formation, and diachronically, changes in values and changes in formation.”
                                                                                     -Fowler (1996: 10)-
“Ideology is of course both a medium and an instrument of historical processes.”
-Fowler (1996: 12)-
Ideology disini merupakan suatu anugerahdari Tuhan yang ada pada setiap insane baik tertulis maupun tidak, yang berupa (berbicara, menulis, mendengar, melihat) dan upaya menggabungkan dari semua aspek tersebut.  Yang pada akhirnyaakan dikembalikan kepada individu masing-masing apakah mereka bersedia mengembangkannya atau tidak.

“Ideologi is omnipresent in every single text”
                                                                                               -Fowler: 1996-

“ Text productions is never NEUTRAL”
                                               -Fairclough: 1989; 1992; 1995; 2000; Lehtonen 2000-

“Literacy is never NEUTRAL”
                                                                                     -Al-Wasilah 2011; 2012-


“Literacy practices as ‘the general cultural ways of utilizing written language which people drawn on in their lives.”
                                      -Barton and Hamilton: 1998: 6; Ken Hyland 2009: 49-

“…while these practices are ‘what people do with literacy.’ they are rather abstract as they refer to not only reading writing but also the values, feelings and cultural conceptions that give meaning to these uses.”
                                                              -Street, 1995: 2; Ken Hyland 2009: 49-

Dari berbagai pandangan ilmuwan di atas begitu eksplisit menjelaskan mengenai literacy. Literasi tidak pernah lepas dari kehidupan sehari-hari, maka dari itu disebut literacy practices. Peran reading-writing sangat diutamakan karena keduanya merupakan pondasi dari literasi untuk menjadi manusia yang berliterat. Masyarakat selalu berupaya untuk memahami dan memaknai tiap teks sehingga muncullah ideology yang kemudian disebut sebagai “literacy events”.

“Literacy events are observable eposides where literacy has a role usually there is a written texts, or text, central to the activity and there may be talk around the text. Event are observable episodes which arise from practices or are shaped by them. The notions of events stresses the situated native of literacies. That it always exits in a social context.”
                                                                       -Barton and Hamilton (1998: 7)-

Teks yang dihasilkan dan digunakan dalam perbedaan dalam setiap peristiwa adalah suatu kunci aspek dalam pembelajaran literasiu. Banyaknya asumsi yang menyatakan bahwa writing akan selalu berasosiasi dengan berbagai aspek dan ‘culturalactivity’ sehingga selalu membutuhkan cara baru untuk bias berliterasi.


“Investigating literacy as practice involves investigating literacy as ‘concrete human activity’, not just what people do with literacy, but also what they make of what they do, the values they place on it and the ideologies that surround it”
                                                    -Baynham (1995: 1) ; Ken Hyland :2009: 5)-

Kegiatan baca-tulis tidak akan pernah lepas dari dunia pendidikan terutama perkuliahan, maka dari itu hal ini menjadi salah satu instrument penting dalam pembangkitan rasa literasi yang hamper tercurahkan. Setiap hari orang-orang melakukan kegiatan literasi (literacy practices), bagaimana mereka berliterasi untuk mengatur atau mengontrol dan merasa enjoy atau nyaman dengan tempat tempat tinggal mereka atau keseharian mereka. Mengenai praktek literasi, baca penegasan dari Barton et al di bawah ini:

“To draw open the richness and complexity of people lives and social practices we used many tools common in qualitative research. These included participant observation with detailed field notes; in depth and repeated interviews, and both structured and unstructured; case studies which focused on particular issues an detail and over time; photography and video-recording people’s practices and working with them to record their own; collecting images and documents, as well as examples of free-writing, poems and rap. This enabled us to gather different types of data and allowed us to see complexity, multiple values, different positions, opposing perceptions, and different identities in different contexts.”
                                           -Barton etal (2007: 39); Ken Hyland 2009: 203-

Dari Barton et al juga menemukan perbedaan cara laki-laki dan perempuan berliterasi berdasarkan usianya, dan terdapat tiga tujuan pendekatan (Ken Hyland; 2009: 204):
·         For finding out and learning about things: semuanya berawal dari hobi dan ketertarikan terhadap reading. (one participant followed-up her reading by writing applications fro grants and voluntary work posts).
·         For life porposes : mencakup keterampilan kegiatan terhadap baca-tulis.
(one created hand-made greetings cards, another kept a diary, wrote poems and found it easier to communicate with peers through writing than speaking, and a third catalogued his CD collection on computer).
·         For literacy learning through everyday events. : melakukan baca-tulis untuk mendapatkan sesuatu sesuai dengan apa yang telah dilakukan.

Reading-writing merupakan salah satu kepntingan bagi individu untuk menjadi mahluk yang berliterat dan juga sebagai wujud pengekspresian diri. Dan yang lebih penting ialah sebagai modal awal berinteraksi dengan yang lain. Lapangan untuk belajar berliterasi ialah dengan meliputi kegiatan writing ‘sebagai bentuk praktek social. New Literacy Studies (NLS) menunjukkan bahwa menulis merupakan kegiatan manusia yang kompleks dan tidak terikat oleh waktu dan tempat (Ken Hyland: 2009: 209).
Dapat dipahami jika literate kadang diartikan sebagai educated (Al-Wasilah 2012: 159). Zaman sudah semakin edan dan pendidikan dasar tidak cukup mengandalkan kemampuan baca dan tulis mereka.
Dari berbagai penjelasan di atas, dapat ditarik kesimnpulan bahwa kita harus tetap berevolusi dalam mewujudkan manusia yang berliterat. Literasi selama bertahun-tahun selalu dianggap sekedar persoalan psikologis yang berkaitan dengan kemampuanmental dan keterampilan baca-tulis (Al-Wasilah: 2012: 159) padahal sudah jelas literasi sangat diperlukan dalam kehidupan kita sehari-hari terutama bagi penerus bangsa.

Referensi :
-          Hyland, K (2009). Teaching and Researching Writing. PEARSON
-          Alwasilah, A.C (2012). Pokoknya Rekayasa Literasi. Bandung: Kiblat Utama


0 comments:

Post a Comment