Saturday, March 1, 2014

10:04 PM
1


Hujan Pengetahuan dan Penemuan Fakta 
disebabkan Membaca dan Menulis

Begitu sulit rasanya, ketika saya mencoba merangkai kata untuk menyajikan sesuatu yang bagus bahkan luar biasa dalam membuat tulisan ini. Namun tugas kami hanya taat pada proses, kami sedang belajar dan kami sedang berusaha untuk menyajikan sebuah tulisan yang setidaknya enak dibaca dan syukur-syukur luar biasa.  Dari buku milik Howard Zinn yang berjudul  “Anthropology Of The Shelf” Anthropologists on Writing Edited by Alisse Waterston dan Maria D. Vesperi (2009 )  bab 2 dengan judul “Speaking Truth to Power with Books1 “, disini membicarakan atau mengumumkan kebenaran-kebenaran menurut buku ini. Pada intinya, buku ini membahas mengenai kesadaran seorang reader (pembaca) atau reader conciousness.
Untuk mengawali critical review kedua ini ada baiknya kita menoleh kebelakang mengenai sesuatu yang sudah terjadi. Masa lalu? Pengalaman? Pentingkah? Biasa-biasa saja? Atau bahkkan tidak penting sama sekali? Jawaban saya pribadi mengenai pertanyaan-pertanyaan diatas adalah “sangat penting”. Kenapa? Yah, karena kita belajar dari pengalaman, ketika seseorang menjadikan pengalaman itu sebagai bahan pelajaran, maka kita akan melangkah untuk lebih baik dari pengalaman tersebut. Ini hanya sebagai pengingat diri saja, bagi siapapun yang membaca tulisan ini, intinya dalam segala aspek kehidupan pengalaman itu berperan penting, pengalaman bisa menjadikan kita sukses, bisa pula menjadikan kita jatuh, tergantung kita menyikapi pengalaman tersebut seperti apa. Dan jika dikaitkan dengan critical review pertama saya yang kemarin, saya mendapat pengalaman, sedikit gambaran mengenai bagaimana cara mengkritisi sebuah hasil karya orang lain, apalagi itu hasil karya seorang Profesor. And now, saya berharap komentarnya lebih baik dari minggu lalu.
Dalam setiap critical review yang ditinjau itu pasti tak lepas dari yang namanya kekutan/kelebihan dan kelemahan/kekurangan argumen penulis. Dari buku ini saya dapat melihat penulis mengatakan bahwa “orang yang bisa membaca dan menulis adalah orang yang bisa memutar balikan fakta”. Jika saya resapi kalimat tersebut, sejauh ini saya dapat mengartikannya sebagai alat. Yah, dengan membaca dan menulis kita akan bisa melakukan segala hal. Jangan jauh-jauh, masih segar rasanya di ingatan kita mengenai literasi, orang yang bisa membaca dan menulis itu berarti orang tersebut adalah orang literat, dan kita tahu bahwa, orang-orang literat itu adalah orang-orang yang maju, orang-orang yang hebat dan dengan literasi maka sebuah negara akan maju. Tak luput dari itu, maka jelas membaca dan menulis adalah sebagai alat yang mampu memutar balikan fakta. Kenapa demikian? Ketika seseorang telah mampu menguasai teks, maka dia dapat memanipulasi atau memutarbalikan sejarah (dunia), karena dengan membaca dan menulis dia mengetahui fakta dan kebenarannya, karena saya rasa orang yang menulis juga tidak asal-asalan menulis, disana pasti memerlukan penelitian terlebih dahulu dan orang yang membaca harus bisa menemukan paradigma baru. Itulah mengapa orang yang mampu membaca dan menulis itu disebut bisa memutar balikan fakta.
Dari buku ini juga, saya dapat melihat bahwa penulis mengungkapkan dengan membaca buku kita dapat menemukan fakta-fakta lain bahwa mengapa kita harus patuh pada perintah orang tua. Selain kita ketahui bahwa patuh dan taat pada orang tua itu adalah kewajiban, jelas dalam buku ini penulis mengatakan bahwa banyak fakta-fakta yang menunjukan mematuhi perintah orang tua itu sangat berguna untuk anaknya. Ketika Howard Zinn mulai membaca Dickens, itu semua memberi efek yang sangat kuat bagi pemikiran dia, dan ini juga berkaitan dengan apa yang saya ungkapkan yaitu bahwa semuanya berdasarkan “pengalaman”. Howard mengungkapkan demikian, jadi benar bahwa pengalaman sangat penting dalam segala aspek kehidupan kita. Howard merasa bahwa dia mengetahui pentingnya sebuah buku, itu tak lain dikarenakan dengan pengalamannya sendiri. Ini bisa menegaskan pendapat saya tadi, bahwa “experience” itu memiliki peran penting untuk kehidupan ini.
