Saturday, March 1, 2014

10:51 PM
2
“Never be afraid to raise your voice for honesty anf truth and compassion against injustice and lying and greed.
If people all over the world...would do this, it would be change the earth”
by William Faulkner

Banyak orang bilang zaman ini zaman edan. Zaman dimana manusia sudah mulai tidak saling percaya satu sama lain. Mereka hidup dengan hanya mementingkan kelompok mereka dan ideologi yang mereka usung. Berbagai cara pun rela mereka lakukan demi memuluskan misi kelompok mereka. Memanipulasi sejarah adalah salah satu cara yang sering mereka lakukan. Mereka melakukan itu guna menciptakan citra bagi baik kelompok mereka atau menjatuhkan kelompok lainnya.
Tidak terhitung lagi banyaknya peristiwa di dunia ini yang merupakan hasil dari manipulasi. Salah satunya adalah soal manusia pertama yang mendarat di bulan. Pada tahun 1969, Neil Amstrong dari NASA dengan pesawatnya “Apollo XI” berhasil mendarat dan mengibarkan bendera Amerika Serikat di bulan. Kabar tersebut pun langsung menyeruak ke seantero dunia, hingga membuat Uni Soviet yang merupakan musuh bebuyutannya dalam perang dingin merasa dinjak-injak. Namun setelah lebih dari tiga dekade, keabsahan peristiwa itu pun mulai dipertanyakan. 
Sebagian besar orang belum sepenuhnya mempercayai bahwa NASA benar-benar mendaratkan manusia ke bulan. Itu disebabkan karena beberapa hal, diantaranya penguasaan teknologi yang belum memadai saat itu, dan lain-lain. Mungkin karena ambisinya untuk memenangkan perang dingin inilah yang membuat Amerika kemudian membuat suatu “kecurangan” dengan sebuah proyek rekayasa yang mengambil setting pendaratan di bulan tersebut. Satu fakta yang membuat Amerika “geram” dan melakukan rekayasa tersebut adalah kabar keberhasilan Soviet yang telah mengorbitkan Vostok 1-nya bersama Yuri Gargarin, sebagai manusia pertama yang berhasil melakukan perjalanan ruang angkasa.
Kebohongan pendaratan itu pun pernah ditayangkan dalam sebuah acara di TV FOX-5 dengan menunujukan fakta-fakta bagaimana “tipuan” super canggih itu dibuat dengan banyak sekali kelemahan dan kengawurannya, misalnya : dari gerakan para astronot dan kendaraan yang dipakai di bulan, sama sekali tidak terlihat mereka berada di ruang hampa anti gravitasi, bahkan bendera Amerika pun terlihat berkibar padahal di bulan tidak ada atmosfer sehingga tidak mungkin bila disana terdapat angin. Bahkan para pakar fisika pun mengatakan, sampai sekarang (dengan teknologi canggih saat ini pun) mereka tidak yakin manusia akan bisa bebas dari pengeruh radiasi di angkasa luar yang hampa udara itu.
Foto-foto yang dipublikasikan oleh NASA pun dianggap foto palsu setelah diuji oleh banyak pakar fotografi. Pada bayangan foto astronot Apolo XI terlihat banyak sekali titik (spot) yang berarti memakai pencahayaan dari banyak sumber, sementara sumber cahaya di bulan seharusnya hanya dari arah matahari. Lebih mengejutkan lagi, ternyata banyak astronot yang dibunuh karena tahu banyak soal ini. Mereka takut jika para astronot itu buka suara dan dapat menjatuhkan mereka. Pada intinya dalam acara tersebut NASA dianggap sebuah organisasi yang menyebarkan kepalsuan dan juga organisasi yang penuh dengan manipulasi bahkan dengan banyaknya kriminalitas yang dilakukan mereka, pantaslah bila NASA dianggap salah satu organisasi terkejam dan paling mematikan di dunia.
Kasus diatas tidak jauh beda dengan salah satu kasus yang dikritisi oleh Howard Zinn lewat artikelnya yang berjudul “Speaking Truth To Power With Book”. Dalam artikelnya beliau mengkritik soal kebohongan Colombus yang dianggap sebagai penemu benua Amerika. Selain itu dalam artikelnya juga beliau memperingatkan pada pembaca agar tudak begitu saja percaya pada buku yang mereka baca. Buku tersebut harus dapat dipertanggung jawabkan sebagai bukti sah atau keabsahannya serta memiliki referensi yang jelas.
