Sunday, March 2, 2014

12:24 AM
1


2nd Critical Review
Kebenaran: Absolut dan Subjektif
Berbicara Kebenaran. Kebenaran secara generalnya adalah hal yang lurus, dan baik, kesesuaian dengan fakta atau yang sebenarnya. Berbicara kebenaran akan muncul pertanyaan, sesungguhnya kebenaran itu bersifat absolut ataukah subjektif? Kebenaran memang bersifat absolut dan subjektif dalam kadarnya masing-masing. Kebenaran absolut adalah kebenaran Tuhan. Sedangkan kebenaran yang lainnya bersifa subjektif.
Pendapat yang satu mengatakan bahwa tidak ada apapun yang absolut yang mendefinisikan realita.Mereka yang berpegang pada pandangan ini percaya bahwa segala sesuatu adalah relatif dan karena itu tidak ada realitas yang sejati.Karena itu pada hakekatnya tidak ada sebuah otoritas apapun yang menentukan suatu tindakan positif atau negatif, benar atau salah.Pandangan ini tidak lebih dari “etika situasi” dalam bentuk yang paling utama. Tidak ada yang benar atau salah, dan karena itu yang benar adalah apa yang dianggap benar pada waktu itu. Tentulah model “etika situasi” semacam ini membawa kepada mentalitas dan cara hidup “apapun yang dirasa baik” yang memiliki dampak yang merusak masyarakat dan individu-individu.
Pandangan lain percaya bahwa benar-benar ada realita-realita atau standar absolut yang menentukan apa yang benar dan tidak benar. Karena itu suatu tindakan dapat dikatakan benar atau salah dengan membandingkannya dengan standar-standar yang absolut itu.Dapatkah Anda membayangkan kekacauan yang terjadi kalau saja tidak ada yang absolut, tidak ada realita?Ambil contoh hukum gravitasi. Kalau tidak ada yang absolut, suatu ketika Anda melangkah dan tahu-tahu terlempar tinggi ke udara, dan pada waktu lainnya, Anda sama sekali tidak dapat menggerakkan satu anggota tubuhpun. Tidak akanada hukum-hukum sains, hukum-hukum fisika, segala sesuatu tidak akan ada artinya, dan tidak ada ukuran apapun, dan tidak ada yang benar dan salah. Betapa kacaunya; namun syukurlah kebenaran yang absolut itu ada, dapat ditemukan dan dipahami.
Ada beberapa masalah logis yang harus diatasi untuk menerima atau percaya bahwa tidak ada kebenaran absolut atau kebenaran universal. Masalah pertama adalah kontradiksi dengan diri sendiri. Hal ini dapat disaksikan dari kenyataan bahwa mereka yang bersiteguh dengan tidak ada yang absolut pada kenyataannya percaya pada hal-hal yang absolut. Mereka yakin secara mutlak bahwa tidak ada yang mutlak. Masalah kedua dengan penolakan akan kebenaran absolut/kebenaran universal ini adalah fakta bahwa semua orang memiliki pengetahuan yang terbatas.
Masalah ketiga dengan penolakan atas kebenaran absolut/kebenaran universal adalah fakta bahwa hal itu tidak sesuai dengan apa yang kita ketahui dalam hati nurani kita, pengalaman kita, dan apa yang kita lihat dalam “dunia yang nyata.” Kalau tidak ada kebenaran absolut, maka tidak ada yang betul-betul salah atau benar mengenai apapun. Apayang mungkin “benar bagi Anda” tidak berarti “benar bagi saya.”Ini adalah sikap kebenaran relativisme.Namun, jika dipertimbangkan kalau tidak ada kebenaran absolut dan segala sesuatu relatif (tidak ada standar apapun). Pada dasarnya yang terjadi adalah setiap orang menentukan peraturannya sendiri dan melakukan apa yang mereka anggap benar. Ini menimbulkan masalah saat apa yang dipandang benar oleh seseorang bertentangan dengan apa yang dipandang benar oleh orang lain.
Berfikir mengenai kebenaran, pendapat yang saya yakini benar adanya menurut saya hingga saat ini adalah bahwa kebenaran selalu dan akan tidak terlepas dengan kekuasaan. Secara sederhana diartikan bahwa siapa atau apa yang berkuasa, ia lah yang benar.
