9 februari, That must be a great start. Semua berjalan
lancar. Pak Lala pun menyampaikan kepuasannya terhadap performa kelas kami
walaupun tak langsung beliau sampaikan pada kami. Kembali beliau berikan
motivasi dan ekspektasinya dalam mata kuliah ini, mengajak kami mengevaluasi
siapakah kami di kelas ini, tujuan, semangat dan ekspektasi kami pada mata
kuliah ini.
Setelah mengevaluasi dan menilai
“feel” dari tulisan kami, beliau bertanya,kenapa mesti menulis? apa ruginya
bila kita tidak menulis? apa fungsinya menulis? seseorang dari kami menjawab
dengan lantang ‘’menulis mampu mengikat pengetahuan yang kita dapatkan
sebelumnya’’ kira-kira seperti itu jawabannya.
Ya, salah satu fungsi dari
menulis yang paling banyak diketahui, menulis yakni mengikat ilmu pengetahuan
agar dikala lupa dan dibutuhkan, kita bisa membacanya lagi. Tapi definisi dan
fungsi dari menulis lebih banyak dari sekedar mengikat dan lebih kompleks.
Seperti yang dijelaskan oleh Pak Lala
bahwa menulis adalah :
- · Cara untuk mengetahui sesuatu.
- · Cara memproduksi sesuatu.
- · Cara mempresentasi sesuatu.
Sesuatu disini adalah informasi, pengetahuan dan pengalaman.
Menulis adalah cara mengetahui sesuatu. Para ilmuan menulis hasil
penelitiannya, para reporter menulis hasil liputannya. Para sastrawan menulis
imajinasinya. Ketika semua tulisan tersebut tiba di tangan pembaca, tulisan
tersebut mentransfer informasi baru, wawasan baru, pemahaman baru, teori baru.
Jika mereka tidak menulis? apa yang kita tahu?
Lalu bagaimana menulis bisa menghasilkan ilmu? Kita kaitkan dengan
contoh sebelumnya. Dimana para ilmuan, guru, mahasiswa, reporter dan lain
sebagainya, menulis, mereka memproduksi sesuatu yang berhubungan dengan sang
penulis itu sendiri. Mahasiswa akan mengekpresikan ilmunya sebagai seorang
mahasiswa. Sang guru akan menularkan ilmunya sebagai seorang tenaga pendidik.
Para ahli akan mengukirkan pendapat dan penelitiannya pada karya tulisnya.
Alhasil, akan selalu ada “isi” dari tulisan. Baik itu ilmu,fakta,penelitian,argument
dan lain sebagainya.
Menulis adalah merepresentasikan sesuatu. Setiap ilmu akan
berkembang menyesuaikan diri dengan zamannya, dan menulis adalah alat yang akan
mengembangkan ilmu sesuai dengan zamannya. Setiap teori baru lahir, maka cara
untuk membuatnya hidup dan bertahan selama teoti berikutnya muncul adalah
dengan menuliskannya. Dan juga sejarah akan menuliskan bagaimana sesuatu
bertransformasi. Termasuk ilmu pengetahuan.
Menulis, seperti dijelaskan pada class review terdahulu, adalah
kegiatan yang kompleks. Menulis tidak hanya berfokus pada kemampuan penulis,
juga berfokus kepada target pembaca. Penulis akan membangun komunikasi dan
koneksi dengan pembaca guna mengarahkan pembaca menemukan makna dari
tulisannya. Makna bukan hanya milik penulis, tapi juga milik pembaca. Penulis
tentunya punya maksud, tujuan dan pesan yang ia benamkan pada tulisannya. Dan
pembaca akan menafsirkan dan memaknai tulisan tersebut sesuai dengan caranya
sendiri.
Pembaca bebas memaknai tulisan berdasarkan pendapatnya sendiri,
karena saat tulisan tersebut selesai, selesailah proses menulis. setelah itu
tulisan adalah milik pembaca, terserah bagaimana ia memaknainya karna penulis
tak bisa mengatur pendapat dan penilaian pembacannya.
Disinalah menulis membutuhkan seni, seni dimana penulis harus mampu
membuat pembaca menemukan pesan dan makna yang ia benamkan dalam tulisannya.
