Saturday, March 1, 2014

11:55 PM
3
Pengetahuan dapat Menyelamatkan Dunia

Berbicara tentang kekuatan Speaking yang terdapat pada karya Howard Zinn yang berjudul “Speaking Truth to Power with Books1” adalah dimana terdapat sebuah kemampuan untuk mengukur diri kita supaya berfikir lebih kritis dalam membicarakan suatu kebenaran yang kuat, yang terdapat di dalam sebuah buku. Kita ketahui pada aspek bahasa inggris selain wrting terdapatnya juga aspek speaking, listening dan reading. Semua aspek tersebut diterapkan melalui system pendidikan di Indonesia. Berbagai media dan cara-cara tersendiri untuk mengukur kemampuan aspek tersebut ialah sangat beragam.
Mengukur kemampuan kekuatan speaking. Kita dapat melihatnya dari aksen bicara yang diungkapkan oleh seorang pembicara. Setiap orang mempunya daya aksen tersendiri untuk mengungkapakan atau menuangkan isi yang akan disampaikannya. Tentunya hal yang dibahas pada buku tersebut mengacu kepada bagaimana kekuatan kebenaran yang terdapa di buku? Dan setelah saya baca dari halaman 15-20 kekutan kebenaran dari buku tersebut adalah bukan pada aspek speakingnya saja, namun terdapat kaitannya juga dengan reading, listening dan wrting. Mengapa saya berpendapat demikian?
Alasan pertama selain kekuatan kebenaran pada buku adalah speaking. Di jelaskan bahwa seseorang yang memiliki kemampuan speaking baik, belum tentu mempunya cita rasa wrting yang baik pula. Jadi dalam hal ini seseorang bukan hanya di tuntut pada satu aspek saja melainkan juga dapat memiliki aspek yang lainnya yang saling mendukung dan saling berkaitan.
Kedua dan ketiga yaitu mencakup listening dan reading. Dari beberapa pengalaman Howard Zinn sejak kecil dia selalu mendengarkan hal-hal kecil. Seperi rasa ingin tahu dan penasaran terhadap seseorang yang dilakukannya seperti pada saat Howard Zinn berusia 15, 16, 17 dia sudah membaca buku-buku terentu yang memiliki efek yang sangat kuat bagi dirinya, penjelasan tersebut sama halnya pada aspek reading. Howard Zinn selalu membaca apa yang ia membuat penasaran. Oleh sebab itu dia mengatakn bahwa “This book changed my life”. Bayangkanlah Howard Zinn mengatakan bahwa “buku adalah merubah hidupku” sosok Howard Zinn sekarang menjadi Ilmuan besar, dan menciptakan beberapa judul buku. Ia meninggalkan seorang istri dan nama besar dari sebuah buku legendaries yang ia tulis:  people’s history of the united states. Buku tersebut ketika diterbitkan pertama kali di tahun 1980 hanya terjual 4000 copy, kini hamper terjual habis mencapai 2 juta copy dan di cetak ulang lima kali. Ia menempatkan sang penulis, saat itu seorang profesor sejarah di Boston University, di jajaran elit tradisi kritis kaum liberal progresif Amerika.
Sebuah penemuan adalah hakikatnya adalah suatu pemikiran yang sehat dan penelitian yang akurat. Dari judul diatas mengenai “Speaking Truth to Power with Books” adalah apakah kekuatan kebenaran hanya ada didalam buku? Kenapa harus didalam buku? Selain dari buku, sebetulnya apa yang membuat orang-orang dapat mengingat dari apa yang di tulis, di tangkap dan di pahami? Alasan pertama menurutnya adalah: one reason is that it is very rare to find a direct lline between the wrting of a book and the changing of a policy” maksudnya adalah salah satu alasannya adalah bahwa hal ini sangat jarang untuk menemukan langsung garis antara penulisan buku dan perubahan kebijakan.
Yang menarik dari buku tersebut adalah sebuah keberanian untuk mengungkap sisi gelap sejarah benua baru dan komitmen pada kaum subaltern dalam definisi spivak: mereka yang terpinggirkan dalam politik meneruskan sejarah. Sasaran tembaknya tak tanggung-tanggung yaitu : Christoper  Columbus dan para sejarahwan yang menulis versi lugu dari kedatanagan para kolonis. Di dalamnya termasuk sejarahwan Harvard, Samuel Elliot Morison.