Dari artikel ini juga penulis mengungkapkan bahwa “Book can have a powerful effect” menurutnya buku itu dapat memiliki efek yang kuat untuk pembaca. Ada buku yang benar-benar serius mempengaruhi kita, penulis mengungkapkan pengalamannya bahwa ada orang yang mengatakan kepadanya, “buku ini telah merubah hidupku” pertama kali mendengar itu penulis juga terkejut, kok sampai ada yang berkata demikian tentang buku? Segitu pentingnya kah peran buku untuk kita? Ya saya rasa orang yang berkata demikian kepada penulis, telah merasakan sebuah “Effect” yang besar dari sebuah buku. Buku itu memiliki cara bagaimana dia menjadikan orang yang tadinya tidak tahu, menjadi tahu setelah membacanya, tidak hanya itu, peran buku juga adalah dia bisa menghipnotis seseorang baik secara langsung atau tidak untuk membuat seseorang merubah pemikirannya, bahkan gaya hidupnya . Seperti yang kita ketahui buku adalah gudang ilmu, apapun buku itu, didalamnya terdapat berbagai ilmu pengetahuan. Saya setuju dengan ungkapan seseorang yang mengatakan buku itu dapat merubah hidup saya, karena setelah buku itu dapat merubah hidup seseorang, maka pasti buku juga dapat merubah dunia. Semakin banyak orang yang mengerti dengan hal tersebut, maka buku itu benar-benar akan merubah dunia ini. Sayangnya, hanya minoritas saja dan orang-orang tertentu saja yang mengetahui hal ini. Hampir semua orang mungkin tahu bahwa buku ini sumber ilmu, tapi tidak banyak orang yang peduli bagaimana cara untuk mendapatkan ilmu yang banyak dari buku tersebut, bahkan untuk merubah dunia lewat buku tersebut.
Tetapi ada hal yang perlu diperhatikan juga bahwa kita harus berhati-hati dalam memilih buku, artinya sekiranya buku itu memberi dampak positif bagi kita maka bacalah, namun jika buku itu sekiranya akan memberi dampak negatif untuk kita, maka saran saya jangan dibaca. Pandai-pandailah memilih mana buku yang merubah hidup kita ke arah yang positif dan mana yang mendorong kita ke arah yang negatif. Karena saya yakin, tidak semua buku itu bernilai positif, pasti banyak pula buku yang didalamnya mengajarkan kita untuk berkarakter tidak baik. Menurut saya, disini hal ini tidak disinggung oleh penulis. Penulis tidak menyarankan kita harus pandai memilih buku yang baik untuk kita, padahal menurut persfektif saya, ini sangat penting. Hanya saja penulis mengungkapkan bahwa dia membaca buku-buku tertentu yang memberi efek yang kuat pada dirinya tanpa menegaskan kepada pembaca agar kita pandai memilih buku.
             Disini penulis juga mengungkapkan buku itu dapat merubah kesadaran pembaca (reader conciousness). Menurut pemahaman saya arti kesadaran pembaca disini adalah bahwa setelah kita membaca, maka kita representasikan ilmu yang kita dapat dari membaca lewat tulisan. Jadi langkah awalnya adalah membaca, lalu kemudian kita pahami dan kita tuangkan dalam sebuah tulisan,  supaya ilmu itu terwujud dalam bentuk tulisan sehingga tidak akan hilang.
Dengan membaca, seseorang dapat mengetahui bahkan menemukan realita atau fenomena kehidupan. Membaca itu maknanya luas, membaca tidak hanya membaca buku saja, tapi justru yang paling sulit itu adalah bagaimana cara kita membaca fenomena kehidupan kita, membaca diri, membaca orang lain dan lingkungan kita. Jika hanya membaca buku saja (asal baca saja), mungkin itu mudah, tapi bagaimana cara kita merepresentasikannya itu yang sulit. Jadi selain membaca buku secara langsung, kita juga perlu membaca realita kehidupan di alam ini. Membaca buku tetap penting, karena tanpa membaca buku, kita juga tidak akan bisa membaca diri kita, hanya saja tambahan dari saya disini adalah, bahwa selain buku, juga ada banyak hal penting yang perlu kita baca, sehingga kita akan menemukan realita-realita yang ada dalam kehidupan kita.
