Wednesday, March 12, 2014



The 5th Class Review
One More, Konteks!


Sedikit menguak lebih sedikit tentang konteks dan teks sebelum membahas tentang tabir Amerika. Dalam class review yang ke-4 kemarin, banyak kekurangan dalam hal penulisannya, terutama tentang penjelasan text dan context.  Disini saya akan sedikit mengungkap tentang teks dan konteks menurut Mikko Lehtonen dalam bukunya yang berjudul “Cultural Analysis of Textspada tahun 2000.
Texts as physical being and semiotic beings, terjalin di dalam teks yang mendesak untuk dilakukan. Teks memanglah physical being yang ada dalam beberapa bentuk sehingga menjadi semiotic beings. Sebaliknya, teks bisa jadi hanya semiotic beings ketika mereka memiliki persamaan bentuk fisik. Sederhananya, teks merupakan komunikatif artefak, manusia yang memproduksi instrumen dalam komunikasi. Sebagai artefak, teks diproduksi melalui alat bantu teknologi. Sedangkan teks sebagai semiotik atau sistem tanda. Menurut Ferdinand De Saussure, sistem tanda terbagi dua, yaitu signifier dan signified. Signified adalah citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam fikiran, sedangkan Signifier adalah kesan makna yang ada dalam fikiran atau pemaknaan pada signified.
Baiklah, memulai memasuki dunia contexts. Konteks tidak akan ada atau hidup sebelum penulis atau teks itu sendiri, baik penulisnya maupun teksnya. Secara harfiah makna, konteks adalah kawan-kawan teks yang selalu bersama dengan teks, yaitu konteks. Konteks juga bisa berarti bahwa ketergantungan pada konteks, seperti penakut, dll. Konteks termasuk semua hal atau faktor bahwa penulis dan pembaca membawa ke dalam proses pemaknaan. Dalam hal ini, Guy Cook berpendapat bahwa conteks termasuk semua hal di bawah ini:
1.      Substance: the physical material which carries or relays text. Yang berarti hakikat yang dibawa atau disampaikan teks.
2.      Music and pictures.
3.      Paralanguage: meaningful behaviour accompanying language, such as
voice quality, gestures, facial expressions and touch (in speed), and choice
of typeface and letter sizes (in writing)
4.      Situation: the properties and relations of objects and people in the vicinity
of the text, as perceived by the participants
5.      Co-text: text which precedes or follows that under analysis, and which
participants judge to belong to the same discourse
6.      Intertext: text which participants perceive as belonging to other discourse,
but which they associate with the text under consideration, and which affects
their interpretation
7.      Participants: their intentions and interpretations, knowledge and beliefs,
interpersonal attitudes, affiliations and feelings . . .
8.      Function: what the text is intended to do by the senders and addressers, or
perceived to do by the receivers and addressees.
Dalam 8 parameter tersebut, Guy Cook juga berpendapat bahwa konteks merupakan faktor eksternal dalam teks, seperti situasi, pembaca, fungsi – yang sangat kuat memperlihatkan hal tersebut ke dalam tekstual yang biasanya terhitung di dalam teks. Formation meaning yang ada di dalam teks merupakan tekstual meaning, yang berarti bahwa potensi yang mewujudkan menurut apa macam penelitian kontekstual pembaca yang mereka gunakan dan bagaimana mereka memproduksi pengertian di dalam teks mereka baca bergantung pada penelitian. Dalam praktiknya, kita tidak bisa memisahkan teks ataupun konteks. Hal ini disebabkan bahwa pembaca lah yang memproduksi makna, mereka tidak hanya sekedar membaca tetapi juga bagaimana apa yang mereka baca tersebut dapat difahami. Apapun teksnya, pembaca selalu merealisasikan dialog dengan teks tersebut. Pemisahan pertanyaan dialog antara teks dengan konteks jika mereka sebagai interior dan eksterior. Akan tetapi, dialog seharusnya ada dalam eksterior teks, tetapi mendefinisikan kesanggupan peribahasa dan pemahaman mereka dalam mengalokasikan interior dalam teks.
Dialog, seperti halnya tekstual dan kontekstual factor yang mendorong rintangan antara teks dan konteks. Garis antara teks dan konteks adalah belum terbentuk, namun mengambil bentuk dari negosiasi (meaning negotiation) pembaca dengan teksnya. Dengan demikian, garis antara teks dan konteks berubah dan tidak stabil, serta untuk menutupi hal tersebut, ada beberapa perbedaan level.
Menurut Mikko Lehtonen (2000: 115), konteks bermain pada role yang sangat esensial. Konsep dari konteks itu sendiri dapat menentukan kekuatan aktivitas pembaca. Konteks terarah pada makna yang dibuat tidak hanya dalam aktivitas secara tradisi yang mempertimbangkan makna tetapi juga menerima teks. Membaca sebuah teks sama halnya dengan memberi makna untuk menyanggupi makna dan berinteraksi dengan teks. Jadi, dapat dikatakan bahwa semua aktivitas reading adalah re-reading, re-production teks melalui proses membaca.
            Baiklah, berlanjut ke Key Issues in Writing Research and Teaching (Hyland :2002; 45). Pertama saya akan sedikit membahas tentang konteks menurut Hyland. Terkait dengan konteks, cara kita memahami tulisan akan berbeda, tergantung konteksnya. Kita mengetahui bahwa makna bukanlah sesuatu yang berada di kata-kata lalu kita tulis dan dikirim ke orang lain, tetapi makna diciptakan dalam interaksi (dialog) antara penulis dan pembaca karena mereka memahami kata-kata ini dalam jalan yang berbeda. (Contexts)
