Sunday, March 9, 2014

3 Maret 2014

 
 

Mengulas beberapa point penting pada Critical Review 2 yang membahas tentang pernyataan Howard Zinn melalui artikelnya berjudul “Speaking Truth to Power with Book” dengan berani menentang Columbus sebagai seorang pahlawan.  Sejarah menyebutkan bahwa benua Amerika pertama kali ditemukan oleh Christoper Columbus.  Hal yang telah menjadi pengetahuan umum semua anak manusia dibumi ini.  Namun berbagai literature dan berbagai bukti fisik berupa prasasti, manuscript, dan kabar berita lainnya menyebutkan lain, bahwa bukan Columbus lah penemu benua Amerika.  Kenapa?  Karena 70 tahun sebelum Columbus menjejakan kaki di Amerika, daratan yang disangkanya India, Laksamana Muslim dari Cina yang bernama Ceng ho –lah yang mendarat di Amerika lebih dulu.  Bahkan berabad-abad sebelum Ceng Ho, pelaut-pelaut Muslim dari Spanyol dan Afrika Barat telah membuat kampung-kampung di Amerika dan berasimilasi secara damai dengan penduduk local disana.  Penemu Amerika bukanlah Columbus, melainkan penemu Amerika ialah umat islam.  Mereka (umat islam) menikah dengan penduduk local disana, juga dengan orang-orang Indian disana.  Sehingga menjadi bagian dari local-genius Amerika.

            Tulisan-tulisan zinn telah banyak merubah kesadaran satu generasi penduduk amerika, dan membantu membuka jalan baru dalam memahami serta memberikan makna yang penting bagi kehidpuan, demikian menurut Noam Chomsky.  Dalam kata-kata Zinn, setiap penekanan tertentu dalam penulisan sejarah akan mendukung sebuah kepentingan.  Bisa kepentingan politik, ekonomi, dan lain-lain.  Ada yang menarik ketika kita juga sebenarnya bisa melempar kritik yang serupa pada Zinn.  Bahwa ia juga sedang mengambil sebuah pilihan ideologis dalam menulis sejarah, bahwa ia menekankan fakta-fakta yang ia suka dan melewatkan yang lain.  Zinn sebenarnya tak lebih dari petinju dari sudut ring yang berbeda.  Interpetasinya mudah saja, jika morison memandang sejarah columbus dari pihak yang menang sehingga membuatnya selalu mengagung-agungkan kebesaran columbus, maka zinn memandangnya dari pihak yang kalah, bahwa Columbus itu sebenarnya bukanlah sang hero melainkan pembunuh.

            Berbicara mengenai interpretasi teks, Lehtonen (2000) dalam menginterpretasi teks, ia melihatnya dari dua dimensi, yakni dimensi fisik (teks as physical being), dan dimensi semiotik (teks as semiotic being).  Teks adalah bentuk fisik, tetapi mereka hadir dalam beberapa bentuk untuk menjadi semiotik.  Teks berupa fisik, hanya ketika mereka mempunyai beberapa bentuk fisik yang jelas, seperti tinta, kertas, dan lain-lain.  Teks adalah artefak yang berbicara (cummunicative artefact).  Sebagai artefak, teks diproduksi melalui bantuan beberapa tekhnologi, seperti pesan E-mail, ia adalah teks yang diproduksi oleh keyboard computer, monitor, display dan lain-lain.

Sementara secara semiotik, teks dapat diinterpretasikan ke dalam bentuk tulisan (writing), pidato (speech), picture, music, dan symbol lainnya.  Dari semua bentuk tersebut, teks dikarakteristikkan ke dalam 3 feature, yakni materiality, formal relation, dan meaningfulness.  Secara material atau fisik, teks diumpamakan seperti gelombang radio yang memancar selama kegiatan pembicaraan berlangsung (act of speech).  Dalam hubungan formalnya, teks diklasifikasikan ke dalam hirarki-hirarki grammatikal, seperti fonem, grapem silabel, kata, klausa, kalimat, dan lain-lain.  Sementara dalam makna semantic, teks merujuk pada suatu keadaan yang ada di luar dirinya.

