Sunday, March 9, 2014



Ketika kita ingin menuangkan sesuatu yang ada dipikiran kita, terkadang mudah, namun terkadang sulit. Biasanya kesulitan itu menghampiri kita disaat kita ingin menuangkan dengan cara menulis. Kok aneh ya? Ketika kita sedang resah, kita luapkan kesedihan kita dalam sebuah buku diary secara tidak sadar, satu jam saja sudah lebih dari lima lembar. Tapi ketika ingin menuangkan class review, dua lembar saja membutuhkan proses yang lama.
Nah untuk menjawab hal tersebut, sebenarnya saya sudah lebih dulu menyiapkan jawabanya yaitu menurut perkataan dari dosen Bapak sendiri Mr. Budi Hermawan, beliau mengatakan bahwa ketika kita menulis atau membaca, maka sahabat ayng paling baik adalah sepi. Kata-katanya menyirakan pesan, ketika hendak membaca atau menulis kita harus sendirian. Hal yang biasa ditakuti oleh semua orang, dibenci oleh banyak orang, tetapi ketika kiat menulis dan membaca kita butuh itu. Kita butuh sepi, kita butuh kesendirian dan saat itu kita harus membenci keramaian, menjauhi kebisingan. Mengapa? Karena pada saat kita menulis, kita harus melihat diri kita jernih, dan pada saat sepi itulah kita menuangkannya. Saat itu kita menemukan banyak hal yang tidak kita temukan dalam keramaian. Dalam sunyi, inspirasi-inspirasi akan datang dengan sendirinya. Kini pertanyaan diawal tadi terjawab tuntas. Biasanya ketika kita sedang resah, menulis dalam diary ketika suasana sedang dirasa sepi, sunyi dan dalam kesendirian.
Kemudian dari pertemuan minggu lalu, Bapak mengatakan bahwa pintar itu hanya sebagai efek samping. Efek samping dari belajar kita yang sungguh-sungguh. Kalo kta rajin, maka efek sampingnya adalah pintar. Selanjutnya, Bapak menyinggung mengenai perkembangan mahasiswa IAIN jurusan Bahasa Inggris mulai hebat, mungkin disini termasuk kami. Syukurlah jika terlihat fenomena seperti itu, dan saya rasa ini semua juga berkat para dosennya yang dengan gigih membimbing kami kearah yang lebih baik. Terutama pada mata kuliah Writing ini, saya sendiri merasakan dan cukup banyak dalam diri saya. Selain pengetahuan saya bertambah, saya juga banyak belajar dengan cara belajar yang disiplin. Sebuah perubahan yang baik. Dan ini yang Bapak jadikan prioritas, mahasiswa IAIN pelan-pelan akan dituntut kearah yang lebiha baik.
Kemudian pada pertemuan minggu lalu Bapak mereview kembali tentang posisi kita sebagai pembaca, yaitu dari pengalaman mengkritisi sebuah artikel dengan tema classroom discourse to foster religious harmony. Menurut Bapak, critical review kami banyak yang salah masuk gerbang, dan banyak yang terjebak didalamnya. Apalagi saya, membacanya saja sudah pusing apalagi mengkritik. Menurut saya yang sulit itu cara mengkoneksikan classroom discourse dan religious harmony itu seperti apa. Sehingga koneksinya itu tidak ada. Sehingga minggu lalu, Bapak menjelaskan kaitan dari keduanya.
Pertama yaitu classroom discourse. Dalam classroom discourse atau wacana kelas, erat kaiatnnya dengan interaksi antara guru dan murid, gambarnya sebagai berikut :



Classroom Discourse
Interaction
Student
Teacherher
 






                                                                 

            Didalam kelas, guru dan murid tidak dapat dipisahkan mereka selalu berhubungan, antara keduanya pasti ada sebuah interaksi yang membuat kelas itu complicated atau rumit, dijelaskan oleh Bapak ada empat macam, yakni :
1.)    Background
Yang dimaksud background disini tentu saja background guru dan murid. Perbedaan latar belakang bisa membuat complicated suasana didalam kelas. Jangankan guru dan murid, antara murid dan murid lainnya memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Entah itu latar belakang keluarga, pendidikan sebelumnya, sosial, ekonomi dan lain-lain.
2.)    Comunicative strategis
Yaitu mereka baik murid dan guru, atau murid dengan murid mereka komunikatif dalam berbicara, sehingga disinilah classroom discourse berperan, komunikasi mereka satu sama lain semuanya terjadi baik mereka saling mendukung, berdebat, dan mengungkapkan argumen.
3.)    Gold-Driven
Disini dituntut tentang sesuatu yang ahrus berekmbang dikelas. Diarea ini titik beratnya lebih kepada siswa, yaitu berhubungan dengan afektif siswa, kemampuan kognitif siswa dan kemampuan psikomotorik siswa. Perbedaan kemampuan siswa inilah yang dapat membuat wacana dalam kelas itu complicated.
4.)    Meaning making practices
Semua yang kita miliki kemampuan atau apapun itu harus di meaning, segala sesuatu itu dipraktekan di meaning
            Kedua yaitu dalam pembahasan religious harmony atau kerukunan antar umat beragama.
Dalam religious harmony, ada values (nilai-niali) dan ideologi (dasar-dasar) yang dipegangnya. Dan semua itu juga harus berujung dimeaning making practices.
            Yang Bapak sampaikan minggu lalu yaitu mengenai proses evolusi (perubahan) dari leader menjadi kritisi bahkan penulis. Dalam proses evaluasi dari ayng tadinya reader menjadi sesuatu yang lebih dari sekedar itu memang membutuhkan waktu yang cukup lama.
            Lalu kemuudian interaksi kita didalam kelas dibangun dengan talk. Cara dosen membangun identitas itu dengan talk menunjukan identitas diri seorang dosen adalah talk. Mereka menunjukan kualitas talk mereka.
            Kemudian mutual understanding, dalam classroom discourse maupun religious harmony harusu adanya toleransi saling menghargai perbedaan pendapat, sehingga sesuatu yang tidak diinginkan tidak akan terjadi. Dalam dua area tersebut local differences, atau perebdaan-perbedaan lokal itu harus dihargai lebih dahulu. Lalu kenapa kita harus membahas religious harmony? Begitu salah satu pertanyaan dari Bapak. Menurut Bapak, kita sebagai mahasiswa IAIN bisa menjaga praktek literasi.
            Kesimpulan class review kali ini adalah pada saat kita hendak membaca, atau menulis maka teman yang mengerti kita adalah kesunyian. Karena dalam kesunyian kita dapat melihat diri kita jernih. Modal untuk menulis itu adalah diri kita harus jernih dulu.
            Dan tugas kita sebagai pelajar adalah memahami antara classroom discourse dan religious harmony. Dalam classroom discourse yang harus dipahami yaitu interaksi antara guru dan murid yang membuat kelas itu complicated, yaitu melibtkan background, comunicative strategis, gold-driven dan meaning making practices.
            Ketika berbicara religious harmony maka didalamnya ada values dan ideologi. Semuanya juga tetap berujung pada meaning. Kemudian dibahas proses evolusi dari reader menjadi yang lebih dari reader, dan identitas seorang dosen dikelas itu diwujudkan di talk. Kemudian kita juga harus bisa mutual understanding dan lokal dofferences. Intinya kita ahrus saling menghargai perbedaan, dan harus membangun toleransi sehingga jauh adri konflik.




0 comments:

Post a Comment