Kedua, menulis, bersamaan dengan membaca merupakan kegiatan literasi. Bagaimana kita mengaktualisasikan bahasadalam kehidupan sehari-hari. Konsep modern literasi menganjurkan kita untuk melihat bahwa “Writing as a social practice” menulis sebagai praktek social lebih dari pada kemampuan yang abstrak dari orang dan tempat dimana kita menggunakan teks. Scribner dan Cole (1981;236) menuturkan bahwa literasi tidak hanya mengetahui bagaimana membaca dan menulis sebuah partikel naskah tetapi menerapkan pengetahuan untuk tujuan dalam konteks spesifik yang digunakan.hal itu sangat bermanfaat dalam mempertimbangkan aturan literasi sebagaia penolong kita untuk memahami bagaimana orang membuat pendirian dalam hidup mereka melalui praktek rutinitas membaca dan menulis. (Expertise)
Ketiga, ide juga mempengaruhi dalam pratek literasi pengalaman seorang penulis pasti berbeda, yang akan mempengaruhi linguistic mereka,. Dalam hal ini, seharusnya guru harus mempertimbangkan budaya mana yang akan dimainkan oleh siswanya dalam menulis. Menurut (Lantolf: 1999), budaya merupakan pemahaman sebagai pembawaan menurut sejarah dan jaringan makna yang memperbolehkan kita untuk memahami, mengembangkan dan mengkomunikasikan pengetahuan kita dan kepercayaan tentang dunia. Implikasinya adalah bahasa dan pengajaran memungkinkan untuk melepaskan diri menuju budayanya, karena nilai budaya mereflesikan dan membawa bahasa, serta budaya sebagai jalan bantuan untuk kita mengorganisasikan persepsi dan pengharapan. (Culture)
Keempat, Genre merupakan hal yang paling penting dalam konsep bahasa pendidikan. Dalam hal ini, ada 3 pendekatan menurut (Hyon, 1996; Johns, 2002), dan saya hanya mengambil satu saja, yaitu Sistemic Functional Linguistic memandang bahwa tahap, tujuan proses social (Martin, 1992: 505) menentukan tujuan dan sebagai akibat dari perbedaan karakter genre, serta mereflesikan dari perhatian Halliday dengan jalan bahasa yang sistemnya terkait dengan konteks. Genre adalah proses social karena anggota budaya berinteraksi untuk meraih tujuan mereka. Tujuan karena mereka terus mengembangkan untuk meraih sesuatu dan tahapan karena makna dibuat dalam langkah yang bisanya diambildari penulis lebih dari satu langkah untuk meraih tujuan. Ketika pengaturan teks membagi bebrapa tujuan, mereka akan sering membagikan nya dalam struktur yang sama. (Genre)
            Kelima, untuk menjadi orang yang berliterat, maka kita juga harus mengetahui dan terbiasa dengan media elektronik. Banyak hal yang penggunaannya seperti pengiriman surat. Hal ini dapat meningkatkan kita untuk merubah pembuatan tulisan kita, terutama proses formatnya. Serta, kita bisa mengkombinasikan teks tertulis dengan audio visual dengan mudah, dll. (Technology)
            Keenam, identity. Dalam hal ini, penulis tidak membuat representasi diri mereka tetapi membuat pilihan dari penelitian budaya yang tersedia. Identity juga, berarti variasi “selves” penulis yang berusaha keras dalam perbedaan konteks, proses koneksi komunikasi, tanggung jawab mereka untuk menguatkan relasi atau hubungan.
            Itulah penjelasan tentang konteks dan key issues. Berlanjut ke topic penemu benua Amerika, bagaimanakah kebenarannya? Sebenarnya, sebelum Columbus berangkat berlayar, ia adalah seorang penjahat yang telah memerkosa seorang Ratu Spanyol, Isabella. Bisa kita imajinasikan sebelum berangkat saja, sudah menjadi penjahat, ditambah dengan kesombongannya yang telah menemukan benua Amerika. Padahal benua tersebut sudah diinjakkan oleh Cheng Ho sekitar 500 tahun sebelum Columbus. Penamaan manipulasi penemu benua Amerika adalah dirinya sendiri. Dalam hal ini, banyak bukti dan pengakuan Columbusnya sendiri tentang penemuan benua Amerika, seperti di bawah ini:
“Mereka membawakam kami burung beo, bola kapas dan tombak dan banyak hal lainnya sebagai hadiah.  Mereka rela memperdagangkan segala yang mereka miliki … Mereka tidak memanggul senjata, padahal saya menunjukkan pedang. Mereka tidak memiliki besi. Tombak mereka terbuat dari tebu … Mereka akan dengan mudah kami taklukan menjadi budak…. Dengan lima puluh orang saja, kita bisa menundukkan mereka semua dan membuat mereka melakukan apapun yang kita inginkan.”
Columbus juga menulis, “Saya percaya, bahwa mereka akan dengan mudah menjadi orang Kristen buatan, karena sepertinya mereka tidak beragama.”
            Dengan demikian, kita tahu bahwa Columbus adalah penjahat, penjajah, pembunuh, genosid, dll. Oleh karenanya, kita tidak boleh mempercayai saja bahwa kebenaran selalu benar. Kebenaran tidak selalu benar, kita harus mengamati dan teliti lagi dalam menerima informasi. Terkait dengan teks dan konteks, keduanya tidak bisa dipisahkan satu sama lain, karena dengan adanya teks dan konteks itulah, reader dan writer dipertemukan, sehingga adanya interaksi diantara mereka.


completed. Alhamdulillah  ^__^


0 comments:

Post a Comment