Elliot Morisonlah yang menciptakan buku tentang Christoper Columbus. Marison tak sedikir berbohong soal kekejaman Columbus. Kita ketahui bahwa Christoper Columbus adalah pahlawan, Columbus adalah penemu besar, Columbus adalah pembaca Al-Kitab yang saleh. Sebaliknya, bahwa Pendapat Howard Zinn mengenai Columbus adalah sebagai pembunuh, penyiksa, penculik, multilator seorang pribumi, munafik, orang yang tamak mencari emas, dan lain sebagainya. Dari pernyataan di atas yang kita ketahui bahwa Christoper Columbus adalah penemu Benua Amerika dan seorang pahlawan.
(Howard Zinn ) Lalu, apa yang salah ketika para sejarahwan menganggap profesi mereka sama dengan para kartografer. Pembuat peta dengan sengajaja menyederhanakan realitas gambar yang sesungguhnya. Menunjukan bagian yang perlu, dan membuang yang tidak penting untuk di lihat. Itu yang membuat dip eta Indonesia. Kepulauan kita menjadi datar dan tak perlu ada benua aerika disana. Namun menulis sejarah adalah hal yang sungguh-sungguh berbeda.
Jika dsorot bahwa bahwa para kartografer bersifat teknis, maka biasanya para sejarahwan bersifat idioligis. Setiap penekanan tertentu dalam sejarah  dapat mencakup kepentingan politik, sejarah, rasial ataupun nasional. Pernyataan di atas adalah sebuah kritikan dari Howard Zinn kepada Samuel Ellot Morisson sang sejarahwan Harvard yang menulis buku seminar Chistroper, Mariner. Secara tidak langsung hal tersebut mengacu kepada untuk menemukan garis langsung dan dapat menemukan era dimana tulisan-tulisan tersebut  muncul dan kesadaran dari masyarakat yang dibesarkan dalam kebijakan yang berubah beberapa kali dari puluhan tahun lalu.
Selain itu dikuatkan lagi dengan bukti nama dari Benua Amerika sendiri. Jika Christopher Columbus adalah penemu benua Amerika, maka mengapa benua itu dinamakan benua Amerika dan bukan benua Columbia? Apalagi, nama Amerika berasal dari nama Amerigo Vespucci, yang hanya salah satu asisten dari Columbus.


Gambar Amerigo Vespucci
Sebuah peta dunia berusia 500 tahun, menjawab mengapa nama Amerika ditera secara permanen pada benua yang ditemukan Columbus itu, hari Kamis (13/12) dipajang di Perpustakaan Kongres AS di Washington DC. Peta ini dibuat oleh biarawan asal Jerman, Martin Waldseemuller, tahun 1507.
Waldseemuller yang tinggal di desa St Die, wilayah yang kini berada di Provinsi Lorraine, Perancis, dalam peta yang dibuat setahun setelah kematian Columbus sudah menyebutkan jelas Benua Amerika. Seharusnya, peta tersebut menyebutkan Benua Columbia, apalagi baru lewat setahun dengan kematian Columbus di Valladolid, Spanyol, 20 Mei 1506.
Saat itu peta Waldseemuller dibuat sebanyak 500 salinan, tetapi hanya satu yang bisa bertahan selama lebih dari lima abad. Rupanya, sebuah keluarga bangsawan Jerman selama ini hampir 400 ratus tahun menyimpan peta ini di ruang perpustakaan di kastil mereka.
Ini juga dokumen pertama dalam bentuk apa pun yang memunculkan nama Amerika,” ujar John Hebert, Kepala Divisi Peta dan Geografi pada Perpustakaan Kongres, kepada wartawan. Hebert juga menegaskan bahwa ini peta pertama yang menggambarkan pemisahan dan seluruh belahan bumi Barat dengan dua samudra.
Peta karya Waldseemuller cukup besar, dengan panjang 2,32 meter dan lebar 1,20 meter. Terdiri dari 12 jalur. Akurasi dari peta yang menggambarkan Benua Amerika ini cukup mengudang decak kagum para ahli.
“Sekitar 80 persen dari peta ini tepat,” ujar Hebert. “Margin kesalahan juga hanya sekitar 70 mil pada khatulistiwa,” katanya menambahkan.
Lantas mengapa bisa nama Amerika yang muncul di peta dan bukan nama Columbia? Besar kemungkinan, Waldseemuller membuat peta berdasarkan informasi dan keterangan yang diberikan Amerigo Vespucci, asisten Columbus. Maklum, saat itu Columbus sudah meninggal dunia.