Kemudian, yang harus dikritisi dalam artikel ini yaitu mengenai seseorang mengetahui sesuatu tidak hanya dari mendengar saja, melainkan harus mengetahui kebenarannya dan mengetahui prakteknya, yakni kita bisa mengetahuinya dengan cara membaca teks. Jadi dalam artikel ini membaca itu selalu jadi perioritas utama dalam melakukan sesuatu. Kembali lagi ketadi, bahwa disini juga kita harus melihat fakta, jika hanya asal dengar saja tanpa melihat faktanya, berarti pengetahuan tersebut diragukan kebenarannya. Maksudnya begini, saya kaitkan dengan contoh yang ada dalam artikel ini, yaitu mengenai cerita penulis tentang pendeta yang mengikuti apa yang dia pikirkan adalah firman Tuhan dan semua orang mengikutinya, dan Billy Budd seorang pria yang tidak bersalah harus dihukum mati. Disini jelas terjadi kesalahan, orang yang tidak bersalah menjadi korban dari pemahaman yang salah, dari persfektif sang pendeta yang salah. Sehingga kesalahan itu nampak pada semua orang yang mendengar argumen (ceramah) si pendeta. Nah, maksud bahwa pengetahuan atu ilmu itu tidak hanya dengan mendengar saja, tapi harus dengan mengetahui faktanya disini, yaitu kita harus membaca langsung. Misalnya jika orang muslim, ketika kita ingin mengetahui suatu kebenaran tentang ceramah sang ustadz, maka kita langsung baca Al-Qur’annya, atau hadits-hadits shahihnya, apakah benar ada dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai sumber yang tidak diragukan lagi bagi umat Islam. Jadi segala sesuatu itu harus ada sumbernya, orang yang berbicara/penceramah pun harus sesuai dengan apa yang ada di buku atau sumber tertentu. Pada dasarnya, ketika orang mengungkapkan sesuatu, ketika seseorang mengetahui sesuatu, maka itu harus dikuatkan dengan buku.
Lalu penulis juga berargumen bahwa membaca dan menulis merupakan suatu media yang dapat membuat perspektif atau pandangan seseorang terbuka. Seperti yang sudah saya ungkapkan  tadi, bahwa orang yang menulis itu memang dituntut untuk membuka paradigma baru. Orang yang menulis harus menumpahkan seluruh pengetahuannya dan tulisan itu harus bisa memberi dampak yang membuat pikiran seseorang terbuka. Ketika hal itu terjadi, maka tulisan tersebut bisa dikatakan tulisan yang bagus.
Kemudian alasan lain mengapa kita juga harus menulis bahwasannya ketika suara diproduksi, maka pada saat itu juga suara akan lenyap. Suara itu tidak berbekas,  kecuali jika suara tersebut direkam, ia akan bisa diperdengarkan kembali. Hal tersebut bisa diimplikasikan pada sejarah. Sejarah jika hanya direpresentasikan melalui mulut ke mulut tanpa ditulis, maka ia juga akan hilang. Sama halnya dengan ilmu, jika tidak diikat dengan tulisan, jika kita tak menuangkannya dalam bentuk tulisan, maka ia akan hilang. Jadi tulisan merupakan suatu media untuk mengikat pengetahuan yang diperoleh baik melalui komunikasi verbal (Lisan) maupun dokumental (tulisan). Bayangkan saja jika kita punya ilmu begitu banyaknya, lalu kita membagikan ilmu kita hanya dalam bentuk lisan, sia-sia mungkin tidak, tapi saya rasa akan banyak ilmu kita yang hilang begitu saja dari otak pendengar. Kita sudah capek-capek berceramah, tapi banyak ilmu yang terbuang, hanya sebagian saja yang hinggap di dalam otak listener. Karena memory otak itu terbatas, apalagi jika kita memberikan banyak sekaligus, biasanya, banyak sekali ilmu itu yang hanya hinggap sesaat di dalam otak kita. Ini juga salah satu alasannya menurut pendapat saya.