Seni untuk mengarahkan pembaca agar tidak melenceng jauh dari garis besar yang
diharapkan penulis, tidak menghasilkan multi tafsir, atau bahkan salah faham.
Seni dimana penulis mampu menarik pembaca ke dunia yang ia ciptakan dalam
tulisannya.
Ada tiga komponen dalam menulis, yakni teks, konteks, dan pembaca.
Lehtonen menerangkan ketiga komponen tersebut sebagai berikut :
Text. Lehtonen membaginya dalam dua dimensi, yakni fisik dan semiotic.
Teks secara fisik adalah “ artefak komunikatif” atau suatu instrument buatan
manusia yang digunakan untuk berkomunikasi. Bisa berupa pahatan, gambar, dan
huruf. Secara singkatnya, teks adalah segala sesuatu yang bisa dimaknai.
Berdasarkan pemahaman tersebut, bentuk teks tidak hanya tulisan saja, teks bisa
berbentuk verbal, dan visual.
Teks secara semiotic. Teks bisa saja berbentuk written, visual atau
verbal. Tapi essensinya mereka harus terorganisir dan membentuk symbol yang
solid dan mudah di definisikan. Dengan kata lain, teks secara semiotic adalah
teks yang terdefinisi, difahami, dan menggambarkan. Contoh, gambar tengkorak
pada botol pestisida, gambar tersebut mendefinisikan bahwa isi botol tersebut
berbahaya. Gambar tengkorak dimaknai berbahaya, mematikan, dan definisi lain
yang bertujuan supaya di jauhi. Maka gambar tengkorak tersebut mempunyai makna
semiotic.
Konteks. Konteks adalah background lahirnya sebuah teks, Lehtonen
menganalogikan teks sebagai teka-teki silang yang hanya ada satu kata yang
benar,dan konteks adalah buku panduan yang tidak terbatas jumlahnya untuk
membantu menemukan cara/kata yang benar tesebut.
Pembaca. Pembaca ialah orang yang melakukan aktivitas membaca, dimulai dari
memilih apa yang ingin mereka baca, menghubungkan semua hasil bacaannya dalam
rangka menemukan makna, termasuk membawa pengetahuan mereka kedalam teks.
Pembaca memaknai tulisan berdasarkan pengetahuan mereka sebelumnya. Punya
kebebasan memaknai, berpendapat,mengomentari dan mengkritik.
Koneksi antara pembaca dan penulis, oleh Hyland di ibaratkan seperti dua orang penari, dimana keduanya saling menyusun dan serasi satu sama lain. Sebenarnya saya tidak terlalu faham dengan analogi ini, maka saya membuat analogi sendiri tentang koneksi antara pembaca dan penulis.
Penulis menciptakan dunianya dalam tulisan, baik itu dunia tentang pendapatnya, dunia tentang pengetahuannya, pengalamanya, atau dunia imajinasinya. Penulis diibaratkan sutradara yang merekayasa dan membentuk dunianya kemudian merekamnya dalam pita film (tulisan). Dan pembaca adalah penontonnya. Selama menonton (membaca), penonton memberikan penilain terhadap film tersebut. Dan setelah menonton, ia punya pendapat mengenai film tersebut.
Koneksi antara pembaca dan penulis, oleh Hyland di ibaratkan seperti dua orang penari, dimana keduanya saling menyusun dan serasi satu sama lain. Sebenarnya saya tidak terlalu faham dengan analogi ini, maka saya membuat analogi sendiri tentang koneksi antara pembaca dan penulis.
Penulis menciptakan dunianya dalam tulisan, baik itu dunia tentang pendapatnya, dunia tentang pengetahuannya, pengalamanya, atau dunia imajinasinya. Penulis diibaratkan sutradara yang merekayasa dan membentuk dunianya kemudian merekamnya dalam pita film (tulisan). Dan pembaca adalah penontonnya. Selama menonton (membaca), penonton memberikan penilain terhadap film tersebut. Dan setelah menonton, ia punya pendapat mengenai film tersebut.
0 comments:
Post a Comment