Penilaian kebenaran yang berkaitan dengan keyakinan atau agama di sini saya lihat sebagai produk olah pikir manusia bukan suatu yang dapat disamaratakan antara satu sama lain. Seperti secara sederhana bila kita berbicara masalah keyakinan antara saya dengan anda atau orang lain tentunya sudah berbeda dan bila pun dengan label yang sama kadangkala terjadi juga perbedaan pandangan dan presepsi itu sendiri terhadap keyakinan atau agama. Jadi saya mengambil kesimpulan dalam pandangan sosial bahwa keyakinan sebagai suatu produk sosial. (http://sanggakala.blogspot.com/2011/08)
Kita memang berada dalam pentas kehidupan zaman edan. Sebuah kiasan yang cukup pantas untuk menggambarkan suasana, keadaan dan adat kebiasaan yang dijadikan budaya masa ini. Betapa tidak, dizaman sekarang ini ada fenomena menarik yang muncul dimana yang baik belum tentu benar dan yang benar belum tentu baik. Terlepas dari nilai baik dan benar, karena saat ini terlalu sulit bagi kita untuk memberikan defenisi yang paling pas dan tepat. Sebab perbedaaan pengalaman, umur, tingkat pendidikan, posisi, jabatan, dan kedudukan menyulit kita dalam menyamakan persepsi dalam satu kerangka pemikiran dalam memberi penilaian terhadap suatu masalah. Misalnya, yang benar bagi seorang pekerja belum tentu benar bagi seorang pengusaha. Yang benar menurut pemikiran aparat kita belum tentu menuyentuh permasalahan mendasar yang ada dalam benak pemikiran rakyat.
Pada masa sekarang ini terlalu susah mencari suatu nilai yang mendekati kebenaran, sebab terlalu banyak kepentingan baik itu pribadi, keluarga, kaum kerabat dan kelompok yang lebih dikedepankan dibandingkan kepentingan orang banyak.
Ketika sekelompok pemimpin, pejabat, tokoh dan juga masyarakat kita mulai melakukan angkara murka. Dengan keserakahan yang meluap-luap merangkul dunia dengan jurus KKN-nya, mengesampingkan norma adat, budaya dan agama. Sehingga seluruh sendi akal sehatnya disesakkan dengan nafsu angkara murka yang membawa pada kemandulan berpikir sehingga yang ada dibenaknya bagaimana agar bisa “untung”. Ini yang membuat perspektif tentang pembenaran. (http://m.kompasiana.com /151901/2)
Pembenaran adalah sebuah bentuk pembelaan. Siapapun yang hidup apakah itu hewan, tumbuhan ataupun manusia sudah pasti selalu mengambil sikap untuk membenarkan segala apa yang diucapkan, dipikirkan dan diperbuatnya. Itu, sah-sah saja asalkan jangan menyeret, melibatkan dan mencelakai orang lain. Sebab itu akan bermuara pada permusuhan dan pertengkaran yang pernuh dengan emosi yang mencuat tanpa belas kasihan. Untuk itu pembenaran adalah salah. (http://m.kompasiana.com/151901/2)
Kebenaran dan kekuasaan tidak terlepas karena orang yang mempunyai kekuasaan akan melakukan pembenaran-pembenaran terhadap aturan yang dibuatnya. Kekuasaan yang memegang kebenaran, orang yang tidak mempunyai kekuasaan tidak bisa bertindak dan melakukan pembenaran. Untuk itu kebenaran tidak bisa terlepas dari kekuasaan.