Dari artikel ini saya juga dapat menangkap pendapat menurut penulis (Howard zinn) beliau mengatakan bahwa “Christopher Colombus”  itu bukanlah seorang pahlawan. Melainkan dia adalah sesorang yang berfaham komunis. Dia juga bukan penemu benua Amerika, tetapi dia adalah penjahat, orang yang serakah, orang yang tamak, pembunuh, penindas kelompok ras hitam yang ada di benua Amerika. Nah, menurut saya disini penulis memberikan penjelasan bahwasannya apa yang dia ungkapkan dalam buku ini itu hanya ungkapan biasa. Kita sebagai pembaca dalam menanggapi ungkapan tersebut, itu tidak harus percaya begitu saja. Jadi sebenarnya Howard Zinn ini menyampaikan itu kepada kita sebagai pembaca buku miliknya ini. Ungkapan dia tentang Columbus yang mengatakan begini-begini, itu bukan satu-satunya hal yang harus kita imani. Menurut dia banyak orang itu percaya dengan apa yang ada dibuku, tapi juga mudah percaya dengan hanya mendengar saja. Berarti jika seperti ini kasusnya, apa yang saya ungkapkan diawal-awal, bahwa kita memang harus berhati-hati dalam memilih buku, itu nyambung pula kesini, dari pesan Howard Zinn kita dapat mengartikan tidak semua buku itu sesuai dengan kenyataannya. Buktinya dia mengungkapkan seperti itu. Dan bukan berarti buku Howard ini juga salah, tapi disini Howard hanya menyelipkan pesan kepada pembaca mengenai ungkapannya tentang Columbus, dan itu bukan berarti kita harus mempercayainya begitu saja. Solusi tepatnya adalah kita bisa mencari referensi lain tentang sejarah Columbus, banyak cara untuk menemukan kebenarannya. Ini memang rumit, dan sangat sulit memang ketika kita ingin mempercayai suatu redaksi dari sebuah buku. Mungkin kita harus mengumpulkan banyak sumber, kita baca, lalu kita bandingkan dan mungkin dengan banyak bertanya kepada ahli sejarah. Intinya, kita tidak cukup percaya begitu saja pada satu buku ketika kita ingin mengambil suatu ilmu.
Apa lagi bagi para kaum muslim, saya hanya mengungkapkan apa yang saya ketahui mengenai suatu hal yang jauh lebih penting dari apapun itu, karena ini kaitanya dengan urusan ukhrowi (akhirat). Sebagai kaum muslimin, kita harus berhati-hati dalam berpedoman. Pedoman yang kuat, yang sudah di cap akan menyelematkan kita di dunia dan akhirat adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah atau Al-Hadits, tapi fenomena yang terlihat pada kaum muslimin zaman sekarang kebanyakan mereka salah pemahaman. Mereka mengagung-agungkan AL-Qur’an dan As-Sunnah, tapi mereka tidak berpegang teguh terhadapnya, sering kali mereka mengambil suatu tindakan dalam praktek keagamaan yang tidak berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, mereka ambil dari sumber lain, misalnya dari suatu kitab, mereka berpegang teguh pada suatu kitab yang jelas-jelas hasil karya manusia biasa, dari pada mengikuti apa yang ada dalam aturan Al-Qur’an dan Hadits. Mereka juga sangat mengagung-agungkan Nabi Muhammad SAW, tapi mereka tidak mengikuti sunnah beliau. Mereka beribadah sesuka hati mereka, mereka terkadang tidak sadar, kalo mereka telah melakukan perbuatan bid’ah (suatu ibadah yang tidak ada contohnya dari Rosulullah SAW). Padahal dampaknya jika demikain, maka orang-orang tersebut sekalipun mereka cinta kepada Rosulullah, tapi karena ibadah mereka tidak sesuai dengan apa yang beliau ajarkan maka sia-sialah apa yang mereka kerjakan. Mereka tidak akan diakui sebagai umat-Nya, bahkan mereka akan celaka. Ini sebagai contoh saja, betapa pentingnya kita berpegangan kepada suatu sumber (AL-kitab) yang benar. Sekali lagi ungkapkan, membaca dan menulis adalah penting, namun memilih untuk mengamalkan buku tersebut juga sangat penting agar kita tidak salah merubah hidup kita kearah yang positif.