“Saya menduga telah banyak perjalanan ke benua itu antara tahun 1492 dan tahun 1506, dan bahwa ada kemungkinan orang Spanyol dan Portugal sudah berlayar ke Amerika Latin dan melintas ke pantai barat Amerika,” kata Hebert.
Waldseemuller menerakan nama Amerika pada peta yang dibuatnya tahun 1507 ini. Penjelasan “Terra Incognita” atau “tanah yang belum pernah dikenal” pada benua baru tadi sudah tidak dipakai lagi. Sejarawan lantas bertanya mengapa nama Vespucci yang dipakai dan bukan Columbus yang justru sebagai sebagai penemu pada tahun 1492.
Jay Kislak, seorang banker yang juga memberikan sebagian koleksi petanya, termasuk peta karya Waldseemuller tahun 1516, kepada Perpustakaan Kongres AS, menduga nama Amerika yang muncul karena kelincahan dan relasi Vespucci yang kian luas. “Vespucci jelas punya kontak yang lebih baik dengan media daripada Columbus. Dia punya kemampuan relasi yang lebih baik. Dia juga bisa menulis lebih baik. Dia juga berasal dari kelas atas, seorang navigasi, bekerja pada ahli medis,” ujarnya. Spekulasi Kislak sangat masuk akal.. “Itu sebabnya, kita mengenal Amerika, dan bukan Columbia. Inilah kekuatan dari media,” ujar Kislak. Tidak heran mengapa Waldseemuller menera nama Amerika pada benua baru yang tadinya masih terra incognita itu. Amerigo Vespucci yang lebih terbuka, jelas dan rinci, dan pandai menulis.
Peta ini baru ditemukan pada tahun 1901. Kongres AS yang merasa berkepentingan pada peta ini kemudian membelinya pada tahun 2003 senilai 10 juta dollar AS atau sekitar Rp 93 miliar.
Kongres merasa perlu membayar mahal berkenaan dengan sebutan jelas nama Benua Amerika. Bahkan juga secara jelas membelah belahan bumi Barat dengan dua samudra yang kemudian dikenal dengan Samudra Atlantik dan Pasifik.
Dari penjelasan di atas, saya pribadi terkejut dengan pernyataan itu. Bukan hanya pendapat yang dikemukanan oleh Howard Zinn saja melainkan saya mencari beberapa sumber yaitu dari goegle ternyata pendapat Howard Zinn itu memang benar tetapi di sisi lain ada beberapa sejarawan yang mengatakan bahwa Christoper Columbus itu adalah penemu Benua Amerika. Berarti tanpa disadari ilmu yang saya dapatkan ketika saya duduk di Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama bahkan sampai Sekolah Menengah Kejuruan. Dengan seperti itu siapakah yang salah dalam memberikan ilmu tentang sejarah tersebut khususnya pada satu kasus ini yaitu tentang penemu Benua Amerika? Sayapun tidak mengerti hal tersebut akan terjadi pada diri saya sendiri bahkan dari beberapa teman sayapun merasakan hal yang sama. Merekapun baru mengetahui perbedaan antara penemu Benua Amerika.
Lalu siapa yang mesti disalahkan? Apakah memang saya sendiri yang tidak mengetahui dikarenakan kurangnya informasi ataukah paradigma system pengajaran seorang guru ketika saya masih duduk di bangku sekolah? Tentunya sayapun tidak mesti menyalahkan pihak yang pernah mengajarkan ilmu kepada saya. Yang saya tanyakan dan sampai sekarang binggung adalah dengan ilmu yang saya dapat dan tidak tahu kasus tentang penemu Benua Amerika otomatis yang pernah mengajarkan saya sebenarnya tahu? atau memang hanya terpaku kepada text yang dia (guru) baca tanpa mencari referensi lain dan bukti-bukti kebenrannya yang valid. Dengan seperti itu saya dapat mengatakan bahwa setiap buku belum tentu di anggap benar keabsahannya. Di buktikan dengan pernyataan di atas. Mungkin inilah yang di anggap bahwa seorang penulis mampu merekayasa apa yang penulis tuangkan atau ciptakan dalam buku tersebut. Dengan kebenaran yang bersifat subjektif ataukah kebenaran yang bersifat objektif?
