Monday, March 10, 2014

10:14 PM
Dalam class review kali ini, tantangan menulis semakin hebat. Saya harus banyak memberikan bumbu-bumbu masakan yang bisa membuat cita rasa masakan (tulisan) yang berbeda dari sebelumnya bahkan bercita rasa tinggi. Salah satu langkahnya adalah dengan menuangkan referensi-referensi lain untuk melengkapi dan mewarnai ilmu yang didapat dari penjelasan Bapak.
Pada pertemuan minggu lalu, Bapak berbicara sekitar Columbus. Lebih jelasnya mengevaluasi kembali tentang kesalahan kami dalam menulis, apakah kami masih melakukan kesalahan yang sama? Dan ternyata kesalahan terbesar kami masih banyak, diantaranya :
·         Terjebak di dalam hal yang tidak terlalu penting
·         Tidak akrab dengan kata kunci yang disebut wacana kelas atau classroom discourse
·         Menceritakan fakta-fakta tentang konflik agama tanpa menunjukan ketegasan titik pandang atau stance kita
·         Kami tidak membangun struktur generik dengan baik
·         Tidak memberikan referensi atau (pola referensi yang hilang)
·         Kemudian satu poin penting dari Bapak “ada banyak ruang untuk perbaikan”
Dari daftar kesalahan tersebut, semuanya memang real, namun poin terakhir merupakan motivasi besar bagi kami bahwa kami yakin, kami bisa memperbaiki kesalahan-kesalahan tersebut menjadi keunggulan kami kedepannya. Kesalahan diatas lebih ditunjukan pada kesalahan critical review minggu sebelumnya.
Kemudian, kata Bapak kami selalu gagal dalam membahas konteks. Kalian tidak akan bisa menulis dengan benar, jika kami tidak memahami konteks. Dalam segala hal, konteks memang selalu berperan, konteks selalu menjadi unsur utama dalam berbagai hal, situasi dan kondisi. Jadi, jika dalam menuis kita tidak memperhatikan konteks, maka kita mustahil dapat menulis dengan benar.
Berikut ini adalah sejumlah kunci isu
(permasalan) yang mendominasi pemahaman saat penulisan, di daerah ini lebih mengeksplorasi class review, yaitu meliputi poin tersebut :
·         Konteks (context)
·         Literasi (literacy)
·         Budaya (culture)
·         Teknologi (technology)
·         Aliran (genere)
·         Identitas (identity)
Kembali ketadi, dari beberapa hal diatas, menurut Bapak kami selalu gagal diarea konteks. Kami tidak menghadirkan konteks dalam menulis, dan itu sanagt patal. Aoa sih konteks itu? Konteks menurut Lehtonen? Atau mungkin konteks menurut referensi lain? Ketika kita berbicara Howard Zinn, sudah pasti kita membahas tentang history atau sejarah, politik dan relligiuos. Ketiga hal tersebut, harusnya itu tak lepas dari konteks.
Kemudian yang diungkap disini itu harusnya kaitan history dan literasi. Karena praktek literasi itu selalu terkait dengan sejarah. Namun, lagi-lagi kesalahan terbesar kami itu muncul, fokusnya ada di :
History dengan literacy as a social practice
Seharusnya, kami menggunakan sumber-sumber yang ada untuk mengupas kembali hubungan keduanya.
Selanjutnya ada pertanyaan dari NOAM CHOMSKY, dia adalah teman sang penulis Howard Zinn , dia berkata “you attacted Zinn properly?” dia juga berargumen tentang Zinn, bahwa Zinn mengubah kesadaran sebuah generasi. Benar, kami memang merasakan langsung rasanya seranagn dari Zinn. Artikelnya menjebak kami, membawa kami pada permasalahan yang rumit, menurut saya sendiri tulisan Zinn telah membuat kami terjebak jauh dalam mengartikan isi tulisannya. Berbicara tentang Zinn, memang tak cukup sampai disini, akan saya lanjutkan nanti.
Sekarang beralih pada sebuah pertanyaan dari Bapak, apakah kami sudah mempersiapkan hal-hal berikut :
·         Membaca sejarah Amerika?
·         Mendapatkan diri anda terbiasa dengan siapa Columbus?
·         Mencari fakta yang tidak diketahui tentang Columbus?
·         Mendapatkan diri anda terbiasa dengan siapa Howard Zinn itu?
·         Memeriksa karya Zinn?