Teks biasanya selalu dibarengi dengan konteksnya.  Konteks adalah anggota teks yang selalu ada bersama-sama dengan teks, sering juga diartikan sesuatu yang ada disekitar atau diluar teks.  Dalam terma sederhana, konteks dimaknai sebagai background dari teks yang berperan sebagai tambahan informasi, karena konteks digunakan untuk membantu memahami teks itu sendiri.  Konteks tidak akan hadir sebelum hadirnya author (penulis) atau teks, karena konteks hadir diluar teks.

Konteks melibatkan semua faktor yang penulis dan pembaca bawa ke dalam proses pembentukan makna.  Berikut 8 parameter konteks :

1.      Substance (pokok), physical material which carries the text

2.      Music and picture

3.      Paralanguage, meaningfull behavior accompany language, such us voice quality, gesture facial expression, touch (in speed), and choice of typeface and letter size (in writing)

4.      Situation, properties and relations of object and people in vicinity of text as perceived by participant.

5.      Co–text, text which proceed or follow that under analysis and which participant judge to belong to same discourse

6.      Intertext, text which participant perceive as belonging to other discourse, but which they associate with the text under consideration which affect their interpretation.

7.      Participant, their intention and interpretation, knowledge and belief interpersonal attitude, affiliation and feeling.

8.      Function, what the text intended to do by senders and addressers, or perceived to do by receivers and addressers.

Cutting (2002 : 3), menyebutkan 3 aspek utama dari penafsiran konteks, yaitu:

·         Situational context : Apakah orang tahu tentang mereka yang bisa melihat disekitar mereka

·         Background knowledge context : Apakah orang tahu tentang dunia, tentang aspek kehidupan dan tahu tentang satu sama lainnya.

·         Co-textual context : Apakah orang tahu tentang apa yang mereka bicarakan.

Menurut halliday (1985) dimensi konteks ada 3, yaitu field, tenor, dan mode.

§  Field   : merujuk pada subjek, topik dan peristiwa atau aktifitas.

§  Tenor : merujuk pada orang yang terlibat (partisipan), jarak, status dan hubungan partisipan.

§  Mode  : merujuk pada kode bahasa baik lisan maupun tulisan, saluran komunikasi.

Menulis ( Hyland : 2009 ) merupakan suatu ruang yang luas dalam memahami berbagai aspek. Dalam pengaplikasiannya, sering terjadi keterlibatan dengan konteks, literasi, kultur, tekhnologi, genre dan identitas.

  Konteks, kita mengetahui makna teks melalui perantaraan interaksi antara penulis dan pembaca, karena merekalah yang melakukan negosiasi makna. Konteks merupakan cara untuk mengetahui makna teks itu sendiri.

  Literasi, menulis dan membaca merupakan tindakan literasi. Bagaimana kita menggunakan bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Literasi membantu kita untuk mengetahui bagaimana orang merasakan kehidupannya melalui praktek rutin dari membaca dan menulis.

  Kultur secara umum dipahami sebagai sejarah yang ditularkan dan sistem jaringan makna yang mengizinkan kita untuk memaknai, mengembangkan, serta menyampaikan pengetahuan dan perasan kita kepada dunia.

  Tekhnologi untuk menjadi orang yang literat, kita dituntut untuk menguasai tekhnologi. Dewasa ini, tulisan lebih banyak tersaji dalam bentuk media elektronik seperti artikel, e-book, dan lain-lain ketimbang media tulis. Inovasi tekhnologi hadir untuk menantang penulis. Mereka juga membuka identitas baru, genre dan komunitas kepada penulis.

  Genre, dikenal juga dengan tipe aksi percakapan yang berpartisipasi dalam peristiwa  sosial. Genre merupakan salah satu yang paling penting dari konsep pembelajaran bahasa.

  Identity merupakan cara orang menampilkan atau menunjukkan siapa mereka sebenarnya. Implikasinya, menulis sedang membangun jati diri seseorang.

Jadi kesimpulan yang dapat saya ambil dari Class review kali ini yaitu sesungguhnya perbedaan kontekslah yang menciptakan karangan sejarah seseorang dengan orang lainnya akan berbeda.  Sehingga kita tidak bisa membenarkan atau menyalahkan karangan seseorang.  Karena pada intinya mereka menulis sejarah tersebut berdasarkan konteks mereka masing-masing.

 

References

[Mikko_Lehtonen]_The_Cultural_Analysis_of_Texts 

[Ken_Hyland]_Teaching_and_Researching_Writing

 

0 comments:

Post a Comment