Kebenaran yang bersifat subjektif mengacu kepada pendapat dari seorang penulis itu sendiri dengan referensi background pendidikannya sedangkan kebenaran yang bersifat objektif dapat di lihan selain dari factor Intern tetapai seorang penulis selalu kurangnya informasi yang dia dapatkan untuk menjadi informasi tersebut benar-benar merupakan data yang valid dan terbukti kebenarannya.
Keempat adalah aspek wrting. Mengacu kepada contoh dari penemu Benua Amerika. Sungguh ilmuan-ilmuan ternama itu bukan hanya menggunakan otaknya dalam menulis tapi menggunakan Ide-ide juga yang terkadang bagi seorang pembaca hanya menerima isi dari bacaan tersebut saya. Oleh sebab itu dari penjelasan tersebut dan mengacu kepada isi dari buku Howard Zinn kita harus menjadi people’s consciousness dan ternyata wrting. Jelas sekali kita ketahui semua aspek dapat diringkas dan dapat diuangkan melalui wrting. Sebab seseorang yang berjiwa wrting akan menyelamatkan dari kebodohan, ketetinggalan zaman, dan lain sebagainya. Menulis dapat membuat seeorang selalu berfikir dari apa yang dibaca, di dengar dan di ucapkan. Jadi semua aspek yang di atas selalu berperan dengan sendirinya ketika kita menggunakannya dengan benar.
Kemudian, mengapa kekuatan kebenaran tersebut di dalam buku? Kita ketahui bahwa: Buku adalah kumpulan kertas atau bahan lainnya yang dijilid menjadi satu pada salah satu ujungnya dan berisi tulisan atau gambar setiap sisi dari sebuah lembarannya. Ada beberapa sejarah sumber sejarah yang menguak tentang buku. Buku pertama pertama disebutkan lahir di Mesir tahun 2400-an SM. Setelah orange sir menciptakan kertas papyrus. Kertas papyrus ini berisikan tulisan digulung dan gulungan tersebut merupakan bentu buku yang pertama. Kemudian buku yang terebuta dari kertas ada setelah cina berhasil setelah cina berhasil mencipakan kertas  pada tahun 200-an SM dari bahan dasar bamboo ditemukan oleh tuan  Tsai Lun.
Menulis dan membaca merupakan suatu media yang dapat membuat presfektif atau pandagan seseorang terbuka. Sehingga seseorang tahu tidak hanya dari mendengar saja, melainkan harus mengetahui fakta, yakni dengan cara membaca teks. Kebenaran terjadi ketika suatu proses pemikiran kita berfungsi dan meyakini bahwa hal tersebut adalah benar.
Dari sejarah di atas saya pribadi menyadari bahwa buku merupakan hal yang utama untuk dijadikan bahan acuan kita dalam menulis disamping sebuh informasi yang kita temuakan dan berbagai latar belakang dengan pendidikan kita yang diikuti oleh sebuah pengalaman.
Dengan membaca, seseorang dapat mengetahui bahkan menemukan realita atau fenomena kehidupan. Pernyatan tersebut jelas mengundang kita agar giat membaca, menulis dan memahami isi dari buku yang sebenaranya. Pak lala bilang bahwa untuk menyaring sebuah informasi tidak sekaligus mentah-mentah langsung diterima tapi kita kelolah informasi tersebut menjadi sebuah informasi yang enak, nyaman dan difikirkan terlebih dahulu. Tidak asal bahwa informasi yang diterima dapat memberikan sumber referensi yang benar dan akurat. Jadi baik sebagai reader ataupun writer sama-sama mengacu kepada buku, informasi yang di dapat, referensi lain ataupun kejadian pengalaman pribadi yang memungkinkan anda tahu kejadian yang sebenarnya.
Jadi kebenaran baik yang terdapat di buku atau selainnya, tergantung pada siapa yang menilai kebenaran tersebut? Ataupun siapa yang salah? Untuk memandang keduanya. Siapa yang dapat menentukan pemikiran seseorang yang mengandung kebenaran sejati? Dan siapa yang salah? Tentunya melihat dari sebuah keyakinan.
            Masalah Kebenaran sesungguhnya merupakan tema sentral didalam filsafat ilmu. Secara umum orang yang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran. Problematika kebenaran adalah masalah yang mengacu kepada tubuh pemikiran seseorang tersebut. Begitupun dengan kebenaran sebuh buku. Kebenaran Buku mengoperasikan dalam banyak cara untuk mengubah kesadaran seseorang. Sehingga kebenaran yang benar-benar terungkap dari isi buku adalah bagaimana seorang reader membaca kritis dan menanggapi isi dari buku yang di bacanya. Seperti yang dikatakan oleh Howard Zinn mengatakan bahwa jika menulis, menulislah apa yang kamu tulis dengan benar tanpa menjudge orang lain dalam tulisanmu. Biarlah respon pembaca yang mampu berfikir lebih tinggi dari tulisanmu.