·         Persfektif apa yang anda tawarkan, apakah berupa politik, antrofology, sosiologi atau budaya?
Alasan mengapa kami gagal dalam menulis karena pertanyaannya tidak dapat terjawab. Nah sekarang kita meninjau kembali tentang kesalahan kita adlam mebuat critical review, maka saya akan menguraikan mengenai hal-hal yang harus diperbaiki tersebut, baik itu tentang teks, konteks, delapan parameter berkaitan dengan kontek, hubungan literasi dan sejarah.
Pertama, yaitu konteks. Menurut Ken Hyland, cara kita memahami tulisan itu dikembangkan melalui pemahaman konteks yangs emakin canggih. Perlu disadari bahwa makna bukanlah sesuatu yang berada dalam kata-kata yang ditulis, tetapi diciptakan dalam interaksi antar penulis dan pembaca, karena penulis dan pembaca memahami kata-kata dengan cara yang berbeda, masing-masing memiliki persepsi yang berbeda dalam mengartikan suatu meaning tulisan.
Pandangan dari Dijk (2008) mengenai konteks, ini bukan situasi sosial yang mempengaruhi ( atau dipengaruhi oleh) wacana,tetapi cara peserta mendefinisikan seperti itu. Konteks demikian bukan semacam kondisi objektif atau sebab langsung, melainkan interkonstruksi dirancang dan diperbaharui dalam interaksi para peserta sebagai anggota kelompok dan masyarakat. Jika mereka, semua orang dalam situasi sosial yang sama akan berbicara dengan cara yang sama. Jadi konteks menurut Van Dijk adalah peserta konstruksi.
Sedangkan Cuttin (2003 :3) ada tiga aspek utama  yaitu:
·         Konteks situasional : apakah mereka tahu apa yang dapat mereka lihat disekitar mereka
·         Background konteks pengetahuan : apakah masyarakat mengetahui tentang dunia, aspek kehidupan, dan apa ayng mereka tahu tentang aspek satu sama lain.
·         Co-tekstual : apa masyarakat athu etntang apa yang mereka miliki.
Selanjutnya konteks menurut Halliday (1985) yaitu ada 3 :
·         Fieled : mengacu pada apa yang terjadi, teks adalah tentang topik bersama dengan bentuk-bentuk yang diharapkan secara sosial dan biasanya pola digunakan untuk mengekspresikan itu
·         Tenor : mengacu pada siapa yang mengambil bagian, peran dan hubungan peserta (status dan kekuasaan mereka misalnya yang mempengaruhi ketertiban, formalitas dan kesopanan)
·         Mode : mengacu pada pemutaran bahasa (apa yang peserta harapkan) lisan atau tulisan

