Tuesday, March 4, 2014


                                                                     Language in Use



5th meeting of writing and composition 4. Setelah mendapat kritikkan dan komentar pedas mengenai hasil tulisan critical review yang pertama, beberapa dari mahasiswa ternyata masih banyak yang memiliki kekurangan dalam hal menjelaskan classroom discourse dan generic structure penulisannya. Untuk itu pada class review kali ini, mahasiswa diharapkan audah menyajikan sesuatu hal yang besar untuk memperbaiki critical review yang pertama, dengan melakukan revisi-revisi secara menyeluruh tentang kesalahan pada critical review pertama, dan menambahkan pembahasan mengenai classroom discourse. Berdasarkan critical review pertama, terdapat banyak kesalahan pahaman dalam pembahasan, mahasiswa tidak menjelaskan mengenai classroom discourse pada artikel yang ditulis Prof. Chaedar “classroom discourse to foster religious harmony”, juga dalam hal generic structure yang tidak diimplisitkan secara jelasdan tidak sesuai dengan silabus.
Classroom discourse itu mencakup sebuah analisis suatu kelas. Menurut Graham Nuthall, mengatakan bahwa pembelajaran awal sistematis mengenai classroom discourse terjadi pada tahun 1910 dan digunakan stenograf untuk membuat rekaman secara bersambung mengenai perbincangan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dikelas. Kemudian menurut George Aditjondro menyatakan tidak hanya menganalisis kelas, guru dan siswa juga harus menganalisis dan mengerti mengenai perbedaan agama, etnis, gender, karena hal tersebut dianggap penting untuk menganalisis suatu kelasK
Kelas bisa berguna untuk membahas classroom discourse analysis. Dicourse itu didefiniskan sebagai language-in-use dan discourse analysis, yaitu sebuah pembelajaran mengenai bagaimana language-in-use itu memiliki efek yang bersifat context jika digunakan. Dalam suatu kelas, context bisa dibangun dari berbicara atau percakapan dalam pembelajaran, untuk para siswa yang berguna untuk kehidupan sosialnya, untuk sejarah institusi sekolahnya. Discourse analysis dalam kelas menjadi critical classroom discourse analysis ketika guru mendapati efek seperti variable dari context yang menjadi pertimbangan analisis.
Istilah classroom discourse memiliki tujuan untuk menciptakan sebuah kelas yang bisa berinteraksi satu sama lain baik guru terhadap siswa dan siswa terhadap siswa, dan selalu merujuk pada persoalan bahasa yang guru dan siswa gunakan untuk berkomunikasi satu sama lain dalam suatu kelas. Padahal, percakapan atau berbicara merupakan suatu media untuk berkomunikasi dalam kelas, yang biasa menjadi persoalan ketika ingin mengaplikasikan suatu proses komunikasi satu sama lain adalah perbedaan agama, perbedaan background setiap siswa, perbedaan etnis, dan perbedaan gender.
Interaksi verbal antara guru dan siswa memiliki struktur dasar yang sama disemua kelas, dan disemua tingkatan kelas. Pada dasarnya, guru mengajukan atau memberikan sebuah pertanyaan, kemudian satu atau dua siswa mencoba untuk menjawabnya. Setelah itu guru mengomentari jawaban siswa atau biasanya guru hanya merangkum jawaban yang sudah dipaparkan oleh siswa. Guru sebagai penentu pergerakkan kelas, yang harus menciptakan interaksi yang efektif apabila memperhatikan factor-faktor yang mempengaruhi seperti penjabaran tujuan, memberikan motivasi kepada siswa, penggunaan model pembelajaran, dan juga mengenai perbedaan individu.
Dalam situasi kelas, terdapat beberapa ideology atau nilai yang berasal dari background atau latar belakang siswa yang berbeda-beda. Latar belakang itulah yang membentuk kepribadian siswa, yang kemudian ideology muncul dan berkembang. Dengan kata lain, setiap siswa memiliki sudut pandang atau pendapt yang tidak selalu sama dengan siswa lainnya. Pola dalam bentuk interaksi siswa yang terjadi ketika didalam dan diluar kelas pun berbeda-beda. Ada yang pola interaksinya sangat baik dalam ataupun diluar kelas, ada yang hanya didalam kelas saja, dan ada yang sangat baik diluar kelas saja. Interaksi yang terjadi tidak selalu berujung pada keharmonisan, terkadang terdapat tensi-tensi yang membuat siswa merasa tidak selalu nyaman dengan suasana kelas dan terkadang sebaliknya.
            Mungkin seperti itulah gambaran atau deskripsi mengenai classroom discourse yang secara umum melibatkan tigas aspek penting, yaitu pastisipan (guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa), aktifitas interkasi yang bias berhubungan dengan jarak, status social, dan lain sebagainya. Kemudian focus pembelajaran yang mencakup topic atau materi dari guru. Classroom discourse selalu melibatkan teks dan konteks, terdapat pola interaksi yang sangat kompleks, dengan melibatkan latar belakang atau background setiap siswa yang berbda-beda dan komunikasi yang sangat variatif (baik formal, maupun non-formal) dan memiliki tujuan sama, yaitu setiap siswa mampu menjalankan aspek kognitif (kecerdasan intelektual), aspek afektif (kecerdasan emosional, dan psikomotorik (kecerdasan social).

0 comments:

Post a Comment