2nd
meeting of writing academic, tepatnya tanggal 10 februari 2014. Bapak lala
bumela, M. Pd menjelaskan bahwa menulis pada semester ini berbeda dari menulis
pada semester 2 sebelumnya, jika dulu kita menulis sesuatu hal hanya secara
general, yaitu untuk menghibur atau menginformasikan saja. Pada semester ini
kita akan menulis suatu hal secara lebih scientific atau disebut dengan
academic writing. Selaiin itu, kita juga dituntut untuk belajar menjadi seorang
yang critical reader dalam dua bahasa (L1 dan L2), yaitu ketika membaca tidak
menelan suatu informasi atau bacaan bulat-bulat (secara langsung). Tetapi, kita
harus mengamati, menganalisis, membandingkan, dan menyimpulkan bacaan tersebut
dengan bacaan-bacaan yang memberikan informasi-informasi lain.
Pada semester sebelumnya, kita hanya belajar menjadi
student of language, sekarang kita akan belajar atau bertransformasi menjadi
student of writing.
Writing pada semester 2 à
Student of language
Writing pada semester 4 à critical readers
à
student of writing à Multilingual written
Jika
para mahasiswa mampu melakukan atau memenuhi kriteria-kriteria tersebut, maka
kita akan menjadi mahasiswa yang multilingual written, yaitu mahasiswa yang
efektif dalam menulis dua bahasa, karena kita sebagai mahasiswa yang sedang
belajar bahasa asing (English department). Kita tidak hanya dituntut
untukmenulis secara efektif dalam bahasa asing yang kita pelajari saja. Namun,
kita juga harus bisa menulis efektif dalam bahasa ibu kita (bahasa Indonesia),
juga bahasa daerah kita. Kenapa orientasinya harus menulis? Karena dengan
menulis, kita bisa jauh lebih banyak melakukan suatu hal, dan menulis bisa
mengubah dunia.
Beliau mengatakan bahwa menulis itu seperti meditasi atau
berdzikir, karena ketika menulis kita sedang memusatkan atau memfokuskan semua
energy (baik pikiran maupun fisik) pada satu titik saja, yaitu ujung jari
tangan kita. Menulis itu membutuhkan energy yang besar serta butuh pemikiran
yang cemerlang, sehingga menulis juga bisa dikatakkan sebagai olahraga, karena
dibutuhkan banyak tenaga baik fisik maupun pikiran kita.
Menulis bukanlah suatu hal yang mudah, tidak bisa
diakukan dengan sembarangan, karena menulis itu bersifat kompleks dan mengikat.
Terdapat beberapa langkah dalam menulis, ada tiga langkah mengenai menulis,
berikut bagan penjelasannya;
à
ways of knowing something
Writing à
representing of something
à
reproducing of something
representing of
something à informasi
knowledge
experiences
knowledge à collecting
manner
Pertama, menulis adalah suatu cara untuk mengetahui
sesuatu. Sebelum menulis, penulis biasanya akan mencari sumber referensi atau
sekumpulan data-data untuk bahan penulisannya. Pencarian tersebut dilakukan
melalui membaca, dan dari pengalaman penulis ataupun pengalaman orang lain,
yang dapat memberikan informasi-informasi sehingga membuat penulis banyak
mengetahui sesuatu hal. Kedua, menulis merupakan suatu cara untuk
mempresentasikan sesuatu. Sesuatu disini adalah informasi yang kita dapat dari
membaca, atau menggabungkan penglaman penulis, yang nantinya dianalisis kembali
dan disusun secara rapi melalui media tulisan. Ketiga, menulis adalah suatu
cara untuk memproduksi atau menghasilkan suatu ilmu pengetahuan yang baru
sesuai dengan pandangan-pandangan penulis.
Menurut
hyland, menulis adalah sebuah praktek yang berdasarkan ekspektasi atau
keinginan dari penulis untuk menulis. Jika ada keinginan untuk menulis, penulis
ada niatan terlebih dahulu dalam menulis, kemudian sebelum menulis, penulis
harus mengetahui apa yang diinginkan oleh pembaca. Penulis juga harus
mengantisipasi pembaca yang mungkin menginginkan bahan bacaan teraktual sesuai
dengan selera pembaca masing-masing. Tentu saja, penulis harus mencari
informasi-informasi yang teraktual dan menarik pembaca untuk membacanya. Jadi
jika kita ingin menulis, kita harus mencari informasi-informasi teraktual untuk
dapat menarik perhatian pembaca untuk membaca hasil tulisan kita. Pada
dasarnya, untuk membangun koneksi meaning yang kuat itu saling berhubungan
antara teks, writer, dan reader.
