Monday, March 31, 2014

Mencari Sesuatu yang Baru dengan Menulis
Pada pertemuan ketujuh ini, pembahasan diawali dengan pembahasan minggu sebelumnya. Pertama, yaitu mengenai paragraf pertama. Paragraf pertama harus terlihat banget. Terlihat disini bukan berarti dimaknai berdasarkan kasat mata, tetapi kita harus memunculkan inti tulisan atau biasa disebut thesis statement. Kedua, yaitu mengenai peer review. Masakan dan tulisan itu sama-sama memerlukan proses. Akan tetapi terdapat juga perbedaan. Bedanya masakan da tulisan itu, tulisan harus di peer review.
Hal yang perlu kita simak baik-baik yaitu dalam critical review yang sedang kita proses, kita harus memberi sinyal-sinyal tentang Howard Zinn dan Columbus dengan sesuatu yang baru. Terdapat 3 kata yang krusial, yaitu emulate-discover-create. Kemudian, mengenai affordances. Affordances itu merupakan sumber daya. Menulis itu banyak menggali diri dan mencari sesuatu yang baru. Menulis akan dapat menggali potensi makna, baik itu sejarah, politik, agama, dan lain sebagainya. Writing is semogenesis, yaitu making meaning practise.

Menurut Milan Kundera berkomentar (In L'Art duroman, 1986): Menulis itu menghancurkan dinding-dinding yang biasa dipakai untuk mencari sesuatu yang tersembunyi. Jika minggu lalu membahas mengenai histori dan linguis yang mana kesamaannya yaitu understanding value, sekarang mengenai poet/sastra.Kita itu cukup discover saja. Tugas kita yaitu uncovers/mengungkap. Kita akan mengungkap sesuatu yang disembunyikan. Sehingga, harus menolak asumsi yang benar.
Dalam membaca kita harus memerlukan sikap mempertanyakan, menanamkan praduga salah terhadap pikiran atau teori yang ada. Termasuk pikiran dalam upaya mencari berbagai kemungkinan dunia dan kebenaran lain, khususnya pwmbacaan yang bersifat teoritis. Artinya, membaca memerlukan proses berpikir, olah nalar dan tidak sekedar proses linguistik penerjemahan makna sebuah teks, tetapi secara aktif mencari berbagai kemungkinan  makna lain secara kritis.
Membaca adalah mencari makna yang ditawarkan oleh sebuah buku. Akan tetapi, makna itu tidak selalu dapat ditemukan di dalam teks itu sendiri. Boleh jadi makna itu berkembang diluar teks tersebut. Pembaca yang terjebak di dunia di dalam teks tidak mempunyai kekuatan untuk menentukan dunia di depan teks, dengan demikian tidak mampu menciptakan dunia baru dari pembacanya. Oleh karena itu, pembaca harus menciptakan sendiri dunia di depan teks tersebut.
Ada masa ketika pembaca teks dituntut untuk meragukan atau menanamkan praduga salah (melihat kesalahan, kekurangan, kekosongan, ketidaktepatan, kemandulan) sebuah teori, dan berupaya mengintrogasi teori-teori tersebut dengan menghadapkannya dengan realita yang ada. Sehingga dari proses introgasi ini dapat dibentangkan berbagai kwmungkinan kebenaran lain yang tidak ada di dalam teks, tetapi ditemukan diluar teks tersebut.
Kembali mengenai sejarah, sejarah itu proses penciptaan manusia yang tidak pernah putus. Discovery tidak akan putus karena sejarah pun tidak akan putus. Berarti literasi itu merupakan process of human creation.
Ketika peer review, yang harus diperhatikan yaitu unity dan coherence. Unity berarti setidaknya kita sudah bisa menilai apakah paragraf dari tulisan yang kita baca atau tulisan yang kita tulis itu berhubungan atau tidak. Untuk lebih jelasnya, mari kita baca pendapat Arnaudet (1981:8) yang mengingatkan:"Remember that besides the topic sentence, a paragraph include several other sentences which in some way contribute to or support the idea in the topic sentence. In other words, all these sentence must be related to the topic and must therefore refer back to the topic sentence."
Menurut Arnaudet, selain topic sentence, paragraf juga terdiri dari beberapa kalimat tambahan dimana berfungsi mensupport atau mendukung keberadaan ide utama dari topic sentence. Dengan kata lain, semua kalimat harus berhubungan dengan topik yang sedang dibahas. Sehingga dari pendapat arnauset tersebut, bahwa paragraf harus memiliki 2 hal, yaitu:
1. Mempunyai ide utama pada topic sentence.
2. Semua supporting sentence harus memberikan sumbangsih terhadap pemahaman pembaca tentang ide utamanya. Artinya, bahwa paragraf tersebut harus mempunyai satu kesatuan, jika tidak memiliki hal tersebut, maka paragraf tersebut dikatakan paragraf yang tidak nyambung.
Sebuah paragraf juga harus memiliki koherensi. Artinya, detail-detail pendukung diorganisasikan sehingga informasi-informasi muncul secara bersamaan. Penulis biasanya menggunakan waktu, ruang dan urutan hal-hal yang penting untuk menyajikan informasi pendukung dalam sebuah paragraf yang koherensi. Ketidak koherensian terjadi apabila kalimat-kalimat pendukung kemunculannya tidak teratur sehingga menghapus adanya kesan ruang, waktu dan urutan hal-hal penting itu.
Jadi, kesimpulan dari class review ini yaitu, pertama, paragraf pertama harus terlihat. Kedua, menulis itu dapat menggali potensi makna dan menggali diri atas sesuatu yang baru. Kemudian, menurut Milan, menulis itu menghancurkan dinding-dinding yang biasa dipakai untuk mencari sesuatu yang tersembunyi. Yang terakhir yaitu mengenai unity dan coherence dalam suatu paragraf.


0 comments:

Post a Comment