Speaking Truth To Power itu sendiri sebenarnya adalah sebuah frasa terkenal yang berasal dari Quaker. Frasa tersebut pertama kali dipublikasikan olehnya pada tahun 1955 dalam sebuah pamflet. Melalui frasa tersebut beliau ingin mempromosikan pasifisme, dengan keyakinan bahwa cinta bisa mengatasi kebencian. Itu kemudian diartikan sebagai “berbicara kepada mereka yang berwenang” dan sekarang frasa tersebut digunakan dalam politik dan aktivisme Hak Asasi Manusia (HAM).
Secara garis besar, Speaking Truth To Power  mengajarkan kita untuk bisa berperilaku jujur kebenaran suatu kenyataan yang mungkin tidak diketahui orang-orang di seluruh dunia. Terutama masalah sejarah peradaban manusia yang perlu dibenahi. Belakangan ini banyak penulis yang sudah tidak lagi menulis secara objektif. Seperti yang saya katakan diatas, saat ini banyak orang yang hidup untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya saja. Pada kasus Neil Amstrong contohnya, meskipun banyak media serta masyarakat dunia yang menghujatnya, namun sebagian rakyat Amerika bahkan presiden Barack Obama sekali pun menganggap bahwa Amstrong adalah pahlawan bagi bangsa mereka. Mereka menuliskan segala sesuatu soal Amstrong lewat tulisannya, tidak peduli bahwa tulisan yang mereka tulis itu adalah fakta atau hanya bualan belaka.
Begitu pun pada kasus Colombus, Pelaut yang bernama lengkap Christopher Columbus atau dengan nama Italia-nya Cristoforo Colombo diklaim sebagai orang pertama yang mengarungi jalur Atlantik lalu menemukan benua Amerika. Hal ini selama ratusan tahun masih dianggap sebuah fakta yang tak terbantahkan. Namun sayangnya hal tersebut mulai diragukan, sebab orang yang pertama kali datang menemukan benua Amerika adalah nenek moyang asli bangsa Amerika. Mereka mungkin menyeberang ke Amerika melalui Rusia dan Alaska sekitar 12.000 tahun yang lalu. Sedangkan Colombus baru mendarat di Amerika pada abad ke-15 sudah tentu tidak mungkin bila Colombus adalah orang pertama yang menemukan benua tersebut.
Diskusi penemuan benua Amerika oleh orang-orang Eropa, Afrika, atau Asia, sebenarnya adalah penghinaan terhadap sejarah masyarakat asli benua tersebut. Keberanian dan sejarah mereka sangat tidak dihargai dan tidak dinilai apabila teori Columbus sebagai penemu benua Amerika adalah fakta yang hakiki. Para penulis eropa bahkan dunia banyak yang mengatakan bahwa colombus adalah pahlawan sebab penemuannya bisa jadi memberikan banyak sekali manfaat bagi masyarakat terutama bangsa eropa. Namun itu sangat berbalik 180 derajat bila sang penulis berasal dari masyarakat asli benua Amerika, selama ratusan tahun masyarakat benua tersebut dijajah oleh berbagai bangsa dari eropa mulai Inggris, Perancis, Spanyol, Belanda, hingga Portugal. Bukan hanya menjajah tapi mereka juga membantai ribuan bahkan jutaan penduduk asli benua tersebut. Itu bisa terlihat dengan sedikitnya warga di benua tersebut yang berras asli amerika. Sebagian besar ras mereka bahkan bahasa mereka adalah berasal dari berbagai bangsa di eropa. Sehingga tidak salah bila bagi penduduk asli amerika, Colombus adalah tak lebih dari sebuah pendiri reaktor nuklir yang kemudian dengan sengaja ia ledakan dan ahlasil lewat perbuatannya dia membunuh ratusan jiwa guna mencapai egonya sendiri.
Sebagai seorang pembaca seharusnya kita sudah mulai bersikap kritis, sebab sangatlah naif bila hanya dengan membaca sebuah buku saja kita langsung percaya dengan apa yang kita baca. Kita tidak bisa mengklaim bahwa sesuatu yang ditulis dalam buku itu benar adanya, tanpa adanya rujukan buku lain.  Kita baru akan tau benar atau salahnya isi dalam buku tersebut, jika kita membaca buku-buku yang lainnya yang merujuk kepada buku yang telah dibaca sebelumnya, dan seterusnya seperti itu. Seperti contohnya kasus Colombus atau Neil Amstrong diatas, masyarakat bisa tahu sesuatu yang sebenarnya setelah membaca buku. Namun itu hanya berlaku bagi mereka yang membaca dengan rujukan buku lain.  Howard Zinn lewat artikelnya pun pernah menulis soal kekuatan sebuah buku yang dapat mengubah pemikiran manusia. Dengan kata lain, buku bisa merubah pemikiran dan kesadaran seseorang akan suatu hal yang Ia baca dan pastinya juga dapat menunjukan kebenaran atau kesalahan.
