Saturday, March 8, 2014



Negara Indonesia memang masih sangat jauh dari kata sukses dalam pendidikannya,  terlihat dari para pelajar saat ini, atau faktor lain dari pengajarnya sendiri yang kurang tepat menerapkan methode, bahkan bisa jadi dari sistem pemerintahan yang kurang tepat dalam menerapkan  kurikulum.  Tujuan dari pendidikan dasar yaitu menjadikan siswa-siswi terampil dalam mengembangkan kehidupan mereka sebagai individu, anggota masyarakat dan juga warga Negara. Karena  diharapkan oleh Bangsa Indonesia ini adalah mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsistensi untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan komitmen dan konsistensi itu masih belum tercapai secara maksimal. Berbagai faktor dan realita yang ada yang menyebabkan Bangsa Indonesia ini rendah akan kualitas pendidikannya.
Dari artikel Prof. Chaedar , dapat kita ketahui tentang kualitas pendidikan Indonesia yang rendah, yang kemudian muncullah masalah social seperti kasus tawuran anatar pelajar, bentrokan pemuda dan bentuk radikalisme yang lain. Itu semua muncul karena penyakit social, masyarakat Indonesia masih kurang peka akan rasa hormat kepada orang lain yang berbeda kelompok, ras, dan budaya. Terutama berbeda antar agama, mereka sangat sensitive dalam hal ini, inilah yang merupakan tantangan bagi para pelajar agar generasi berikutnya menjadi lebih baik lagi. Kita sebagai warga negara yang demokratis seyoginya mampu menciptakan  kerukunan antar agama, dan sebagai pendukung seharusnya di kembangkan di sekolah dari dini mungkin. Selain itu juga dari awal sekolah sudah diterapkan untuk saling interaksi dengan teman-teman mereka, sehingga mereka akan merasa dekat, dari kedekatan itu akan timbul rasa saling menghargai satu sama lain.
Dalam kehidupan yang sekarang ini sering kali kita temui  masalah-masalah social, seperti tawuran.  Fenomena tauran antar pelajar akhir-akhir ini marak terjadi di Indonesia. Meskipun selama ini pemerintah, lembaga pendidikan dan juga masyarakat telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah hal tersebut, tapi  kejadian ini tetap saja terjadi. Menurut saya ini sangat ironis sekali, karena tauran antar pelajar melibatkan anak-anak muda.  Para kaum muda merupakan generasi penerus yang akan menentukan jalannya bangsa ini untuk kedepannya namun di sinilah yang menjadi kekhawatiran bangsa ini karena pendidikan intelek tidak sebanding dengan pendidikan moral padahal kedua objek ini seharusnya saling berbanding lurus. Seharusnya semakin tinggi intelektual, semakin baik pula moralnya.  Tetapi yang banyak kita temukan seseorang yang berprestasi akan tetapi tidak bermoral. Sistem pembelajaran di indonesia ini harus di berlakukan dengan seimbang agar para pendidik tidak hanya berprestasi tetapi juga mempunyai moral yang baik. Maka dari itu pengajar sangat penting bagi pendidiknya.
Dari pendidikan dasar, ketika di kelas harus adanya interaksi antara yang satu dengan yang lainnya melalui tugas-tugas kelompok untuk bisa mendengarkan penuh perhatian, berdebat secara baik, mengormati orang yang sedang berbicara. Itu bisa membekali mereka sebagai warga negara yang demokratis. Menurut penelitian Apriliaswati (2011) menyimpulkan bahwa interaksi antara teman sebaya dalam dukungan wacana sosial yang positif di kalangan siswa. Interaksi sosial dengan teman sebaya. Guru disini berperan agar bisa mengolahnya secara efektif. Menjadi penengah ketika adanya keributan atau mengobrol ketika di dalam kelas, menciptakan interaksi dengan siswa lain dari agama yang berbeda, etnis, dan dari kelompok sosial yang berbeda.
Faktor dari terjadinya tawuran adalah pelajar mudah labil. Kita harus mengetahui bahwa para pelajar yang sedang dalam pencarian jati diri ini cenderung mudah labil. kelabilan inilah yang akhirnya tawuran antar pelajar terjadi. Ada beberapa cara yang efektif untuk mencegah sebelum tawuran antar pelajar terjadi, misalkan dengan membuat dan memfasilitasi ruang-ruang kegiatan yang positif, memberikan kebebasan berpendapat dan berekspresi dan tetap adanya kontrol dari pihak-pihak yang berkaitan khususnya orang-orang terdekat, mencoba lebih terbuka dan mengenali serta memberikan solusi yang positif ketika remaja sedang mengalami emosi.