Texts
Readers Writers
Menurut hoey (2001), writer-reader =
dancers. Hubungan antara keduanya (writer-reader) diibaratkan seperti dua
penari. Writer dan reader merupakan sebuah pasangan yang melengkapi satu sama
lain, saling membantu agar seirama. Oleh karena itu, penulis dan pembaca dua
penari yang saling mengikuti langkah secara bersamaan, dan membuat hubungan
yang tidak terpisahkan diantara mereka. Jadi, untuk mengamati atau menyimpulkan
meaning antara writer dan reader harus selalu sama, tidak boleh berbeda. Lihat
bagan berikut;
Writers
Dancers
à
meaning yang harus sama
Readers
Sedangkan menurut Barthes, yang
melihat peran orang-orang yang belajar aktivitas linguistic sebagai pusat dalam
pembentukkan makna atau meaning. Barthes menyatakan, bahwa penulis dikatakkan
penulis ketika sedang menulis saja, setelah hasil tulisannya selesai, penulis
tidak dikatakkan sebagai penulis. Hal ini diibaratkan hasil tulisan dari
penulis seperti kuburan, ketika kematian penulis, sekaligus menandakan
kelahiran pembaca. Jadi, untuk proses meaning itu terjadi bukan pada hasil
tulisan penulis (teks), melainkan berdasarkan sudut pandang readers, yang lebih
dinamis. Pembaca bagaikan orang yang membangkitkan roh yang ada dalam tulisan
(teks). Berikut bagannya;
Writer reader
Meaning
Teks
Mengutip dari pendapat lehtonen,
bahwa bahasa itu mempunyai system tersendiri yang mendefinisikan dan
mengartikan dirinya sendiri. Meaning itu terjadi ketika ada writer dan reader,
jika salah satu komponen tersebut hilang atau tidak ada, maka proses negosiasi
meaning pun akan hilang juga, karena jika tidak ada reader sebagai yang
membaca, maka tulisan dari penulis (texts) tidak berarti apa-apa. Berikut
bagannya;
Writer reader
(teks) (konteks)
Centered of meaning
Menanggapi artikel hawe Setiawan
yang berjudul “Belajar Membaca”. Beliau menyatakan bahwa masyarakat Indonesia
sebenarnya sudah cukup kritis dalam update informasi melalui internet secara
langsung. Menurut beliau, menulis kritis bukan hanya terjadi ketika kita
menulis secara formal saja, yaitu menulis di buku, artikel atau jurnal. Menulis
itu bisa terjadi dimana saja, seperti di jejaring social network, blogger, dan
lain sebagainya. media internet tersebut bisa dijadikan ajang ketramplian
menulis. Hal ini bertolak
belakang dengan pendapat Prof. Chaedae yang menyatakan menulis itu berbentuk
artikel.
Kesimpulan;
Jadi,
dari hasil penjelasan-penjelasan tersebut. Saya menyimpulkan bahwa
hubungan antara writers, readers, texts, contexts, dan meaning ternyata saling
berhubungan satu sama lain. Kolaborasi tersebut tidak lepas dari peranan
writers dan readers, sehingga menghasilkan meaning. Jika contexts berada pada
readers, dan texts merupakan hasil dari pemikiran writers. Sedangkan meaning
tepat berada ditengah-tengah keduanya (writer-reader). Berikut bagan
penjelasannya;
Writers Readers
Experiences
à <-> meaning <-> à experiences
Texts Contexts
Meaning ini seharusnya searah
(writer-reader), tetapi terkadang tidak sama karena sesuai dengan experiences masing-masing. Jika kita ingin mengkritisi, kita harus
tahu background antara keduanya, yaitu writer dan reader.
Namun,
bila terdapat sebuah perbedaan dalam meaning, maka yang harus menyesuaikan itu
adalah pembaca. Semua negosiasi meaning ada pada reader, jika seseorang sedang
membaca, secara otomatis pembaca sedang bernegosiasimencari meaning yang
terkandung dalam tulisan tersebut. Jadi, terserah reader mengambil atau
mengamati meaning, bahkan yang mengartikan suatu buku itu bagus atau jeleknya
pun itu tergantung dari reader yang membaca buku tersebut.
0 comments:
Post a Comment