LAMBAT
LAUNNYA LITERASI DI INDONESIA
Ada saatnya dimana
negeri tercinta ini memasuki babak yang kaya literasi, pada dasarnya
kemungkinan ini ada akan tetapi tidak mudah menerapkannya pada menjelang
dewasa. Dikarenakan akan ada pertimbangan, kritis itu sebagaian yang ada dalam
permasalahan tersebut. Kini marak silih berganti tidak memikirkan inti
masalahnya, yang kemudian kita tau memberi solusi tidak aka nada hasilnya. Dalam
mengajar writing terdapat basic orientation, yang mana untuk mengarah pada
ranah menulis, dapat kita simpulkan pada point yang terdapat pada basic orientation sebagai berikut :
Ø
In academic à scientific writing,
Ø
Orientation à critical thingking : you will not take a text for
granted,
Ø
We are just student of writing, and
Ø
Each other attach.
Dapat diuraikan tentang
basic orientation di atas. Dunia akademik tidak dapat dipisahkan dari dunia
literasi, ada yang mengatakan bahwa menulis itu susah ada juga yang tidak
mengalami kesulitan. Sebuah dunia menulis bukanlah aktivitas sendiri, pasti
membutuhkan peran orang lain didalamnya. Berorientasi untuk mengembangkan suatu
masalah yang terdapat critical thingking, Kritis terhadap segala informasi
yang diterima sehingga tidak bereaksi secara emosional dan peduli terhadap
lingkungan sekitar.
Dan yang terakhir harus adanya saling keterkaitan satu dengan yang lain, kita
menulis berarti energi terpaku pada jari selanjutnya energy juga terfokus pada
satu titik. Karena kita pada saat menulis harus focus sesuai dengan cerita yang
akan kita tulis, dan pak Lala mengatakan bahwa menulis itu terasa seperti
dzikir, karena susah mengerjakan apabila di ganggu terkadang seseorang
mempunyai hak menulisnya lebih banyak terinpirasi dalam keramaian atau sepi,
itu yang dapat kita pilih mana
penyesuaian yang berinspirasinya.
Sebuah
tulisan dalam my very own perspective you are a multilingual writer, penulis
yang efektif pada L1 dan L2, seseorang yang memberikan sebuah bacaan yang
mengkritisi atau mengkritik, perubahan pada diri sendiri untuk student of
bahasa dalam pelajar yang menulis. (Hyland 2004 : 4) Hyland said, menulis
adalah praktek dengan suatu harapan yang mana penulis berlomba of interpreting
dengan tujuan penulis yang harus ditingkatkan lagi, jika penulis mengalami
masalah maka harus antisipasi pembaca lebih berharap para previous texts.
Sebuah kaitannya
menulis memiliki 3 utama yaitu :
1. Ways of knowing something,
2. Ways of representing something, and
3. Ways of reproducting something.
Lehtonen (2000:74) on Barthes, where language to Saussure was a
system which it self defined its meaning, Barthes saw the role of the people
who practiced linguistic activity as also being central in the formation of
meaning. Bahwasannya seorang yang selalu praktek dalam bidang linguistic
atau bidang lainnya terdapat the formation of meaning. Kalau kita lihat para diplomat
bekerja melalui suatu pengalaman. Dalam mempresentasikan tentang menulis,
menulis itu harus mengumpulkan suatu hal yang pendek agar tidak panjang lebar
dan mengarah pada intisarinya. Dan yang terakhirnya menulis tergantung pada
reproductingnya agar mendapat tempat yang sesuai dengan harapan kita, harusnya
mengemas tulisan dalam bentuk yang menarik dan berbeda.
Jika kita lihat sama
halnya background yang membuat menarik, belum tentu isinya sesuai dengan
background tersebut. Yang saya rasakan sendiri ketika membeli buku jangan
melihat sampulnya, kita bisa melihat dari synopsis bacaan. Dalam kaitannya 3
utama di atas menggambarkan bahwa berpengaruh terhadap menulis itu sendiri.
