Writer by Muhammad Saefullah
Tiga batang cokelat caramel, suplemen penyegar otak,
serta satu susu cokelat siap untuk memulai menapaki jejak class review di gurun
literasi. Melewati padang pasir di sebuah class review gampang-gampang susah,
kita punya tenaga dan suplemen-suplemen yang cukup untuk survive di padang pasir
ini, tapi kita seakan-akan hipotermia di kutub utara untuk menuangkan ide
brilliant dalam torehan tinta hitam.
Slow but sure, sebuah suplemen hati yang nampaknya bisa
membuat kita bangkit. Seperti dalam Exploring “nothing But Literacy
Engineering” pesan yang disampaikan oleh “motivator” kita. Dari
Pak Chaedar selaku pengarang buku Pokoknya Rekayasa Literasi bahwa di abad 21,
negara yang kualitasnya bagus itu tergantung dengan tingkat literasinnya, tak bisa
dihindari bahwa literasi itu mempengaruhi di berbagai aspek dan berbagai dimensi. Orang yang mempunyai literas yang
lebih, setidaknya mereka sudah berada satu tingkat dari orang yang tidak
berliterat.
Setiap
minggu, Mr.Lala selalu menanyakan ada hal terbaru apa yang didapatkan. Wejangan
baru selalu disampaikan seperti pada pertemuan ke-3 ini, beliau menyampaikan appetizer
yang sudah dikerjakan oleh mahasiswa akan lebih berasa jika pada appetizer itu
mengandung beberapa bahan berikut:
1. Cohesion, nyambung atau tidak kalimat
yang digunakan dan harus bersepadan dengan berbagi ide yang ada.
2. Clarity, arti yang ada pada teks penulis
harus benar dan menyampaikannya dengan jelas.
3. Logical Order, Ide penulis harus masuk
akal pada poin ini dan penulisannya berurutan dalam menuangkan ide. Dimulai dari
sesuatu yang umum hingga spesifik.
4. Consistently, penulis harus konsisten
dalam menulis.
5. Unity, ajeg atau tidaknya dari semua
ide yang ada. Semuanya harus menyatu dengan benar.
6. Conciseness, kata yang digunakan
dalam menulis itu harus singkat, padat dan jelas.
7. Completeness, kelengkapan dari
tulisan harus ada. Penulis mengembangkan isi informasi yang diberikan.
Ada dua hal yang harus diperhatikan oleh kita selaku mahasiswa yang
sedang memperdalam writing yaitu variety da formality. Variety ialah membantu
pembaca dengan menambah beberapa bagian di poin selanjutnya. Sedangkan Formaliy
di Academic Writing bersifat formal, jenis kata dan struktur grammatical
digunakan yang digunakan harus ajeg.
Menilik tentang literasi menurut Ken Hyland itu merupakan sesuatu yang
kita lakukan. Sedangkan menurut Hamilton (1998) seperti yang tertera pada Ken
Hyland dia melihat literasi itu sebagai sebuah aktifitas interaksi yang
digunakan sehari-hari. Ada beberapa perbedaan antara ilmu yang berbau literasi
dengan yang lainnya.
Pertama, literasi itu terus berevolusi semakin berkembangnya zaman,
sedangkan rujukan linguistik tidak seperti literasi. Pendidikan yang berliterasi
tinggi pasti akan menghasilkan kualitas tinggi pula. Selanjutnya yaitu modal
hidup bisa diformulasikan sebagai sebuah hasil dari reading-wring, arithmetic,
dan reasoning. Orang yang literat itu orang yang bisa berinteraksi dengan
berbagai situasi.
Seperti yang sudah menjadi adat, sosok seorang guru itu berperan dalam
pendidikan literasi. Kriteria yang harus dimiliki yaitu professional, etis, strategi
analitis dan reflektif, efikasi diri, pengetahuan bidang study dan ketrampilan
literasi, dan numeral. Guru di Negara Finlandia merupakan posisi yang
bergengsi, banyak tahapan-tahapan yang harus dilalui sehingga pantas saja
kualitas anak didiknya sangat memukau. Dari banyaknya peminat yng ingin menadi
guru, para sarjana Finlandia berlomba-lomba untuk mendaftar menjadi seorang
guru.
Pada sesi interview tentang pertanggung jawaban hasil appetizer, ada satu
pertanyaan yang masih belum terjawab oleh kita (Represo). Seperti yang ditanyakan kepada beberapa mahasiswa tentang
rekayasa literasi, sebenarnya apa yang harus direkayasa dalam sistem pendidikan
kita? Jawaban dari mahasiswa ternyata kurang tepat mengenai apa yang harus
direkayasa.
Mr.Lala menjelaskan dalam hal rekayasa literasi. Beliau mengatakan bahwa yang
perlu direkyas ialah strategi yang jitu. Guru dituntut untuk menjadi pendidik
yang handal dengan strategi yang dimilikinya. Method of teaching perlu
dikembangkan oleh para pendidik.
Pembelajaran degan Mr.Lala sangat menantang adrenalin. Beliau menjelaskan
bahwa saat menyampaikan materi terjadi rekayasa
literasi, menurut versinya cara mengajar itu seperti baca buku, direspon,
dibaca, tulis ulang, dan didiskusikan. Inilah yang dilakukan Mr.Lala dalam
merekayasa pembelajarannya yang komprehensip. Semua yang kita lihat itu bisa
kita rekayasa untuk merepresentasikannya dan hal tersebut berbeda setiap
individu. Apa yang kita lihat ini semuanya termasuk semiotic symbol, bentuk
ungkapan yang menggambarkan maksud seseorang.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa menjadi seorag penulis yang handal itu tidk
mudah. Sosok Nurcholis Majid, Kuntowijoyo misalnya, beliau ini merupakan
penggede-penggede dalam literasi di Indonesia. Sebagai generasi muda, kita
perlu mengasah ketajaman menulis agar kualitas bangsa bisa terangkat. Leh karena
itu, sebagai seoang agent of change mahasiswa harus gila membaca setiap
waktunya agar menjadi bangsa yang literat dan bisa bersaing dengan Negara lain.
0 comments:
Post a Comment