The 3rd Class
Review
17 February 2014
Stayed On Literacy
Masih dalam kajian literasi, yang semakin
spesifik. Definisi literasi tidak hanya dimaknai sebagai membaca dan menulis.
Akan tetapi, semua aktivitas yang dilakukan oleh manusia merupakan bagian dari
literasi. Dimana diantara dimensinya adalah social, politik, ekonomi dan
psikologi. Dimensi tersebut termasuk dalam budaya (Culture), karena culture is
about norm, belief, values, thought, social, custom, system of symbols which is
use in any symbols and bounded and salient to any individual.
Keempat dimensi tersebutlah yang akan
membentuk suatu peradaban (civilization) yang selalu diperbaharui dan tentunya
perubahan tersebut akan bereferk pada gaya hidup kita, seperti prosperous,
security, comfort, dan tentunya beuty. Hal ini dibuktikan dengan adanya kota
Melbourn yang merupakan kota layak huni nomor 1 di dunia, baik dari segi
keamanan, kenyamanan, dan tidak adanya kemacetan lalu lintas serta lingkungan
yang bersih. Dalam penilaiannya, 140 negara dinilai terlebih dahulu oleh EIU
Global livability survey 2013 yang berupa stabilitas, pendidikan, dan
infrastruktur kota, kesehatan, budaya dan lingkungan. Lalu setiap Negara akan
mendapatkan poin untuk menentukan tingkat peringkatnya.
Di bawah ini merupakan 10 urutan kota yang
layak huni di bawah Melbourn:
1. Melbourn, Australia (97,5)
2. Wina, Austria (97,4)
3. Vancouver, Kanada (97,3)
4. Toronto, Kanada (97,2)
5. Calgary, Kanada (96,6)
6. Adelaide, Australia (96,6)
7. Sydney, Australia (96, 1)
8. Helsinki, Finlandia (96,0)
9. Perth, Australia (95,9)
10. Auckland, Selandia Baru (95,7)
Jadi,
dari 10 kota tersebut, yang paling nyaman untuk dikunjungi kebanyakan berada di
Australia dan Kanada. Hanya beberapa kota di Eropa dan Selandia Baru yang masuk
dalam daftar kota tersebut.
Berlanjut
ke pembahasan power point yang berjudul “3rd Match: Exploring
nothing but literacy engineering.” Education is not the filling of a pail, but
the lighting of a fire—William Butler Yeats. Hal ini berarti bahwa pendidikan
bukanlah seperti mengisi ember yang siswanya dating ke sekolah membawa tangan
kosong, akan tetapi pendidikan itu seperti kita membawa obor dengan nyalanya
api, kemudian guru tersebut memadamkannya. Dan ia tidak peduli apa yang terjadi
pada siswanya setelah kejadian tersebut karena ia menginginkan siswanya kuat
mengahadapinya, baik ia dalam kondisi terkejut, dan lain sebagainya.
Di
bawah ini, terdapat beberapa elemen dari academic writing. Seperti yang telah
kita ketahui, penulisan dalam academic writing itu sendiri tidak
berbunga-bunga, akan tetapi direct dalam sisi penulisannya.
1. Cohesion => Perpindahan yang halus
atau mengalir antara kalimat dan paragraph lainnya.
2. Clarity => Maksud/ tujuan apa yang
dimaksud tersebut terkomunikasi secara jelas dan sempurna.
3. Logical Order => Dalam academic
writing, seorang penulis harus menulis dari yang bersifat general ke yang lebih
spesifik.
4. Consistency => Hal ini berarti
bahwa keseragaman gaya penulis harus sama.
5. Unity => Sederhananya, unity
bermaksud pada pengecualian informasi yang secara tidak langsung berhubungan
dengan topic itu sendiri yang didiskusikan atau dibicarakan dalam sebuah
paragraph.
6. Conciseness => Keringkasan yang
padat isinya. Tidak minim dalam penggunaan kata-kata karena good writing dengan
cepat mereka menemukan poin dan mengeliminasi kata yang tidak penting. Dalam
hal ini, masih berkaitan dengan unity dan cohesion.
7. Completeness => Kelengkapan. Ketika
pengulangan atau informasi tidak penting harus dieliminasi, maka seorang
penulis harus memberikan informasi yang esensial pada topic.
8. Variety => Hal ini menambahkan
beberapa teks yang pedas untuk menolong pembaca.
9. Formality => Akademik writing
merupakan formal nada. Hal ini berarti bahwa vocabulary yang digunakan harus
mutakhir terutama struktur grammarnya. Dalam hal ini juga, penggunaan “I” dalam
penulisan harus dihindari.
Setelah
penjelasan mengenai key elemen academic writing. Kemudian pak Lala mengecek
chapter review, namun sebelumnya, kami harus mengoreksi terlebih dahulu tulisan
kami. Seperti :
1. Target;
2. Argument penting;
3. Bukti;
4. Claim yang tidak ada bukti;
5. Buktinya cukup/tidak?;
6. Terkesan emosional?
Dari
keenam point diatas, masih banyak yang kurang dalam penulisan saya. Dan beliau
mengomentari bahwa tulisan kami masih bercita rasa pak Chaedar. Dengan
demikian, kami belum menemukan bumbu yang pas dank has untuk masakan kami.
Semoga kedepannya, citarasanya semakin “wow”. Delicious….. ^__^
“Your
group did a great job on the 3rd match”. Inilah kata-kata yangpaling
menakutkan untukku. Pujian orang lain sungguh menyenangkan. Akan tetapi,
terkadang pujian dapat memotivasi untuk terus semangat, bahkan terkadang
menjatuhkan. Disaat sekarang, kami berada dalam posisi atas roda. Akan tetapi,
ketika kami terlena atau lengah sedikit saja, maka hal itulah yang membuat
diriku down. Semoga di semester 4 ini, semuanya berjalan dengan baik dan
lancer. Tak ada halangan sedikitpun. J
dan semoga Allah selalu memberikan kemudahan di atas kesulitan. ان مع العسر يسرا........... امين
Sedikit cerita, abad ke 21
menantang kita untuk lebih meningkatkan kualitas SDM. Lonjakan bergejolak yang
mewarnai tidak pernah surut memojokkan bangsa Indonesia. “Orang yang literat,
tidak hanya sekedar membaca dan menulis, tapi juga terdidik dan mengenal
SASTRA.” Inilah yang harus dipertanyakan, kenapa harus mengenal sastra?
Jawabannya adalah karena pengajaran sastra mengadopsi perspektif estetik dan
memberi penekanan pada sudut pandang tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat
seorang tokoh bahwa “To teach literature correctly is to emphasize the esthetic
stance and to de-emphasize the efferent” (Rosenblatt: 1978).
Dengan demikian, hal ini
mengindikasikan bahwa siswa tidak hanya mengidentifikasi apa yang tertuang
dalam karya sastra tetapi mereka juga mampu mengidentifikasi yang ada di luar
karya sastra itu sendiri. Sebenarnya sastra dan bahasa Indonesia masih sangat
mirip. Perbedaannya adalah kalau bahsa masih dalam kajian struktur dan sasra
lebih cenderung ke sikap dan norma. Oleh karenanya, keduanya tidak bisa saling
dipisahkan satu sama lain. Yang pada kenyataannya merupakan bagian dari
literasi itu sendiri.
0 comments:
Post a Comment