Semua peristiwa di dunia ini terutama sejarah mungkin saja akan menjadi salah ketika orang yang membacanya lebih teliti serta cermat dan mencari referensi dari buku lainnya. Itu dikarenakan setiap penulis memiliki ideologi atau sudut pandang masing-masing terhadap suatu peristiwa. Pada peristiwa G30S saja, kita tidak bisa menyamakan tulisan apa yang ditulis oleh orang-orang Soekarno dan orang-orang Soeharto. Tulisan mereka jelas sangat berbeda, tulisan mereka pastinya tidak sedikit yang hanya membenarkan kelompok mereka dan menjatuhkan kelompok lawan. Dengan kata lain mereka menulis untuk bisa mempengaruhi masyarakat bahwa kelompok merekalah yang benar, tanpa kita tahu apakah yang mereka tulis itu fakta atau hanya rekayasa.
Lewat buku otobiografi Soeharto : pikiran, ucapan dan tindakan saya. Terbitan PT Citra Lamtoro Gung Persada tahun 1989. Presiden Republik Indonesia yang ke-dua ini berkomentar soal kejadian tujuh perwira TNI AD yang ditemukan tewas di lubang buaya lewat salah satu tulisannya “sebab itu saya mesti mengadakan tindakan yang cepat tetapi pasti. Saya mesti mengadakan pengejaran, pembersihan dan penghancuran.” Beliau yang saat itu menjabat sebagai Mayjen TNI AD sangat marah dengan apa yang telah dilakukan oleh PKI. Namun, perbedaan terjadi antara beliau dan Presiden Soekarno. Bung karno mengatakan bahwa kejadian G30S hanyalah sebuah peristiwa yang biasa terjadi di era revolusi bahkan beliau mengibaratkan peristiwa tersebut seperti sebuah riak kecil di samudera.
Perbedaan lain pun muncul saat ada kabar soal keterlibatan AU dalam peristiwa tersebut. Soeharto sangat tidak terima dengan apa yang dilakukan oleh angkatan yang masih setubuh dengannya itu. Namun lagi-lagi Soekarno tidak dengan mudah membenarkan soal keterlibatan tersebut. Sehingga muncul lah spekulasi bahwa Soekarno yang saat itu mengenal baik tokoh-tokoh PKI terlibat dalam peristiwa tersebut. Dan melalui tulisannya, pak Harto cukup mampu mempengaruhi masyarakat soal apa yang terjadi dengan G30S dan menganggap bahwa Soekarno adalah komunis dan terlibat dalam peristiwa ini.
Dari penjelasan diatas, buku tidak lah menjadi sesuatu yang hanya dapat menambah pengetahuan. Tapi juga dianggap sebagai sesuatu yang mempengaruhi hidup seseorang bahkan bisa mengubah pandangan masyarakat suatu negara hingga dunia. Memang tidak semua isi dalam buku itu benar, tetapi paling minimal sekali adalah kita bisa belajar mencari kebenaran atau fakta dari sebuah buku lewat membaca lebih banyak buku  untuk dijadikan referensi.
Peristiwa-peristiwa di masa lampau atau khusunya sejarah sudah sedikit yang dianggap otentik. Itu disebabkan pengaruh besar yang diberikan penguasa saat itu akan peristiwa tersebut. Muatan politik pun banyak dimasukan dalam berbagai peristiwa demi sebuah pengakuan masyarakat akan apa yang mereka lakukan. Selain itu, penyebab lainnya adalah kurang sadarnya masyarakat saat itu soal pentingnya menulis untuk membuat peristiwa itu abadi. Ketika suara diproduksi maka akan langsung hilang pada saat itu juga. Hal tersebut bisa diimplikasikan pada Sejarah. Sejarah jika hanya direpresentasikan melalui mulut ke mulut tanpa ditulis, ia akan hilang atau mungkin dimanipulasi seperti yang banyak kita temui belakangan ini.