Cara mencegah dan Mengatasi terjadinya tauran antar pelajar
1. Lingkungan keluarga dapat melakukan pencegahan terjadinya tawuran, dengan cara:
·         Mengasuh anak dengan baik.
o   Penuh kasih sayang
o   Penanaman disiplin yang baik
o   Ajarkan membedakan yang baik dan buruk
o   Mengembangkan kemandirian, memberi kebebasan bertanggung jawab
o   Mengembangkan harga diri anak, menghargai jika berbuat baik atau mencapai prestasi tertentu
·         Ciptakan suasana yang hangat dan bersahabat, karena hal ini dapat membuat mereka rindu untuk pulang ke rumah.
·         Meluangkan waktu yang khusus untuk kebersamaan keluarga
·         Memperkuat ajaran Agama. Yang diutamakan bukan hanya ritual keagamaan, melainkan memperkuat nilai Moral yang terkandung dalam agama dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
·         Melakukan pembatasan dalam menonton adegan film yang terdapat tindakan kekerasannya dan melakukan pemilahan permainan video game yang cocok dengan usianya.
·      Orang tua menciptakan suasana demokratis dalam keluarga, sehingga anak memiliki keterampilan social yang baik. Karena kegagalan remaja dalam menguasai keterampilan sosial akan menyebabkan ia sulit meyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.
Dari pendidikan dasar, ketika di kelas harus adanya interaksi antara yang satu dengan yang lainnya melalui tugas-tugas kelompok untuk bisa mendengarkan penuh perhatian, berdebat secara baik, mengormati orang yang sedang berbicara. Itu bisa membekali mereka sebagai warga negara yang demokratis. Menurut penelitian Apriliaswati (2011) menyimpulkan bahwa interaksi antara teman sebaya dalam dukungan wacana sosial yang positif di kalangan siswa. Interaksi sosial dengan teman sebaya. Guru disini berperan agar bisa mengolahnya secara efektif. Menjadi penengah ketika adanya keributan atau mengobrol ketika di dalam kelas, menciptakan interaksi dengan siswa lain dari agama yang berbeda, etnis, dan dari kelompok sosial yang berbeda.
Sikap optimis dan kepercayaan terhadap pelajar perlu ditumbuhkan kembali, sehingga suatu saat kita tidak akan mendengar lagi berita atau kabar mengenai kejadian tawuran antar pelajar di negeri kita ini, yang ada kita bangsa Indonesia dipenuhi kabar berita tentang pelajar-pelajar yang produktif, kritis, mampu menjadi juara dalam berbagai bidang, baik berupa kompetisi pengetahuan dan ilmu pengetahuan.  Sudah saatnya generasi muda membuktikan potensi dalam dirinya dan sudah menjadi tugas kewajiban orang tua, sekolah, masyarakat dan pihak-pihak yang terkait untuk mencegah terjadinya bentuk-bentuk penyelewengan pelajar, terutama permasalahan yang membuat was-was menjadi sebuah tindakan kriminal, tawuran antar pelajar.
Pada dasarnya, pendidikan itu untuk menentukan kualitas hidup seseorang atau bangsa yang memang sudah menjadi kebutuhan mutlak. Di indonesia pendidikan intelek memang jelas dibutuhkan akan tetapi pendidikan moral pun sama penting dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia terutama untuk generasi muda yaitu pelajar dan mahasiswa.
Sebagai pelajar, dan jiwa muda, perlu akan kesadaran bahwa kita adalah masyarakat yang demokratis. Memahami hak-hak warga negara untuk menjalankan prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kehidupan yang demokratis di dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, pemerintahan, dan organisasi-organisasi non-pemerintahan perlu di kenal, d ipahami, dan d iterapkan demi terwujudnya pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi. Selain itu, perlu pula ditanamkan kesadaran bela negara, penghargaan terhadap hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, serta sikap dan perilaku anti korupsi.
Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter. Sejak sekolah dasar kita sudah mempelajari akan sikap acuh tak acuh, tenggang rasa, gotong royong dalam pendidikan kewarganegaraan ini.
Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1.    Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan
2.    Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi
3.    Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya
4.    Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. 

Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
1.    Persatuan dan Kesatuan bangsa, agar siswa menyadari kita sebagai makhluk social tidak dapat hidup sendiri. Saling membutuhkan satu sama lain, sehingga di perlukan prinsip kedamaian, mengutamakan satu kesatuan yang erat.
2.    Norma, hukum dan peraturan, sebagai masyarakat yang multicultural tentu adanya aturan-aturan yang harus di sepakati agar terciptanya masyarakat yang tertib dan damai. Sebagai masyarakat yang demokratis negara kita beridiologikan pancasila.
3.    Hak asasi manusia, pelajar mamahami pentingnya menghargai hak-hak asai manusia, setiap manusia mempunyai hak-haknya yang di lindungi oleh undang-undang. Yaitu: hak kewajiban anak dan hak dan kewajibansebagai anggota masyarakat.
4.    Kebutuhan warga negara, di antaranya: hidup gotong royong, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri , Persamaan kedudukan warga negara.
5.     Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama,  Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di  Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi.
6.    Kekuasan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat,  demokrasi dan sistem politik, budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi.
7.     Pancasila meliputi: kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses perumusan pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari, pancasila sebagai ideologi terbuka
8.     Globalisasi meliputi: globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional,  dan mengevaluasi globalisasi
Dari pembelajaran kewarganegaraan semenjak dini, intinya bertujuan agar pelajar mampu betindak tepat, tenggang rasa antar sesama, menciptakan rasa nasionalisme pada diri mereka. Dan kecintaannya terhadap Negara Indonesia sehingga aktif dalam pembangunan negara dan menciptakan peradaban yang ideal. Karena itu, pembelajarn itu sendiri harus efektif agar tujuan yang di tuju tercapai.
Hakikat pembelajaran yang efektif adalah proses belajar mengajar yang bukan saja terfokus kepada hasil yang dicapai peserta didik, namun bagaimana proses pembelajaran yang efektif mampu memberikan pemahaman yang baik, kecerdasan, ketekunan, kesempatan dan mutu serta dapat memberikan perubahan prilaku dan mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka.
Setelah mereka menyelesaikan pendidikan formal, selanjutnya adalah pelajar di harapkan mampu untuk menjaga hubungan yang baik agar menjadi individu yang berhasil. Sebaliknya, apabila tidak mampu menciptakan hubungan yang baik maka akan timbul konflik social dalam masyarakat.
Sebagai masyarakat yang multicultural,  Banyak suku bangsa dengan bahasa dan identitas kultural berbeda yang tersebar di tanah air. Menurut penelitian Zahidiyah Ela Tursina, lulusan jurusan ilmu Hubungan Internasional Universitas Jember, diperkirakan Indonesia memilki lebih dari 300 suku bangsa besar maupun kecil. Namun sering kali timbul konflik antaretnis sehingga menimbulkan korban jiwa. Misalnya konflik antaretins yang terjadi di Sampit, Sambas, Ambon, Poso, Aceh, dan Ternate.
Jika dilihat dari realita yang sudah terjadi, konflik antretnis dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar. Karena konflik-konflik tersebut  di warnai aksi kerusuhan massal penjarahan, membakar, merampas hak milik orang lain, menghilangkan dokumen-dokumen penting, hingga pemerkosaan. Konflik antaretnis dapat memicu chauvanisme antaretnis dari daerah lain bahkan dari luar pulau untuk membela etnis masing-masing. Bila ini terjadi maka permasalahan konflik semakin meluas. Konflik juga bisa menyisakan rasa trauma mendalam pada masyarakat.
Sebenarnya kemajemukan masyarakat itu bukan hanya memberikan dampak positif, tetapi memberikan dampak negative pula, karena dari factor kemajemukan itulah timbul konflik dalam masyarakat. Bahkan Asep jamaludin meyakini multicultural sebagai sebab dari adanya korupsi, kemiskinan, kekerasan, perusakan lingkungan dan hilangnya rasa kemanusiaan untuk selalu menghargai hak-hak orang lain.
