Saturday, March 22, 2014

Assalamu’alaikum.Wr.Wb.
           Senang sekali kita bisa berjumpa lagi dengan aktifitas rutin yaitu kuliah, pada mata kuliah writing 4 ini. Pada pertemuan yang ke-5 senin pekan yang lalu saya tidak bisa hadir dikelas. Oleh karena itu, betapa senangnya kita bisa berjumpa lagi dan belajar lagi dikelas PBI-B tercinta. Kondisi kelas meskipun tak sekomplit mahasiswa (tidak seperti biasanya). Karena di EDSA ada event yang harus dijalankan, jadi hanya sebagian mahasiswanya tidak bisa hadir dalam perkuliahannya, itu tidak membuat kita patah semangat karena partner yang lainnya tidak bisa hadir. Terus menerus dan tetap selalu semangat dalam belajar, itulah motivasi yang sangat berarti dalam menggapai impiannya nanti dimasa depan.
            Pada prakata awal beliau menyambut mahasiswanya dengan absensi kelas dan mereview kembali tentang pertemuan sesudahnya. Disamping itu beliau selalu berbagi (share) tentang pengalamannya yang sangat berharga. Seperti mengatakan : “Mau menjadi seorang sarjana memang berat”. Apa solusinya? Tidaklah sulit untuk menjawabnya, kuncinya yaitu “Harus mencerahkan diri”. Mengapa beliau mengatakan demikian, karena jadi seorang mahasiswa harus bisa mencerahkan diri atau bahkan selalu mencerahkan diri. Dengan kata lain mahasiswa tersebut dapat membedakan dengan mahasiswa lainnya, orang yang mencerahkan diri selalu mencerrminkan kedisiplinan, perubahan lebih maju dan lebih baik, serta selalu meningkatkan kemampuan dalam belajarnya, pengetahuannya, juga pengalamannya. Karena disiplin merupakan suatu point terpenting dalam hal apapun, apalagi dalam konteks belajar. Kedisiplinan juga sangat menunjang keaktifan dalam belajar menjadi lebih baik penuh peningkatan lagi dan suatu langkah positif dalam merintis kariernya.
            The enlightened dikaitkan dengan The literacy, dengan memberikan pencerahan kepada masyarakat indonesia khususnya. Agar lebih melek bahasa (Literasi) dengan sungguh-sungguh. Supaya di negara kita lebihh bersaing lagi karena dengan melek bahasa yang serius yang dilakukan oleh rakyatnya. Itulah suatu modal utama dalam kemajuan negaranya apabila kita lebih literat lagi, rakyat akan senantiasa mendapat penerangan-penerangan (mengetahui kebenaran) dapat menghasilkan generasi bangsa selanjutnya lebih baik lagi. Kaitannya Literasi dengan English Writing juga memang sangat padu, karena dengan witing kita dapat mengembangkat pengetahuan dan bakat pendidikan kita dengan sempurna yang di imbangi dengan melek bahasa. Dua point itulah faaktor pendukung dalam belajar lebih baik lagi dan penting untuk dilakukannya. Agar dapat menjadikan para mahasiswa/pelajar lebih kritis dan aktif dalam menganalisa suatu karya ilmiah yang mereka pelajarinya. Seperti : jurnal, artikel, dan teks-teks yang lainnya. Prof.Chaidar Al-Wasilah mengatakan : ”bahwa Literasi adalah modal hidup kalian”, jadi begitu pentingnya harus dilakukan seorang pelajar dalam berliterasi yang sungguh untuk membuka jendela-jendela dan pengalaman dunia. Tidaklah mudah dalam menjalani kehidupan sekarang ini yang penuh dengan persaingan yang ketat dalam bidang apapun. Jadi kunci utamanya yaitu dengan meningkatkan kualitas diri kita unntuk terus berkarya dan bersaing lebih lagi dalam menjalani kehidupan sekarang ini. Begitu pula dengan dikaitkannya antara modal hidup dengan mencintai pengetahuan, pengetahuan juga suatu modal dasar dalam kehidupan. Pengetahuan yang lebih luas dan berpengalaman membuat manusia lebih berwawasan dan terdidik dengan baik dalam pembelajaran (khususnya). Juga bisa dikatakan “Knowledge is Power” yang dilansir terpampang jelas di tembok bangunan (Asrama TNI-AD) Dodik Bela Negara di Jawa barat Indonesia. Karena itu sebagai pemicu semangat dan motivasi berharga dalam menjalani suatu hal apapun, para Tentara Indonesia menyatakan demikian. Begitu pula dengan kita (mahasiswa) harus lebih-lebih lagi pengetahuan yang didapatnya. Karena dapat di artikan pengetahuan adalah kekuatan, penjelasannya kekuatan yang sangat penting dalam hidup yaitu pengetahuan. Sudah jelas dikatakan pengetahuan suatu hal yang sangat penting, karena itu kekuatan yang sangat kokoh (pengetahuan) dalam diri manusia apabila mendapat pengetahuan yang banyak dan bermanfaat (di mudawamahkan).  
                                               Writing
“The Enlightened”             The Literacy            Prof.Chaidar ”Modal hidup Kalian”
                                  The Love of Knowledge