Berbicara kebenaran terhadap sebuah buku. Buku adalah pelindung sejarah, pembuat peradaban, peletak kebenaran dan kesaksian peristiwa. Issu dan informasi yang beredar di masyarakat terjadi dari lisan ke lisan dan melalui tulisan. Dari lisan ke lisan informasi lebih cepat meluas, namun kebenaran dan validitas dari informasi itu kurang menjamin. Informasi yang di tulis melalui penelitian, observasi yang objektif akan menghasilkan tulisan ilmiah akademik yang penulisannya harus sistematis, sehingga pengetahuan dan validitas buku tersebut bertujuan untuk mendapatkan kebenaran yang absolut. Namun, apakah absolut di sini sama dengan kebenaran absolut Tuhan. Sangat berbeda. Kebenaran dalam pengetahuan yang dituliskan dalam buku adalah bersifat perspektif dan instrumen kekuasaan. Nietzsche mengatakan dalam teori kebenarannya yang terkenal dengan teori perspektivisme, teori ini mengatakan “kebenaran adalah fiksi, setiap fiksi adalah interpretasi, dan semua interpretasi adalah perspektiv”. Sebuah perspektif, pengetahuan itu bersifat dinamis, dari interpretasi dijadikan sebuah konsep yang diuji untuk mendapatkan ke objektivitasannya, ada sudut pandang di dalamnya. Sehingga tidak ada kebenaran absolut terhadap pengetahuan dan buku.
Kemudian kenapa harus ada kebenaran? Kebenaran adalah hal absurd, abstrak, tidak bisa dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, dirasa oleh panca indera. Kebenaran ada karena keabstarkkannya, keabsurdannya, untuk menjelaskan ketidakjelasan, untuk meluruskan kekeliruan. Nietzsche mengatakan dalam konsep kebenarannya bahwa kebenaran adalah kekeliruan itu sendiri. Dikaitkan dengan kebenaran yang dikuatkan dengan buku, issu yang beredar di masyarakat perlu di luruskan oleh buku karena buku menyediakan yang diperlukan oleh masyarakat.
Jika Nietzsche mengatakan kebenaran adalah kekeliruan, apakah setiap kekeliruan itu kebenaran? Yah, kebenaran yang subjektif, yang dibangun dari interpretasi dan sudut pandang, bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan zaman. Kebenaran yang dimaksud Nietzsche adalah kebenaran prespektif, karena dia tidak mempercayai kebenaran absolut, contoh kebenaran adalah kekeliruan yaitu sebuah hanphone pada saat pertama kali keluar hanya berfungsi untuk menelpon dan sms, sedangkan zaman yang terus maju dan dinamis membuat perkembangan kepada fungsi handphone. Sekarang handphone terdapat banyak fitur seperti kamera, radio, tv, aplikasi chatting, ini yang disebut dengan kekeliruan, kekeliruan yaitu kebenaran yang sudah tidak terpakai tetapi bukan sesuatu yang salah. Lalu kapankah kebenaran itu ada, kebenaran ada ketika terdapat perspektif orang. Pengetahuan, buku adalah kebenaran perspektif yang bersifat subjektif. Untuk itu buku dan pengetahuan dapat mempengaruhi pembacanya dari kebenaran-kebenaran yang disajikannya.
Kebenaran yang begitu rumit dalam pembahasannya, membutuhkan cara untuk mengetahui kebenaran, terdapat ilmu-ilmu yang membahas cara mencapai kebenaran, seperti teori Hermeneutika kebenaran bisa dijadikan landasan dan acuan dalam memahami kebenaran. Lalu siapa yang mempunyai kebenaran itu, kebenaran Absolut dan mutlak hanya milik Tuhan, dan kebenaran subjektif itu milik semua makhluk-Nya. Dari kebenaran-kebenaran subjektif yang bersifat dinamis dan berpengaruh terhadap pemikiran manusia, kebenaran pengetahuan dapat berupa buku.
Seperti dijelaskan dalam teks Howard Zim yakni buku bisa merubah hidup seseorang, buku mengungkapkan keterembunyian yang tidak diketahui manusia. Sebuah buku mempunyai efek dan kesadaran bagi pembacanya, seperti pengalaman dari Howard ketika dia berumur 14 tahun, dia menemukan buku dijalan yang membuatnya mulai menyukai buku, buku yang ditulis oleh Dickens, buku itu membawa kekuatan besar untuk merubah pola pikirnya. Sebuah buku bisa merubah pola pikir seseorang ketika dia membacanya. Untuk itu buku mempunyai pengaruh besar terhadap perubahan berpikir, dan kritis terhadap suatu hal.
