Pada pertemuan ketiga ini. Semakin banyak ilmu yang saya dapatkan.
Materi yang diajarkan pun cakupannya semakin jauh, semakin menantang untuk
dilalui. Apapun yang terjadi kedepan saya akan tetap menghadapinya. Walaupun
harus melewati rintangan yang begitu tajam. Saya akan mencoba untuk terus
melangkahkan kaki ini dan terus menatap kedepan dengan penuh semangat yang
mmenggelora. Walaupun kaki ini terasa
lelah, tangan yang yang akan terus menulis bagaikan merajut sebuah
kerajinan tangan yang indah. Mata yang harus tetap terbuka, otak yang harus
terus berfikir kritis walaupun sebenarnya
sudah menemui jalan buntu, jari-jari tangan yang sering kram tetapi
harus kuat seperti baja. Kadang kesehatan yang menurun drastis. Semuanya harus
tetap dijalani.
Menelisik materi yang diajarkan bahwasannya literasi sangat
berhubungan dengan sosial, politik, psikologi. Keempatnya ini akan membentuk
peradaban yang baik. Contohnya apabila kita berkunjung ataupun menetap di
negara australia. Maka kita akan menemukan rasa nyaman. Walaupun itu bukan
tanah kelahiran kita tetapi akan terasa nyaman. Walaupun kita tinggal di negeri
orang, namun kita akan merasakan kenyaman yang tinggi.
Australia adalah negara yang tingkat literasinya sudah lebih baik
dibandingkan dengan indonesia. Pemerintah mebuat peraturan agar siswa
berliterasi. Di sekolah para siswa dibekali semacam kelas untuk menuliskan
judul buku yang dibaca. Catatan hasil membaca dan penilaian atas buku yang
dibaca dilakukan setiap hari sebelum kelas dimulai. Guru menyuruh untuk setipa
siswa menceritakan isi buku yabg telah dibacanya. Sistem ini juga diberlakukan
juga di sekolah-sekolah indonesia yang berafiliasi dengan sekolah-sekolah
Australia. Siswa yang bersekolah di Austarlia setiap minggunya rutin membaca
buku dari yang mereka pinjam di perpustakaan sekolah. Tidak mengherankan
setelah dewasa mereka tetap gemar membaca karena sejak dini sudah dilatih
literasinya.
Menurut Michael Barbel pada abad ke-21 standar kelas dunia menuntut
bahwa setiap orang harus berliterasi, ahli matematika, informasinya baik, mampu
belajar terus menerus, percaya diri, mampu memainkam peran mereka sebagai warga
masyarakat yang demokratis.
Bagian Appetizernya adalah academic writing. Disini akan mengungkap
satu persatu dari 9 elemen tersebut.
1.
Kohesi
: Gagasan kalimat atau paragrapnya harus nyambung.
2.
Kejelasan:
Maksud dari apa yang ingin dikomunikasikan harus benar-benar jelas.
3.
Urutan
yang logis : Mengacu pada urutan logis dari informasi. Dalam academic writing
penulis cenderung menulis dari umum ke khusus.
4.
Konsistensi
: Konsisten pada satu gaya penulisan
5.
Unity
: Kesatuan merujuk pada pengecualian informasi yang mana tidak langsung
menghubungkan pada topik di paragraf.
6.
Keringkasan
: hemat dalam penggunaan kata. Penulisan yang baik itu berupa point-point dan
tidak mengulang kata.
7.
Kelengkapan
: Sementara pengulangan dan informasinya tidak harus dihilangkan.
8.
Ragam
: Variasi membantu pembaca dengan menambahkan bumbu-bumbu pada teks.
9.
Formal
: Academic writing adalah formal dalam bunyi. Maknanya kosakata yang tidak
sederhana dan struktur grammar yang digunakan penggunaan kata ganti orang “I”
dan penulisan singkatan dihindari.
Ketika menulis, kalian menargetkan tulisan seperti apa, kemudia mengevaluasinya. Seperti Tipe pembaca
apa yang ditargetkan penulis. Argument pentingnya tersimpan dimana. Fakta apa
yang menyokong poin-poin yang kalian buat, buktinya cukup atau tidak. Apakah
penulis membuat tulisan yang tidak didukung oleh fakta. Apakah faktanya cukup
dalam bentuk artikel pada buku akademik.Ada tidak yang terkesan emosional.
Menurut
Ken Hyland literasi adalah sesuatu yang kita lakukan dan lietasi dalah bentuk
kegiatan yang terletak pada interaksi manusia. Academic literasi menekankan
bhawa cara kita menggunakan bahsa disebut juga praktek literasi. Diatur oleh
lembaga sosial. Keberhasilan academic berarti mempresentasikan diri anda dalam
sebuah disiplin ilmu. Mengadopsi nilai-nilai, keyakinan dan identitas wacana
yang academic.
Rekayasa
literasi adalah merekayasa pengajaran membaca dan menulis dalam empat dimensi
yaitu teks, mind, growth, group. Rekayasa literasi ini berhubungan dengan
paradigma pembelajaran literasi yakni skill, whole language, decoding. Literasi
selalu berhubungan dengan reading dan writing. Strategi dalam membaca harus
diajarkan. Reading berarti harus banyak buku yang dibaca. Ketika diberikan
sebuah artikel, maka cara merespon dari setiap orang akan berbeda dan tingkat
pemahamannya pun berbeda.
Rekayasa
literasi itu cara kita memahami teks, menyimpulkan sesuatu dan bagaimana
caranya agar orang bercita rasa sastra. Bagi setiap orang bahwa mempelajari
sastra itu sulit. Maka dari itu sastra seperti terpinggirkan. Pemerintah
sebenarnya takut terhadap orang sastra karena orang sastra bisa mengkritiki
kepemimpinannya lewat puisi, artikel dan karya ilmiahnya.
Jadi
dapat disimpukan bahwa komposisi bahan mentah dari literasi semakin banyak.
Tingkat memasaknya pun semakin rumit. Tinggal bagaimana kita bisa mengolahnya
menjadi masakan yang lezat.
0 comments:
Post a Comment