Sebaiknya, keragaman budaya tidak mendatangkan kerugian. Apalagi sampai merusak pembangunan negara dan menyangkut kekerasan. Karena itu, perlu adanya pendidikan yang multicultural dengan mengembangkan sikap saling menghargai satu sama lain meskipun berbeda budaya. Dengan pendidikan yang multicultural, akan menciptakan struktur dal kultur yang setiap kelompok budaya dapat melakukan ekspresi budayanya secara harmonis, tanpa adanya konflik.
Di harapkan pendidikan di sini mampu menciptakan kehidupan yang menerima perbedaan, tetap menghargai dan menghormati meski beda. Terjadinya konflik itu karena adanya factor berbeda agama, contohnya Priok dan Maluku. Adafaktor hukum, contohnya konflik sengketa tanah. Ada factor ekonomi, seperti kerusuhan Tasikmalaya. Ada factor adat istiadat, seperti yang terjadi antar suku di Papua. Ada factor politik, seperti ketika pemilihan Pilkada.
Dari adanya konflik di atas, disebabkan karena:
ü  Kurang adanya toleransi antar beda agama
ü  Tidak adilnya penegakkan hukum di negara kita
ü  Tidak adilnya system dan juga praktek ekonomi
ü  Kurang apresiasi dalam prinsip-prinsip demokrasi
ü  Kefanatican kelompok
Dapat di ketahui, sebenarnya factor esensinya adalah lemahnya moralitas berbangsa, bidang politik, hukum, ekonomi, budaya, olah raga, bahkan perilaku agama. Konflik ini di sebabkan karena lemahnya moralitas bangsa. Tidak hanya pendidikan multicultural, tetapi perlu juga adanya pendidikan secara sistematik dan komprehesif agar mampu menanamkan moralitas bangsa termasuk moralitas multicultural juga. Jadi, pendidikan nasional memiliki dimensi pendidikan multicultural, tetapi apakah multicultural sudah terwadai apa belum?.
Konflik yang terjadi di negara kita, bukan hanya terjadi di tengah msayarakat. Akan tetapi, dari factor politik juga pernah terjadi sengketa antar pejabat.  Yang mana pejabat itu di kenal sebagai orang-orang intelek dan berpendidikan yang tinggi, tetapi lemah juga akan moral. Terjadi kejadian yang memalukan pada tahun 2010, ketika anggota parlemen saling bertukar kata-kata kasar dengan cara tidak sopan dalam suatu sidang, yang mana di siarkan langsung di seluruh negri. Itu juga salah satu contoh, bentuk lemahnya moralitas berbangsa.
Pendidikan politik belum cukup mempromosikan pendidikan yang baik, ketika birokrat gagal dalam mendidik masyarakat. Sekolah harus di berdayakan sebagaimana fungsinya secara maksimal. Para pengajar harus memberikan dorongan motifasi, pengalaman yang bermakna, dan juga perlu di terapkan pengajaran yang mana pelajar berinteraksi satu sama lain dari agama yang berbeda, etnis, kelompok, social dan juga budaya.
Pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlu di tingkatkan. Idealnya, pendidikan politik mampu mengubah proses sosialisasi politik masyarakat sehingga mereka memahami dan menghayati betul nilai-nilai yang terkandung dalam sistem politik yang ideal yang hendak dibangun.
Setelah memahami hak dan kewajiban, kebijakan akan tegakkan. Guru perlu mengelolah tempat ibadah bagi siswa dari semua agama di suatu lembaga pendidikan. Maka siswa akan memahami bagaimana orang lain melakukan ritual keagamaan, dan akan timbul rasa toleransi antar umat beragama.
Dalam artikel Prof. Chaedar, beliau menawarkan cara untuk membuat masyarakat memahami keragaman buadaya, agama, suku, ras, dan etnis, yaitu dengan menerapkan sistem pendidikan liberal di Indonesia. Pendidikan Liberal menurut beliau yaitu membebaskan siswa dengan sikap intoleren terhadap keragaman di masyarakat. Jika pengertiannya seperti ini, pendidikan liberal perlu dicoba untuk diterapkan dalam pendidikan di Indonesia. Namun, dalam pengertian secara harfiah, pendidikan liberal akan merujuk kepada sistem kapitalisme, sistem kapitalis yaitu sistem yang menguasai kehidupan adalah orang-orang borjuis (orang kaya yang mempunyai modal atau tanah), dan orang kecil semakin tertindas, orang-orang borjuis terus memperkaya dirinya, sehingga keseimbangan tidak terjadi dalam kehidupan. Kehidupan akan terjadi saling sepak terjang antar golongan dan ini akan menyebabkan konflik baru.