Itulah peran 4 terpenting yang saling berkaitan, menjadikan suatu modal untuk saling berkesinambungan satu dengan yang lainnya. Dan perlu kita ketahui, serta lakukan dengan pengalaman-pengetahuan yang dimiliki oleh kita.
            Menjelaskan dan memaparkan materinya begitu simple, tapi sangat jelas sekali. Mr.Lala Bumela mengatakan, Meniru adalah suatu bagian terpenting dari menemukan, lalu menciptakan memahami affordance dan meaning potential tanda-tanda yang terserak yang dibaca dengan teori ini dan itu. Dengan demikian “Writing is a matter of lightening ourselves”, yaitu menulis merupakan tindakan yang dapat mencerahkan diri kita. Kita tidak akan bisa membawa perubahan terhadap orang lain, jika diri kita sendiri belum mampu tercerahkan. Seseorang juga tidak akan bisa menulis sebelum ia meniru terlebih dahulu (emulate), karena meniru merupakan bagian terpenting dalam menemukan, lalu menciptakan. Jadi, Emulate – Discover – Creating.
Penulisan sejarah selalu berkaitan dengan pemenuhan ideologi (sense of belief). Pemahaman mengenai sejarah dan literasi merupakan pemahaman tentang value atau nilai dari peristiwa sejarah tersebut. Jadi pada setiap teks ( penulisan apa saja ) syogyanya akan selalu terinterpolasi (menyisipkan) pada motif ideologi. Tulisan sangat berpengaruh sekali terhadap cara berfikir dan cara bertindak seseorang. Pemahaman dan pemaknaan mengenai teks sangatlah beraneka ragam dengan berbagai style dan background pengetahuan yang dimiliki oleh masing-masing pembaca. Dengan memahami teks, Seseorang bisa menjadi radikal-fundamental (konservatif-konvensional), dan bisa juga menjadi liberal-plural. Hal itu tergantung  pada daya kritis dan pemikiran bijak yang munculkan oleh si pembaca. Karena bagaimana pun juga si pembaca akan merepresentasikan kembali hasil bacaannya melalui tulisan yang dikonsep ulang hingga dapat mengcover kepentingannya.
Bahasa merupakan media yang digunakan untuk menyampaikan sejarah. Dalam penyampaiannya tersebut, sejarah tidak selalu merealisasikan keselarasan dengan realitanya, hal itu disebabkan oleh hadirnya subjektifitas atau pemenuhan ideologis sang penulis sejarah. Ideologi merupakan pandangan tentang individu atau kelompok. Fowler (1996: 12) mengatakan bahwa “Ideology is of course both a medium and an instrument of historical processes”. Jadi ideologi itu merupakan media dan juga intrumen dari proses sejarah itu. Media disini realisasikan sebagai perantara, sementara instrumen direalisasikan  sebagai sikap kita dalam menulis. Fowler (1996) mengemukakan lagi bahwa, Ideologi itu selalu hadir dalam setiap teks, baik dalam ranah lisan, tulisan, audio, visual atau kombinasi dari mereka. Sedangkan Lehtonen (2000), dan Fairclough (1989; 1992; 1995; 2000) menuturkan bahwa produksi teks itu tidak pernah netral. Akan tetapi pendapat dari Prof.Chaedar Al-wasilah, menjelaskan bahwa literasi itu tidak pernah netral, literasi selalu memiliki cita rasa yang berbeda. Tuturnya darib Prof.Chaidar Al-wasilah.
Howard Zinn (sejarawan Boston) dan Morison (sejarawan Harvard) mengenai penceriteraan Christoper Columbus sebagai penemu benua amerika, mereka menulis sejarah mengenai hal tersebut tak lain karena berdasarkan pemenuhan ideologisnya, motif dalam diri, desakan-desakan, memenuhi permintaan seseorang atau sebagian mereka, sehingga meskipun benar akan tetapi tidak terlalu objektif. Artinya, Sebagai sejarahwan yang memenuhi kepentingannya, mereka hanya menekankan fakta-fakta yang mereka suka dan melewatkan yang lainnya. Sedangkan Morison memandang sejarah columbus dari pihak yang menang sehingga membuatnya selalu mengagung-agungkan kebesaran columbus, sementara Howard Zinn memandangnya dari pihak yang kalah, bahwa Columbus itu sebenarnya bukanlah sang hero melainkan pembunuh. Jadi, hal itu merupakan letak atau sisi pemilihan ideologis mereka dalam merepresentasikan tentang penceritaan columbus. Imbasnya yaitu, membaca merupakan suatu motivasi untuk membangun ideologi seseorang.

Jadi pada intinya dengan demikian, itulah eksistensi sejarah. Terkadang ia dipahami secara subjektif, berat sebelah, memihak, dan hanya memenuhi kepentingan ideologinya atau kaumnya. Ini dapat dilihat dalam tulisan Howard Zinn atau juga Morison mengenai penceriteraan columbus. Mereka satu sama lain bertarung dalam pemenuhan ideologis atau kepentingannya, saling beraksi dalam ruang yang kontradiktif, yakni jika Zinn hanya menyorot (memandang) kebejatan-keburukan columbus, sedangkan Morison menyohor aksi heroiknya Columbus.


0 comments:

Post a Comment