Dengan kata lain, bahasa yang kita gunakan harus sesuai dengan situasi dan kondisi, dimana kita menggunakannya.
Kemudian, konteks juga mencakup semua hal berikut (Lehtonen) :
·         Substansi : materi fisik yang membawa atau relay teks
·         Musik dan gambar
·         Paralanguage : prilaku yang berarti bahasa yang menyertainya, seperti kualitas suar, gerak tubuh, ekspresi wajah dan sentuhan (dalam kecepatan), dan pilihan dari jenis hurup dan ukuran (secara tertulis)
·         Situasi : sifat dan hubungan objek dan orang-orang disekitar teks, seperti yang dirasakan oleh peserta.
·         Co-teks : yaitu teks yang mendahului atau mengikuti yang dibawah analisis, dan peserta menilai wacana yang sama.
·         Interteks : teks yang peserta anggap milik wacana lain, tapi yang mereka persekutukan dibawah pertimbangan, dan yang mempengaruhi interpretasi mereka.
·         Peserta : niat dan interpretasi mereka, pengetahuan dan keyakinan mereka, sikap interpersonal dan perasaan
·         Fungsi : apa teks dimaksudkan untuk melakukan oleh adresser, atu dianggap dilakkan oleh penerima dan adresser
Selanjutnya, saya ulas mengenai hubungan literasi dan sejarah. Berhubung poin ini dititik beratkan sebagai kelemahan terbesar oleh Bapak, maka dengan penuh hati-hati akan coba saya bahas. Kata sejarah berasal dari bahasa Arab yaitu “ Syajarotun” yanga artinya pohon. Sejarah diumpamakan sebagai perkembanagn sebuah pohon yang terus berkembang dari akar sampai ranting yang paling kecil yang kemudian bisa diartikan sebagi silsilah. Syajaroh dalam arti silsilah berkaitan dengan babad, tarikh, mitos dan legenda. Dalam bahasa Inggris, kata sejarah (History) berarti masa lampau umat manusia, dalam bahasa Jerman, kata sejarah (geschichte) berarti sesuatu yang pernah terjadi.
Sejarah adalah ilmu tentang manusia, yaitu yang mempelajari tentang manusia dalam sebuah peristiwa bukan cerita masa lalu secara keseluruha. Sejarah juga merupakan ilmu tentang waktu, sejarah juga ilmu tentang sesuatu yang mempunyai makna sosial, juga ilmu tentang sesuatu yang terperinci dan tertentu. Pada dasarnya sejarah mempunyai ilmu bantu dalam berbagai aspek kehidupan. Lantas bagaimana hubungan sejarah dengan litersai? Sejarah dan literasi tidak dpat dipisahkan karena saling membutuhkan. Tapi disini sejarah lebih cenderung membutuhkan bantuan tehadap literasi untuk mengungkapkan atau menyelesaikan masalah.
Keterkaitan dengan sastra pun membuka mata kita bahwa sejarah tidak tercipta dengan begitu saja, terdapat input subjektif dari seorang penulis yang dimasukan dalam karanagn sejarh yang mereka tulis. Perbedaan kontekslah yang menciptakan karangan sejarah seseorang dengan orang alin akan berbeda. Karen pada intinya, mereka menulis sejarah, berdasarkan konteks mereka masing-masing.
Mengingat diawal ada banyak pertanyaan mengenai hal yang sudah dipersiapkan oleh kami, maka saya akan menjawab sedikit tentang “mencari fakta tentang Columbus” saya akan menuliskan beberpa fakat tentang Columbus :
·         Lukisan tentang Columbus yang ada berbeda-beda. Tidak ada gambar asli mengenai Columbus
·         Marcopolo adalah salah satu tokoh motivasi bagi Columbus
·         Columbus bukan manusia pertama yang melakukan pelayaran ke Benua Amerika, tapi bangsa Viking lebih dulu tiga abad menginjakan kaki di Benua Amerika pada abad 2
·         Kepulawan bahama yang didaratinya (Elsavador) yaitu daratan yang diduga Columbus sebagai India sepanjang hidupnya dan lain-lain.
Untuk mengakhiri class review ini, saya tarik kesimpulan bahwa pada dasranya class review ini masih kental kaitannya dengan kesalahan besar kami dalam menulis khususnya critical review pada minggu lalu, dan kesalahan terpatal kami ada di konteks. Kaitan konteks dengan sejarah yaitu bahwa perbedaan kontekslah yang emnciptakan karangan sejarah seseorang akan berbeda dengan orang lain. Kemudian sejarah dan literasi itu hal yang tidak bisa dipisahkan karena keduanya saling membutukan. Contohnya sejarah membutuhkan bantuan terhadap literasi guna mengungkapkan suatu masalah.

0 comments:

Post a Comment