Untuk itu pendidikan liberal tidak bagus jika diterapkan di Indonesia. Namun jika melihat praktek pendidikan yang terjadi di Indonesia, pendidikan Indonesia menganut paham Liberal, seperti yang bisa merasakan pendidikan dengan fasilitas yang baik, dengan sarana dan prasarana yang memadai hanya orang-orang kaya, masih banyak anak-anak yang tidak bisa merasakan pendidikan, kemudian di daerah terpencil banyak sekolah-sekolah dengan bangunan yang rusak, sarana dan prasarana yang tidak layak pakai tetapi masih digunakan karena tidak mendapatkan dana alokasi dari pemerintah, atau dana alokasi yang tidak sampai bisa jadi digelapkan oleh pihak tertentu. Padahal, hak mendapatkan pendidikan adalah untuk seluruh rakyat Indonesia. Namun, jika melihat hal yang demikian, apakah pendidikan di Indonesia sudah berhasil?
Menilai berhasil atau tidaknya pendidikan di Indonesia memang tidaklah mudah, harus melihat dari beberapa sisi karena, jika hanya melihat dari satu sisi orang akan langsung menyimpulkan bahwa pendidikan di Indonesia belum berhasil dan telah gagal, tetapi jika melihat dari sisi lain dengan pembangunan yang dilakukan pemerintah terhadap perkembangan pendidikan, dengan upaya pemerintah dalam perbaikan kurikulum dan menghasilkan siswa menguasai terhadap bidangnya, pemerintah sudah berhasil dalam pembangunan pendidikan. Namun, pendidikan haruslah terus berjalan dinamis seiring dengan perkembangan zaman, agar bisa setara dengan pendidikan negara lain, demi persaingan dengan pendidikan dunia.
Jadi kesimpulannya, pendidikan yang sekarang ini memang menggunakan sistem kurikulum, tetapi tidak pada prakteknya. Karena nyatanya saat ini lebih condong sistem pendidikan liberal dalam tradisi pendidikan, ilmu politik menjadi sedikit tergeserkan. Padahal ilmu politik merupakan salah satu usaha pemahaman akan hak-hak kemanusiaan dan norma-norma, menjadikan warga saling menghormati bermoral kebangsaan. Mejauhakan dari konflik dan masalah sosial yang ada. Itulah yang harus di renungi kita sebagai pelajar, mengapa kesadaran masyarakat dalam partisipasi dalam pembangunan peradaban negaramasih sangat rendah? Sehingga terjadi banyak konflik.
Sistem pembelajaran di indonesia ini harus di berlakukan dengan seimbang agar para pendidik tidak hanya berprestasi tetapi juga mempunyai moral yang baik. Jadi, seorang pendidik itu harus menjadi panutan dan contoh yang baik bagi para peserta didiknya karena seorang pendidik adalah cerminan bagi para pendidiknya. Pendidik juga merupakan kunci dari kesuksesan generasi muda, yang mana mereka menjadi tolak ukur kemajuan suatu bangsa.
Para kaum muda merupakan generasi penerus yang akan menentukan jalannya bangsa ini untuk kedepannya namun, karena pendidikan intelek tidak sebanding dengan pendidikan moral padahal kedua objek ini seharusnya saling berbanding lurus. Seharusnya semakin tinggi intelektual, semakin baik pula moralnya. Sehingga, tercipta adanya toleransi antar kelompok dan umat beragama.
Sebagai masyarakat yang menganut system demokrasi, diharapkan agar mampu menciptakan peradaban yang baik. Segala bentuk perbedaan ras, suku, daerah, perbedaan pemahaman maupun keyakinan bukanlah sebuah penghalang untuk menjadi kesatuan bangsa yang kuat.



Daftar pustaka:
Alwasilah Chaedar A. 2012. Pokoknya Rekayasa Literasi. Bandung. PT. Kiblat Buku Utama
Zahidiyah Ela Tursina,lulusan jurusan ilmu Hubungan Internasional Universitas Jember

0 comments:

Post a Comment