Hilangnya tokoh dalam sejarah pun sering kita temui dalam berbagai buku. Entah itu adalah bagian dari manipulasi atau memang penulis tidak tahu. Sebagai contoh, banyak tokoh-tokoh muslim yang meneluarkan banyak sekali penemuan dalam berbagai bidang mulai dari bidang ilmu pengetahuan, kesehatan, dan juga sosial. Namun sayangnya hanya sedikit bahkan jarang sekali orang yang mengetahuinya. Masyarakat saat ini seakan dibutakan oleh fakta, orang barat dengan kemampuan literasinya mampu mengobrak-abrik dan memutar balikan fakta. Dan tak jarang hasil penemuan-penemuan islam banyak yang diakui oleh bangsa eropa sebagai penemuan mereka.
Selama abad pertengahan, sejarah peradaban dipenuhi oleh islam. Berkat keuletan kaum musliminlah maka ilmu pengetahuan dan falsafah yunani selamat dari kebinasaan, dan islam kemudian datang membangun  dunia Barat serta membangkitkan gerakan intelektual sampai pada pembaruan Bacon. Selama abad itu pula lah muncul banyak sekali ilmuan-ilmuan islam seperti, filosof terbaik yakni Al-Farabi, hingga matematikawan terbaik Abu kamil dan Ibnu Sina. Namun sayangnya nama mereka jarang terdengar padahal mereka sudah sangat banyak berjasa dalam dunia ilmu pengetahun.
Salah satu yang menyebabkan mereka tidak dikenal adalah karena hilangnya bukti-bukti terutama buku-buku karangan mereka yang hilang dirampas oleh pasukan salib dalam penaklukan pasukan islam di daratan eropa. Mereka merampasnya dan kemudian merekayasanya agar seolah-olah itu adalah penemuan ilmuan barat. Bahkan hingga saat ini, dunia barat tidak pernah berhenti berusaha menutup-nutupi segala bentuk fakta bahwa sesungguhnya tidak sedikit ilmuan islam yang menjadi pionir dari berbagai disiplin ilmu yang dikembangkan oleh ilmuan barat. Itu sebabnya kenapa nama-nama seperti di atas jarang terdengar kecuali bila kita serius berusaha mencari tahu tentang mereka dengan cara googling misalnya.
Bukan hanya di dunia barat, tokoh-tokoh pahlawan islam di Indonesia pun kadang tidak pernah dituliskan oleh buku-buku. Dalam perang kemerdekaan saja, hanya sedikit buku yang membahasa soal peran kaum santri atau kalangan religius. Sisanya hanya membesar-besarkan para Jenderal atau  politikus-polikus terkenal lainnya. Padahal tidak sedikit peran mereka dalam memerdekakan negara ini.
Seorang antropolog UNIMED Prof. Dr. Usman Pelly menyatakan bahwa hanya 50 persen fakta sejarah Indonesia yang benar, sedangkan separuh laginya penuh kebohongan. Pelly, mengatakan tidak sedikt fakta yang telah di korupsi oleh penggalang koruptor sejarah demi melanggengkan kekuasaan sebelum dan pasca kemerdekaan. Dengan adanya buku karangan Harry Poeze, lanjutnya, memberikan fakta sebenarnya mengenai gambaran pejuang kiri yang berkiprah dalam revolusi kemerdekaan seperti Tan Malaka yang ditulis pejuang berdarah minang itu dari penjara, karena tekanan dari penguasa.
Katanya sudah saatnya para akademisi melakukan pelurusan sejarah sebelum kemerdekaan. Dia menyayangkan tim pelurusan sejarah oleh pemerintah yang sempat terbentuk, didalamnya terdapat Ichwan Azhari. Pelly berharap para akademisi terdorong melakukan upaya pengungkapan sejarah yang lurus agar seperti Tan Malaka yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional dimasukan dalam buku sejarah di sekolah-sekolah. Sejarah Tan Malaka salah satu fakta sejarah sebelum kemerdekaan, yang terlarang untuk dibaca pada masa orde baru dan pemerintah saat itu menonjolkan komunisme versi penguasa untuk membentuk opini masyarakat terhadap sejarah yang dibelokan.
Melihat fakta tersebut sudah saatnya pemerintah dengan tegas melakukan yang namanya pelurusan sejarah. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. Saat bangsa itu malah memanipulasi sejarahnya, maka sama saja dengan mereka tidak menghargai dirinya sendiri.  Namun meluruskan sejarah pun bukanlah sebuah hal yang mudah apalagi dengan data yang sedikit, sulit rasanya untuk menguak suatu kebenaran.
