ILUSI LITERAT DI INDONESIA
Akibat rekayasa
literasi bahwasannya dari sebagian para ahli yang mendefinisikannya, Brockmeier, 1998 : kita akan
mengkhawatirkan adanya theoretical and budaya karena dapat mempengaruhi dalam
literasi, para pengajaran bahasa asing dalam metode dan pendekatannya terdapat lima
kelompok besar.
Para ahli dapat
dikelompokkan menjadi lima kelompok besar, yaitu sebagai berikut :
Ø
Pendekatan
structural dengan grammar translation methods. Penggunaan bahasa tulis dan penggunaan tata
bahasa. Kelemahan dari metode ini, pendekatan ini tidak menjamin siswa mampu
menganalisis persoalan social.
Ø
Pendekatan
audiolingual atau dengar-ucap
(1940-1960). Metode ini menggunakan dialog itu saat ini di komunikasikan secara
spontan.
Ø
Pendekatan kognitif
dan transformative.
Metode ini berorientasi pada pembangkitan potensi berbahasa siswa sesuai
kebutuhan lingkungannya.
Ø
Pendekatan
communicative competence.
Ø
Pendekatan literasi
atau pendekatan genre-based,
sebagai implikasi dari studi wacana.
Definisi
Literasi
Secara
sederhana, banyak diperbincangkan dalam metodologi pengajaran dikalangan guru
bahasa, yaitu genre, wacana, literasi,
teks, dan konteks. Adapun pengertian (lama) literasi adalah kemampuan
membaca dan menulis (7th Edition Oxford Advanced Learner’s
Dictionary, 2005: 898). Dalam KBBI edisi ke-4 (2008), tidak mencantumkan lema
literasi, istilah yang ada di situ adalah literator
dan literer (hal. 836). Pada masa
silam membaca dan menulis dianggap “cukup” sebagai pendidikan dasar (pendidikan
umum) untuk membekali manusia kemampuan menghadapi tantangan zamannya. Dapat
dipahami jika literate kadang
diartikan sebagai educated. Literasi
selama bertahun-tahun dianggap sekedar persoalan psikologis, yang berkaitan
dengan kemampuan mental dan ketrampilan baca-tulis, padahal literasi adalah
praktek cultural yang berkaitan dengan
persoalan social dan politik. Dan para pakar pendidikan berpaling kedefinisi
baru yang menunjukkan paradigm baru dalam memaknai literasi.
Terdapat
beberapa ungkapan mengenai literasi, yaitu literasi computer, literasi
matematika, literasi IPA, dan sebagainya. Atas tantangan zaman, Freebody &
luke menawarkan model literasi sebagai berikut :
1.
Memahami kode dalam teks (breaking the codes of
texts),
2.
Terlibat dalam memaknai teks (participating in the
meanings of texts)
3.
Menggunakan teks secara fungsional (using texts
functionally), dan
4.
Melakukan analisis dan mentransformasi teks secara
kritis (critically analyzing and transforming texts).
Keempat peran literasi ini dapat
diringkas menjadi lima verba : memahami, melibati, menggunakan, menganalisis,
dan mentransformasi text. Adapula
definisi yang ada perubahan makna literasi, yang sudah pasti mengalami
perubahan pengajaran. Dalam perkembangannya literasi terus berevolusi, dan maknanya semakin meluas, sedangkan rujukan
linguistic dan sastra relative konstan. Dalam banyak hal obyek studi literasi
bertumpang tindih dengan objek studi budaya, yang berfokus pada
hubungan-hubungan antara variable social dan maknanya (O’Sulivan, 1994: 71).
Literasi tetap berurusan dengan penggunaan bahasa, dan kini merupakan kajian
lintas disiplin yang memiliki tujuh dimensi yang saling berkaitan, yaitu :
Ø
Dimensi geografis
Ø
Dimensi bidang
Ø
Dimensi ketrampilan
Ø
Literasi ini terlihat dalam kegiatan menulis,
membaca, menghitung maupun berbicara. Kualitas pasti bisa bergantung pada apa
yang telah di terimanya. Seorang sarjana pasti bisa membaca, tapi tidak semua
sarjana bisa menulis bukan.
Ø
Dimensi fungsi
dalam dimensi ini, orang yang
literat dia mampu menyelesaikan masalah, persoalan.
Ø
dimensi media
Ø
Dimensi jumlah (satu, dua, beberapa)
Dimensi jumlah ini dapat merujuk
pada banyak hal, misalnya bahasa, variasi bahasa, peristiwa tutur, bidang ilmu,
media, dan sebagainya. Orang multiliterat mampu berinteraksi dalam berbagai
situasi. Kemampuan ini tumbuh karena proses pendidikan yang berkualitas tinggi.
Ø
Dimensi bahasa
Setelah mengkaji tujuh ranah
literasi dan 10 fase kunci literasi, pendidikan bahasa berbasis literasi seharusnya
dilaksanakan dengan mengikuti tujuh prinsip sebagai berikut :
1.
Literasi adalah kecakapan hidup (life skill) yang
memungkinkan manusia berfungsi maksimal sebagai anggota masyarakat.
2.
Literasi mencakup kemampuan reseptif dan produktif
dalam upaya berwacana secara tertulis maupun secara lisan.
3.
Literasi adalah kemampuan memecahkan masalah.
4.
Literasi adalah refleksi penguasaan dan apresiasi
budaya.
5.
Literasi adalah kegiatan refleksi (diri).
6.
Literasi adalah hasil kolaburasi.
7.
Literasi adalah kegiatan melakukan interpretasi.
Literasi anak negeri di Indonesia
Data dari Association for the
Educational Achivement (IAEA), mencatat bahwa pada 1992 Findlandia dan jepang
sudah termasuk negara dengan tingkat membaca tertinggi didunia. Sementara itu,
dari 30 negara Indonesia masuk pada peringkat dua terbawah. Ada tiga kategori
besar masyarakat Indonesia. Perbandingannya dengan saat ini tidak terpaut jauh
berbeda jika melihat indicator yang ada.
Suatu tingkat literasi yang sangat ironis bila kita bercermin pada
negara-negara tetangga di ASEAN yang sudah terlebih dulu bangkit dari
keterpurukan peradaban.
Karena itu Penguasaan literasi dalam
segala aspek kehidupan memang menjadi tulung punggung kemajuan peradaban suatu bangsa.
Bahwa orang literat ialah orang yang
terdidik dan berbudaya. Rekayasanya
dengan upaya sistematis, yang menyangkut dalam 4 dimensi, yaitu :
·
Linguistic atau focus teks,
·
Kognitif atau focus minda,
·
Sosialkultural atau focus kelompok, dan
·
Perkembangan atau focus pertumbuhan.
Jadi, kesimpulannya adalah tingkat
literasi siswa Indonesia masih jauh tertinggal oleh negara-negara lain. Mulai
sekarang dan kedepan kita sama-sama bangun budaya dan negara yang kaya literat.
Kualitas literasi berkembang seiring dengan kematangan diri, tingkat pendidikan
saat ini sangat mempengaruhi tingkat literasi seseorang.
0 comments:
Post a Comment