Selanjutnya dalam artikel ini dapat saya pahami ungkapan penulis bahwa mayoritas orang lebih cenderung membenarkan apa yang hanya mereka dengar dari kiai, pendeta atau petinggi ( pemerintah), padahal realitanya untuk membuktikan fakta tersebut kita juga harus membaca. Tidak hanya langsung melahap mentah-mentah konsep pembicaraan yang sudah terbangun tersebut, kita harus mengkonsep ulang dengan cara mengkritisi serta harus mencari referensi lain ( fakta dan bukti ) mengenai hal yang sedang dibicarakan tersebut. Sebenarnya mengenai ini sudah saya singgung diatas, tapi untuk menguatkan pembahasan tadi saya kaji ulang hal tersebut. Benar sekali kesalahan terbesar manusia zaman sekarang adalah mereka malas mencari referensi lain tentang ilmu yang sudah mereka dapatkan. Yah itu tadi, mereka langsung percaya begitu saja dengan apa yang petinggi-petinggi mereka katakan. Istilahnya mereka asal dengar saja tanpa menggali lebih dalam lagi apa yang telah disampaikan. Padahal yang namanya manusia biasa tidak luput dari kesalahan, bukan berarti kita harus tidak percaya juga, tapi alangkah baiknya jika kita kuatkan dengan buku atau sumber-sumber lain. Janagn sampai pemahamanseorang penceramah yang salah kita amalkan dalam kehidupan kita sehari-hari, itu yang patal.
Kita ambil contoh, misalnya jika dalam istilah orang sunda, kerap kali orang tua-orang tua mengatakan kata “Pamali”. Mereka sering mengatakan larangan-larangan menggunakan kata tersebut, contohnya, “jangan mandi tengah malam pamali”, nah, kalo kita orang yang literat, sebaiknya ungkapan-ungkapan seperti itu jangan langsung kita percayai begitu saja, biasanya orang mudah percaya tanpa mencari tahu apa alasannya, bahkan mencari tahu faktanya. Mereka mengartikannya dengan hal-hal yang kadang diluar rasional, padahal jika kita teliti, kita kaji, cari tahu lewat banyak membaca, terkadang jawaban-jawabannya ada didalam buku. Seperti contoh tadi, orang tua melarang seperti itu karena memang mandi tengah malam menurut kesehatan pun itu  tidak baik untuk kita. Itu lah kesalahan kita jika kita asal dengar saja tanpa mencari kebenarannya.
Nah, intinya dapat saya simpulkan bahwa untuk critical review yang kedua ini saya merasa  tersesat jauh dalam mengartikan isi artikel ini. Tapi pemahaman saya tentang artikel ini intinya adalah, pertama-tama saya berargumen bahwa pengalaman itu penting dalam berbagai hal. Dan buku ini menceritakan tentang kesadaran pembaca atau (reader conciousness) dan arti dari “Speaking Truth to Power with Books1 itu sendiri adalah membicarakan atau mengumumkan kebenaran menurut buku (artikel) ini. Lalu artikel ini juga berbicara kebenaran melalui buku sebagai bukti yang dapat dipertanggung jawabkan keabsahannya atau valid (referensi yang jelas). Dengan membaca dan menulis orang juga dapat memutarbalikan fakta. Seperti kasus yang terjadi pada penulis tentang argumennya mengenai sejarah Colombus, penulis didisini dapat memutar balikan fakta disebabkan karena dia mampu membaca dan menulis. Buku ini juga mengoperasikan dalam banyak cara untuk mengubah kesadaran seseorang, dan dengan membaca, seseorang dapat mengetahui bahkan menemukan realita atau fenomena kehidupan. Seseorang juga mengetahui ilmu tidak hanya dari mendengar saja, melainkan harus tahu fakta, yakni dengan cara membaca teks. Kemudian membaca dan menulis juga merupakan suatu media yang dapat membuat perspektif atau pandangan seseorang terbuka. Jangan malas untuk mencari referensi lain tentang ilmu pengetahuan yang sudah kita dapatkan. Karena kebenaran atau fakta adalah sesuatu yang harus kita ungkap di dunia ini.

1 comments:

  1. tulisan ini terlalu personal tpai tidak menunjukkan banget posisi kamu sebagai kritikus. Masih terlihat rona-rona meragu untuk mengkritik Howard Zinn

    ReplyDelete