Yang selanjutnya mempengaruhi karya menulis tersebut yaitu knowledge sebagaimana
akan di jabarkan melalui pengalaman, itu yang akan membuat cerita long lasting.
Seharusnya kita dapat merekam sebuah pengalaman, merekam dapat digunakan untuk
bahan isi penulis dan bahwasannya menulis itu bukan hanya expression talk,
expression idea. Mengungkapkan suatu cerita dari sebuah pengalaman yang ada,
bisa kita gunakan juga dengan gagasan yang pernah dipaparkan dari orang lain
maupun kita sendiri.
Menulis itu butuh
dari hati karena curahan hati lebih mengena atau terasa tersentuh lebih dalam,
adakalanya hati yang gundah, gelisah, dan senang tercurah semua. Seorang
penulis dapat mengubah diri seseorang, karena ikut serta dalam cerita. Dan kita
tau saat kini tren bahasa tidak lagi di Eropa, sekarang ini sedang bergelut di
negara Asia. Bisnispun kini banyak bergelut pada negara asia, dalam tarik
menarik kita harus pahami dengan sebaik mungkin. Akan tetapi negara kita ini
sebagaian pendidikan bahasa, terlihat dari potret yang rendah reader and
writer, pendidikan bahasa seharusnya memiliki roh dalam pendidikan literasi
(karya sastra).
Sekarang ini, rugi
jikalau tidak jadi orang yang literat,
literate people ? generasi literat mutlak dibutuhkan agar negara kita bisa
bangkit dari keterpurukan bahkan bersaing dan hidup sejajar dengan negara lain.
Lihat saat ini menulis makin kesini, semakin kompleks. Dengan ini kita harus
mengkoniksasikan antara text, reader dan writer harus diperdalam, writer-reader
bisa dihubungkan dengan inti meaning
information, contohnya dapat dilihat pada chef yang mana dia hanya bekerja
pada saat memasak saja. Dalam 3 utama menulis diatas itunbisa melalui, yaitu :
Influence -à Knowledge à Experience
Pengalaman itu akan long lasting.
Kita juga harus mengkoneksasikannya.
Text ßà reader ß à Writer
Dalam
pendidikan bahasa, potret yang ada reader dan writer, pendidikan bahasa disini
seharusnya memiliki roh dalam pendidikan literasi seperti karya sastra. Dalam
pendidikan bahasa, Indonesia, Inggris, Jerman, Jepang, China, Korea, Prancis :
pendidikan literasi à reader dan witer. Dalam
memperdalam penulis dan pembaca yang terpenting atau termasuk dalam meaning
information. Lehtonen berargumen bahwa penulis mempunyai aksen pada nucleus
formation of meaning, and membaca membuat dengan penyesuain. Dalam teks dan
penulis tidak pernah merasa eksis tetapi masalahnya pada produce one another.
Untuk mengulas lebih dalam lagi kepada Lehtonen (2000), dan koneksi di antara
texts, contexts, reader, writer, and meaning. Menurut saya jika teks itu mengarah pada penulis sedangkan
context mengarah pada writer. Keduanya saling keterkaitan hanya saja perbedaan
itu yang membuat kurang efektif.
Jadi
kesimpulannya sehubungan dengan ini menjadi orang yang literat, orang yang
mempunyai budaya literat yang tinggi dan tergantung pada paradigm literasi itu
sendiri. Kita mengetahui bahwasannya terdapat basic orientation yaitu dalam
akademik, orientasi yang mempunyai critical thingking, kita juga tidak belajar
menulis saja dan yang terakhir saling keterkaitan satu sama lain. Dalam hal ini
the connection teks, konteks, writer, reader dan meaning tersebut saling adanya
keterkaitan satu sama lain.
0 comments:
Post a Comment