Membaca pun pada akhirnya menjadi suatu hal yang wajib dilakukan oleh masyarakat. Membaca babad atau buku-buku lawas bisa jadi menjadi salah satu kunci dalam mebenarkan sejarah. Manipulasi sejarah sendiri disebabkan kurang kritisnya kita dalam menyikapi suatu peristiwa. Kita terlalu mangut pada pemerintah hingga kadang mau benar mau salah tapi itu dari pemerintah kita akan percaya begitu saja.
Seperti yang Howard Zinn katakan dalam artikelnya, buku adalah kekuatan. Menurutnya buku bisa mengubah dunia, bahkan dapat menjelaskan apakah sesuatu itu salah atau sesuatu itu benar. Saat kita masih tidak peduli dan tidak mau mebaca, maka kita hanya akan menjadi orang naif yang mudah diperdaya oleh siapa saja. 
Mayoritas masyarakat saat ini, lebih Cenderung membenarkan apa yang hanya mereka dengar dari petinggi ( pemerintah), padahal realitanya untuk membuktikan fakta tersebut kita juga harus membaca. Tidak hanya langsung melahap mentah-mentah konsep pembicaraan yang sudah terbangun tersebut, kita harus mengkonsep ulang dengan cara mengkritisi serta harus mencari referensi lain ( fakta dan bukti ) mengenai hal yang sedang dibicarakan tersebut. Dengan hal tersebutlah masyarakat mudah dimanipulasi oleh pemerintah.
Namun melihat fakta yang ada, dengan banyaknya oknum pemerintah yang memanipulasi sejarah sudah saatnya kita sebagai rakyat bangkit dan menunjukan kepedulian kita. Peduli akan suatu kebenaran dengan berkata jujur melalui buku, seperti yang sudah saya tulis diatas. Speaking truth to power kemudian diartikan sebagai “berbicara kepada mereka yang berwenang atau pada pemerintah” dan sekarang frasa tersebut digunakan dalam politik dan aktivisme Hak Asasi Manusia (HAM). Dan lewat artikel inilah Howard Zinn mengajak orang-orang untuk mengungkap suatu kebenaran tidak peduli apa yang kita lakukan itu melawan arus, tapi demi suatu kebenaran seharusnya kita mau berusaha dan mengungkapkan kenyataan yang terjadi sebenarnya.
Barkonas Fahmi pun pernah berkata, bahwa buku adalah bahan bakar perubahan. Dunia buku, dunia yang dipenuhi beribu misteri. Menelusurinya ibarat memecahkan teka-teki kehidupan yang tersimpan rapat dalam lipatan ruang dan waktu. Hanya karena sebuah buku, perubahan yang sedang digagas dan dicita-citakan bisa digapai, bisa diraih.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita sebagai generasi muda terutama mahasiswa benar-benar memanfaatkan buku dengan baik. Membaca banyak referensi buku, kemudian menilainya sekara kritis, lalu mengungkapkannya kembali dalam bentuk tulisan, agar kebenaran tersebut bisa dibaca oleh halayak lain. Karena hanya lewat buku lah kita bisa mengungkap suatu kebenaran yang belum terungkap dan menjadikannya sebagai bahan untuk menghentikan manipulasi dunia.

Daftar Pustaka
·         http://misteri-Sejarah-Amerika-Serikat-dalam-Film-Apocalypto.ANNEAHIRA.COM.htm
·         http://Facebook.com/note/di-bawah-panji-panji-agama/
·         http://Lifestyle.kompasiana.com/pendaratan-neil-amstrong-bohong

·         http://m.merdeka.com/peristiwa/perbedaan-perbedaan-bung-karno-dan-pak-harto-soal-g30s

2 comments:

  1. Generic structure kenapa ga diekplisitkan ya? karena kamu mengungkap mengenai pendaratan di bulan, lalu kenapa tidak mengaitkan sejarah dan literasi dengan gamblang saja? Sayang sekali artikel sebagus ini tidak diperkaya oleh pendapat dan teori yang dikemukakan oleh Lehtonen. Padahal dalam sejarah, teks adalah situs yang paling sakral dan sohih untuk digali.

    ReplyDelete
  2. Begitulah sejarah, ditulis sesuai keinginan penguasa saat itu. Jadi sangat gak mungkin juga kalau saat sekarang berharap pemerintah yang berkuasa meluruskan sejarah yang dibengkokan tersebut, karena mereka yg berkuasa saat ini in punya kepentingan untuk menuliskan sejarah mereka sendiri dengan menggnakan ilmu cocoklogi dan hajarlogi sesuai keinginan mereka sendiri....

    ReplyDelete