Tuesday, March 4, 2014



Classroom discourse yang lebih kita kenal dengan wacana belajar adalah kegiatan di mana seorang guru memiliki peranan paling penting dalam mengelola kelas.

Seperti kutipan dalam buku Besty Rymes (in press, 2008) tentang classroom discourse analysis. Dalam bukunya menerangkan tentang apa yang akan kita lakukan jika kita menjadi seorang guru, kita harus memikirkan apa yang harus kita perbuat untuk menciptakan sebuah interaksi di dalam kelas.
Sebagai seorang guru, ketika kita bercengkerama langsung dengan siswa maupun mahasiswa otomatis kita pernah bahkan akan merasakan ketidak nyamanan, mungkin karena pengalaman pertama dalam proses mengajar. Kita juga sebagai seorang guru harus mengetahui ketegangan maupun ketidak nyamanan yang mendasari hal tersebut guna mencari solusi atau kiat untuk kita gunakan dalam menangani sebuah rasa ketidak nyamanan maupun ketegangan yang terjadi di dalam kelas.
Apakah seorang guru maupun siswa harus belajar mengenai wacana kelas (classroom discourse)? Seperti yang kita ketahui bahwa wacana kelas ini begitu penting bagi siswa dan guru untuk membangun suatu komunikasi yang lancar dan suasana kelas maupun lingkungan yang harmonis.
Ketika seorang guru tidak dapat memenej kelas dengan baik, tidak dapat memahami setiap karakter siswa yang dibimbingnya, maka bisa dipastikan akan ada ketimpangan sosial, seperti diskriminasi suku, ras dan agama. Maka dari itu seorang guru dan siswa harus saling memahami demi membangun keharmonisan sosial.
Tujuan dari buku Besty Rymnes (in press, 2008) adalah untuk menyediakan guru dengan berbagai alat untuk menganalisis interaksi / pembicaraan mereka di kelas masing-masing terdapat empat alasan yang dapat dilakukan untuk menganalisis Classroom Discourse.
1.              Wawasan yang diperoleh dari analisis wacana kelas telah saling meningkatkan pemahaman antara guru dengan siswa. Saya setuju dengan pendapat di atas bahwa seorang guru  dan siswa harus saling terbuka, sehingga tercipta komunikasi dan pemahaman yang baik. Seorang guru yang baik pula akan menganalisis dan memahami setiap karakter siswanya. Kadangkala semua siswa itu tidak memiliki pemahaman yang sama dalam menyerap informasi yang diberikan oleh gurunya. Maka dari itu guru harus memberi penjelasan yang secara rinci agar dapat dipahami, terutama dalam membina siswa TK dan sekolah dasar.
2.              Dengan menganalisis wacana kelas sendiri, guru telah mampu memahami perbedaan lokal di kelas maupun generalisasi budaya lainnya. Ya, tentu saja seorang guru harus memahami karakter siswa yang di bimbingnya. Memahami suku, budaya, agama dan bahkan harus memahami setiap kemampuan siswanya. Mengapa demikian? Karena dalam satu kelas mustahil jika siswanya berasal dari suku, budaya dan agama yang sama.  Begitupun dengan kemampuan siswa, tidak menutup kemungkinan jika dalam suatu kelas terdapat siswa yang lambat dalam mencerna suatu pelajaran. Maka dari itu seorang guru harus bersabar dan mengajarkan siswanya dengan secara bertahap sehingga terjadi pernyataan pengetahuan.
Contohnya jika dalam satu kelas terdapat siswa yang masih belum mengerti mengenai suatu bab maupun materi, maka kita sebagai seorang guru harus  membantunya sampai ia benar-benar paham, bukan hanya diam dan malah memarahinya. Dari realitas yang terjadi dapa sistem pendidikan, guru hanya respek terhadap murid-murid tertentu saja yang menurutnya pandai sehingga lebih mudah ketika diberikan teori maupun bahasan pembelajaran yang baru.
3.              Toleran
Toleransi yang kita ciptakan dalam wadah pendidikan sangatlah bermanfaat dan memiliki efek yang baik. Bukan hanya guru, siswapun harus diajarkan rasa toleransi yang tinggi guna mengikis sekat-sekat yang secara kasat mata dibangun oleh rasa keegoisan individu maupun kelompok.
4.              Harmony
Ketika rasa toleransi yang tinggi tercipta dalam lingkungan pendidikan, sosial masyarakat dan individu, maka kerukunan antar umat akan tercipta pula. Masyarakat akan hidup berdampingan secara damai.



0 comments:

Post a Comment