Buku bisa membuat kebenaran dan juga kekeliruan, kebenaran ketika seseorang merasakan perubahan yang positif terhadap perubahan dirinya, dengan banyak membaca buku akan membuat pola pikir semakin kritis. Kemudian dengan buku juga bisa membuat dampak yang negatif, tetapi negatif di sini bukan sebuah kesalahan tetapi kekeliruan, seperti seseorang membaca buku filsafat barat, dan penulis itu adalah seorang ateis, kemudian dalam buku tersebut berisi ungkapan-ungkapan ateis nya, sehingga pembaca yang memang seorang yang awam terhadap pengetahuan akan mempengaruhi pikirannya dan akan menggoyahkan keimanannya, tetapi hal ini juga bisa membuat keimanan yang semakin kuat.
Pengetahuan-pengetahuan yang telah mendoktrin masyarkat, anak-anak, telah membuat pembodohan terhadap masyarakat, memundurkan kemajuan, doktrin tentang pembenaran terhadap kekuasaan, penguasa, telah merasuki pikiran-pikiran masyarakat, masyarakat yang tidak mengerti semakin membuat tertawa penguasa. Tetapi bagi masyarakat yang kritis mereka mampu membuka penipuan-penipuan, praktik hegemoni yang salah dengan menyajikannya dalam suatu karya sastra (buku). Dengan membaca buku kita bisa mengetahui kebenaran yang sesungguhnya, jika telah mengetahui kebenarannya, mereka akan mengatakan, “apa yang telah dilakukannya, mengapa dirinya mau saja dibodohi oleh penguasa-penguasa”, tidak dipungkiri memang, bagi masyarakat awam yang tidak membaca buku, mereka tidak mengetahui karena mereka tidak membaca buku. Untuk mencari kebenaran banyak cara yang dapat digunakan, manusia yang mempunyai sifat yang kompleks, mempunyai hati yang baik seperti malaikat, juga mempunyai hati yang sangat jahat melebihi setan dan iblis. Tujuan yang ingin dicapai manusia adalah mencari kebenaran.
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran.

Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat:
1.      Teori Corespondence: menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.
2.      Teori Consistency: Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.
3.      Teori Pragmatisme: Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra pendidik sebagai metode project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.
Makanya hal-hal yang berkaitan dengan ada-nya sesuatu disebut dengan kebenaran. Kebenaran sebagai hal-hal yang berkaitan dengan apa yang ada, adanya sesuatu diwujudkan atau didukung oleh zat dari yang ada , sifat-sifat dari yang ada dan bentuk atau model dari yang ada. Jadi kebenaran itu adalah adanya sesuatau dengan segala atributnya. Dengan kata lain apa yang ada sebagai isi alam raya ini dengan segala atributnya. Ada-nya sesuatu itu baik di langit ataupun di bumi dapat berupa benda fisik, berupa proses, kondisi atau situasi. Kontradiksinya adalah bathil artinya ungkapan untuk menyatakan apa yang tidak ada atau ditiadakan. (https://www.facebook.com/permalink)
Ketika berbicara mengenai kebenaran yang absolute, tidak dipungkiri dengan adanya kebenaran yang bersifat relative, seperti kebenaran pendapat atau argument, cerita atau buku. Seperti cerita yang beredar di masyarakat mengenai penemu benua Amerika yakni Christopher Colombus, bagaimanakah kebenarannya? Banyak ungkapan-ungkapan yang menyebutkan bahwa Colombus adalah orang pertama yang menginjakkan kaki di Benua Amerika, lalu bagaimana dengan penamaan Amerika jika yang menemukan Benua itu adalah Colombus.
Menurut sejarah yang saya baca, colombus adalah seorang berkebangsaan Italia, dia melakukan perjalanan menelusuri samudra dan tempat pertama yang dia singgahi adalah Maroko, kemudian melanjutkan perjalanannya menuju Amerika, yang dia ketahui belum ada yang menginjakkan kaki ke benua tersebut. Columbus pertama kali sampai di Amerika yaitu di Cuba pada tahun 1492, beliau membawa 2 orang dari Maroko dalam perjalanannya ke Cuba-Amerika. Pertama kali Columbus sampai di Amerika dia disambut dengan baik oleh penduduk asli Amerika yakni Suku Cherooke dan Suku Indian. Namun, setelah mengetahui niat Columbus untuk menjadikan Amerika sebagai negara jajahannya suku asli Amerika pun menolak, dari sini mulai ada pemberontakan terhadap Columbus, dan pada akhirnya terjadi pembagian daerah kekuasaan, dan pada saat itu berdatangan bangsa portugis dan prancis ke Amerika, sehingga suku asli Amerika semakin terdesak.