Penulis tentunya dalam memproduksi beberapa buku ataupun judul. Masing-masing pandangan mempunyai referensi yang mereka anggap bersifat benar dengan bukti-bukti tersendiri. Namun yang menjadi peranyaan saya adalah apakah hanya kebenaran yang dikaitkannya dengan buku? Ketika saya telah membaca karya dari Howardn Zinn tentang  speaking Truth to Power with Books1. Isi yang terkadung di dalamnya adalah kebenaran melalui buku yang dipertanggungjawabkan atas dasar fakta dan keberadaannya.
            Seperti pak lala telah menjelaskan pada semester 3 tentang fonology bahwa “suara akan diproduksi tetapi akan hilang dengan sendirinya” peryataan tersebut mengingatkan kita kepada aspek wrting yaitu tanpa di tulis semua hanya omong kosong/ belaka selain itu juga dengan ditulis adalah bukti ontentik seseorang dalam apa yang dilakukannya atau sebagai bukti dan lain sebagainya. Berapa puluh ribu kata kita memproduksinya tapi tidak diterapkan apada menulis akan hilang dengan sekecap ucap tapi sebaliknya berjuta-juta katapun kita dan kata tersebut dituangkan dalam tulisan tidak akan hilang tohhh? Buktikan!!
Lika –liku dalam menulis tentunya lebih berat, tetapi dengan lika-liku tersebut kita tidak harus berhenti dari menulis. Bukankah menulis adalah dapat memutar balikan sejarah atau kejadian? Hemmm….. itu luar biasa  bukan? Seperti kasus tentang Colummbus. Kita ketahui bahwa sejak kecil mendengar Columbus adalah sebuah pahlawan besar yaitu penemu benua Amerika. Pernyataan tersebut tidaklah asing sebab bersumber dari beberapa mata pelajaran sejarah dan apa yang diterangkan oleh guru-guru. Tetapi sekarang setelah membaca buku Howard Zinn. Beliau mengatakan bahwa penemu benua Amerika adalah bukan Columbus. Dengan kesadaran menulis tersebut kita sebagai reader juga ditantang agar dapat menjadi reader yang consciousness yaitu reader yang mempunyai kesadaran dalam sekecil textpun. Apabila tidak memiliki sifat tersebut dapat mengantarkan kita pada kebodohan atau ditipu terus –menerus dari sejarah-sejarah yang telah di tulis pada zaman dahulu dan akan berlanjut kepada anak cucu bangsa. Kaitannya dengan buku adalah sunber referensi aatu bukti ontentik yang dapat bereferensi pada kebenaran. Jadi kata kunci dari keterangan di atas adalah “reader consciousness”. Dapat dikaitkan pada paragraph ke 4 page 15 yang secara garis besar diungkit juga social consciousness dan activis. Orang yang sadar social so, ini berkaitandengan literasy bukan?.
Pernyataan pada paragraph 4 hal 15 tentang membaca buku-buku tertentu yang memiliki efek yang sangat kuat. Saya fikir justru itulah yang harus diterapkan di Indonesia, tapi sayangnya belum bisa generasi bangsa kita harus menerapkan system tersebut tanpa didukung oleh factor intern dan externnya. Factor intern saya fikir mencakup lingkungan keluarga dan pastinya bakat dari anak tesebut apakah gemar membaca atau tidak?
Menurut saya gemar membaca atau tidakbukan menjadi factor utama sebab pepatah menegatakn “ala bisa karna biasa” jadi tidak usah mengetahui gemar atau tidaknya anak tersebut untuk membaca buku. Bukankah membaca buku atau sejenisnya tidak diperuntukan hanya untuk orang yang gemar membaca saja? So prinsip “ala bisa karena biasa” menurut saya adalah jurus jitu untuk mnegatasi kemasalah yang ada di Indonesia termasuk mahasiswa. Factor kedua adalah factor extern yaitu factor yang bersumber dari luar dapat juga mencakup lingkungan dan program-program pemerintah. Seperti permuptakaan keliling ataupun diterapkan disekolah hukumnya fardhu kifayah untuk membaca baik sebelum pelajaran di mulai ataupun ketika waktu istirahat. Yang penting sempat baca minimal 10 menit. Jika di terapkan sampai berminggu-minggu ataupun berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, so pasti saya yakin akan berubah.