Amerigo Vespucci adalah relasi Columbus yang mempunyai jaringan luas dan berasal dari kelas atas, dia seorang penulis, sehingga orang lebih mengenalnya dari pada mengenal Columbus. Bisa jadi penamaan amerika itu dari
Namun, banyak sejarawan yang mengatakan bahwa sebelum Columbus menginjakkan kaki ke Amerika, saudagar-saudagar islam yang kaya sudah berlayar dan sampai kepada Amerika, mereka membuat perkampungan dan menikahi suku asli Amerika, sehingga mereka sudah menjadi bagian yang tidak bisa terpisahkan. Ini dikuatkan oleh essay dari Dr. Youssef Mroueh yang berjudul “precolumbian Muslin in America”. Ada juga yang mengatakan bahwa dalam perjalannanya Columbus di Amerika, dia mendengar suara Adzan, sebagai penguat akan sebelum Columbus telah ada yang menemukan Benua ini.
Sampai sekarang misteri penemu benua Amerika belum juga bisa dipecahkan, karena bukti sejarah yang belum bisa menjawabnya. Namun, dapat disimpulkan bahwa Columbus pernah menginjakkan kaki di Amerika dan menjadi orang yang berpengaruh, sehingga banyak yang mencatat sejarah perjalannya.
Bagaimana dengan kebenaran cerita yang disajikan pada buku sejarah terhadap berbagai sudut pandang mengenai penemuan benua amerika. Bisa dikatakan semua buku itu benar. Namun kebenaran ini bersifat subjektif, walaupun dalam buku terdapat bukti-bukti dan evidence terhadap peristiwa yang dijelaskan.
Kebenaran absolut juga disebut dengan kebenaran universal, kebenaran ini hanya berlaku pada Kebenaran Tuhan. Tidak berlaku pada makhluk dan yang lainnya, karena buku adalah cipta dan karya manusia, manusia memiliki latar belakang yang berbeda, sehingga buku ciptaannya terpengaruh oleh latar belakangnya. Untuk itu kebenaran buku adalah kebenaran yang bersifat relative, kebenaran relative itu benar dengan kadarnya masing-masing.Dari banyak kebenaran relative kita dituntut untuk bersikap plural terhadap semua perbedaan-perbedaan itu.
Berbicara kebenaran untuk kekuasaan dengan buku, yakni buku bisa menguak dan membuka kebenaran yang terjadi di masyarakat. Seperti issu yang tidak jelas kebenarannya, nilai validitas rendah karena
Jadi dapat saya simpulkan bahwa kebenaran adalah lurus, atau hal yang sesuai dengan fakta. Kebenaran itu dibagi menjadi dua yakni, kebenaran absolute dan kebenaran relative. Kebenaran absolute disebut juga kebenaran universal, kebenaran ini hanya berlaku untuk Tuhan yang maha tunggal. Dalam merasionalisasikan kebenaran ini, banyak yang tidak mengakui bahwa ada kebenaran yang absolute, karena kebenaran ini bersifat abstrak. Dan kebenaran relatif adalah kebenaran yang nampak, dan disebut dengan perspektif. Di sini kebenaran milik orang yang berkuasa, karena pada praktik kehidupan yang besar dan mempunyai kekuatan adalah yang menguasai kebenaran. Sehingga kebenaran mutlak sepenuhnya hak yang mutlak.
jika berbicara kebenaran dalam sebuah buku, itu penuh dengan pandangan-pandangan yang mempengaruhi tulisan, dikarenakan latar belakang penulis yang memberikan karakter tersendiri. Untuk itu kebenaran yang Nampak di kehidupan nyata adalah kebenaran yang subjektif yang penuh dengan interpretasi dan interfensi dari pihak-pihak yang dinamakan manusia.







         

1 comments:

  1. Please set your focus on one specific things and deepen your analysis. Gagasan ide di masakan kamu terasa kurang membentuk sebuah bangunan. DIperlukan upaya khusus untuk merombaknya kayanya

    ReplyDelete