Jika kita sebagai writer dan ingin menulis suatu kebenaran yang dibuktikan dengan beberapa fakta yang falin maka menurut Hoard zinn mengatakan bahwa tidak usah menjelaskan sedemikian rupa tapi cukup yang dijelaskan apa yang diketahuinya saja tidak perlu menjugje secara terang-terangan. Namun biarlah orang berfikir secara lebih luas dan menemukan apa maksud dari makna tersebut.  Hal tersebut berperilaku untuk menjadi pembaca yang kritis.
Mayoritas orang lebih Cenderung membenarkan apa yang hanya mereka dengar dari kiai, pendeta atau petinggi ( pemerintah), padahal realitanya untuk membuktikan fakta tersebut kita juga harus membaca. Tidak hanya langsung melahap mentah-mentah konsep pembicaraan yang sudah terbangun tersebut, kita harus mengkonsep ulang dengan cara mengkritisi serta harus mencari referensi lain ( fakta dan bukti ) mengenai hal yang sedang dibicarakan tersebut.
Ingatlah bahwa sebuah fakta dqapat menyelamatkan dunia. Apaun kejadian yang dilakukan seseorang fakta adalah sebuah tanda bukti dalam sebuah aspeknya unuk mengukur kebenaran yang valid. Lalu pertanyaan besar saya adalah mengapa semua itu lewat buku? Fakta berada di buku, kekuatan berada dibuku, tanda bukti berada di buku lalau apa sebenarnya yang terdapat di buku itu? Perntanyaan-pertanyaan besar dapat di jawab dengan sebuah pembuktian besar. Ada sebuah ujaran yang menyatakan bahwa sejarah selalu di tulis olehpara pemenang. Dan ini adalah salah satu mitos. Namun Howard Zinn mematahkan persoalan tersebut. Ternyata Howard Zinn adalah seorang sang sejarawan radikal Amerika. Beliau mengatakan bahwa menunjuk bagi yang perlu dan membuang yang tidak penting. Pernyataan tersebut dapat di sambungkan dengan academy wrting yang terdapatnya bebrapa aspek.
Jadi dari beberapa  poin di atas kita dapat mengambil bahwa ujung tombak dari speaking trouth nya itu sendiri adalah berada pada writer dan reader yang melalui perabtara buku. Sebagai bahan bukti sehingga mampu direspon dengan baik. Dan manfaat dari penulis bahwa dikatakna penulis adalah mampu menemani kita pada suatu keadaan yang sendirian. Menulis begitu akan mengetahui atau merasakan yang ada di dunia. Saya tidak setuju dengan pendapat Howard Zinn yang menyatakan bahwa menulis mampu menemani kita pada suatu keadaan sendirian. Justru menurut pendapat saya adalah sebaliknya. Menulis dapat menyebabkan kita tidak sendirian itu adalah hanya hal kecil jika suatu buku telah di produksii sedangkan proses dari menulis itu  hamper semua orang adalah membutuhkan kesunyian, ketenangan, kenyamanan, so, secara langsung dengan seoerti itu penerapan pada prosesnya bahwa menulis adalah perbuatan yang dianggap keramat dan sunyi untuk dapat mengasilkan ide dan fakta. Sehingga dapat diproduksi sebagai acuan buku yang benar-benar layak tanpa rekayasa bagi seorang reader. Biarlah seorang reader memilikinjiwa critical yang pedas. Perbuatan-perbuatan tersebut sangat layak dan menurut saya sah-sah saja. Itu adalah ungkapan emosi dimana seseorang ingin dapat menunjukan jati dirinya.

Jakartabeat.net/kolom/howard zinn-dan-sejarah-orang-orang-kalah.
http://luvimelati.com/2010/03/16/arti-kebenaran/.
http://ebook-libery.rhcloud.com/article/howards-zinn-wikipedia-the-free-encylopedia.
gdepublications.wordpress.com/2010/11/27.

3 comments:

  1. terasa banyak yang kurangnya masakan ini. rangkaian sejarah dan data-data akan berbicara lantang kalau kamu sebagai kritikus tahu benget apa yang harus dikerjakan

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. Buku adalah jendela dunia
    https://alamatsekolah.com/

    ReplyDelete