Monday, February 17, 2014

10:55 PM
Fenomena Literasi Indonesia
            Melihat literasi dari masa ke masa adalah penting bagi pelajar, tentang sejarah, tokoh, dan perkembangannya. Itulah yang penting untuk diketahui. Berikut ini saya tuliskan dalam bentuktabel perihal “Periodisasi Pendekatan dan Penggunaan Bahasa
Tabel.1
Periode
Model Pendekatan
Fokus Kepada
Metode
Kelemahan
tokoh
Hingga akhir Perang dunia2
Grammar translation
Penggunaan bahasa tulis dan penguasaan tata bahasa
Error analysis
-tidak menjamin mampu menganalisis bahsa pejabat yg munafik
-tidak memahami bahasa iklan yg menyesatkan, dan bahasa bias gender

1940-1960
Audiolingual (dengar-ucap)
Latihan dialog pendek
Praktek spontan
-tidak bervariasi
-bahasa tulis terabaikan


Kognitif dan transformatif (syntactic structure)
Generating ability
Materi sintaksis
Tidak mengarah pada sosiolinguistik
Chomsky 1957
1980-1990
Communicative Competence
Komunikasi target
Pendekatan komunikasi (komunikasi terbatas dan spontan/alami)
Kurang eksplisit dalam penjelasan bentuk dan fungsi
Hymes 1976
Widdowson 1978

Genre based (implikasi dari studi wacana)
Menyesuaikan kurikulum 2004 di Indonesia
Pengenalan berbagai genre wacana lisan & tulisan
-


Masa pendekatan communicatice competence, lahir ungkapan bahwa komunikasi itu harus bernalar, ini bermaksud pada sosialisasi komunikasi tertulis yang contohnya yaitu mengisi formulir aplikasi kartu kredit yang harus disadari oleh siswa bahwa itu adalah keputusan politik ekonomi. Kekurangan dari pendekatan ini yang dianggap kurang eksplisit dalam menjelaskan bentuk dan fungsi melahirkan sebuah tata bahsa fungsional atau systemic Functional Grammar (SFG) yang dikembangkan oleh Halliday (1985); Martin (2000), dan lain-lain.
Sementara pada masa pendekatan genre-based pembelajaran dilakukan melalui empat tahapan yaitu (1) membangun pengetahuan (2) menyusun model-model teks (3) menyusun teks bareng-bareng, dan (4)menciptakan teks sendiri.
Definisi Literasi
A.    Definisi Lama
Literasi adalah kemampuan membaca dan menulis, dan di zaman dahulu membaca dan menulis dianggap cukup sebagai pendidikan dasar yang harus dikuasai manusia untuk bisa bertahan hidup di tengah masyarakat, namun pada hakikatnya literasi itu adalah praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial dan politik. Dalam arti literasi itu bukan sekedar membaca dan menulis melainkan keseluruhan aspek kehidupan mana pun dilakukan sebagai dan berdasarkan literasi.
Dengan munculnya pernyataan di atas, maka para pakar pendidikan dunia mendefinisikan suatu definisi baru terkait literasi.
B.     Definisi Baru
Definisi baru tentang literasi ini menunjukkan paradigma baru dalam upaya memaknai literasi dan pembelajarannya. Sehingga pada masa kini terlahir ungkapan literasi komputer, literasi matematika, literasi IPA, dan sebagainya. Seiring berkembangnya literasi dan perubahan zaman Freebody dan Luke mengungkap hakikat berliterasi secara kritis dalam masyarakat demokratis dalam empat model literasi yang diringkas dalam lima verba yaitu memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, dan mentransformasi teks. Kelima verba tersebut dapat diperinci ke dalam empat peranan literasi sebagai berikut:
a.       Breaking the codes of texts (memahami kode dalam teks)
b.      Participating of the meaning of texts (terlibat dalam memaknai teks)
c.       Using texts functionally (menggunakan teks secara fungsional)
d.      Critically analyzing and transforming texts (melakukan analisis dan mentransformasi teks secara kritis)
Tujuh Dimensi Literasi Yang Berkaitan Dengan Berbagai Disiplin Ilmu
1.      Dimensi Geografis (lokal, nasional, regional dan internasional)
Literasi seseorang tergantung pada tingkat pendidikan dan jejarng sosial dan vokasionalnya.
2.      Dimensi Bidang (pendidikan, komuniksi, militer dsb)
Dimensi ini bergantung pada kualitas di bidangnya masing-masing, semakin tinggi kualitas di bidangnya maka semakin tinggi pula tingkat literasinya.
3.      Dimensi keterampilan (calistung dan berbicara)
Keterampilan seseorang bergantung pada gizi bacaan yang selanjutnya akan tampak ketika ia berbicara dan bisa dituangkan pada sebuah tulisan, tidak lupa pula numerasinya menjadiaspek pendukung keteranpilan tinggi seseorang.
4.      Dimensi Fungsi
Seseorang yang literat akan mampu menjadi orang yang mumpuni dalam dimensi fungsi ini, yaitu dia akan bisa memecahkan persoalan, mudah mendapatkan pekerjaan, dan memiliki potensi untuk mencapai tujuan hidupnya dan ia akan gesit mengembangkan serta memproduksi ilmu pengetahuan.
5.      Dimensi Media (teks, cetak, visual, digital)
Gaptek (gagap teknologi) pada zaman sekarang menyebabkan seseorang tidak mendapat gelar literat. Tuntutan penguasaan IT (Information Technology) juga harus dipenuhi, karena dunia maya saat ini menguasai kehidupan orang di dunia.
6.      Dimensi Jumlah (satu, dua, beberapa)
Literat juga menuntut pada dimensi jumlah, dicontohkan saja di sini jumlah bahasa. Orang yang multiliterat juga orang yang multilingual, dia memiliki kemampuan dalam komunikasi berbagai bahasa.
7.      Dimensi Bahasa (etnis, lokal, nasional, regional, internasional)
Seperti yang telah dituliskan di dimensi sebelumnya multilingual berarti juga multiliterat, dalam arti kita orang literat bisa berliterasi pada Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan juga Bahasa Ibu. Mengapa Bahasa Ibu? Karena jika kita melupakannya maka kita adalah orang yang payah.
Sepuluh Gagasan Kunci Literasi
Mengikuti perubahan zaman, paradigma literasipun berubah menyesuaikan dengan tantangan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Ukuran literasi ini berorientasi pada 10 gagasan kunci di bawah ini.
1.      Ketertiban lembaga-lembaga sosial
Dalam arti penggunaan bahasa dalam melaksanakan pekerjaannya. Seperti ontoh munulnya bahasa birokrat atau bahasa politik di DPR.
2.      Tingkat kefasihan relatif
Tingkat kefasihan berbahasa diukur sebagaimana standar yang digunakan.
3.      Pengembangan potensi diri dan pengetahuan
Literasi baca tulis adalah titik aman untuk setiap orang, karena dengan itu seseorang dapat mengembangkan potensi dirinya.
4.      Standar dunia
Melihat persaingan global pada masa sekarang keliterasian dapat dipersaingkan dengan batasan standar dunia, yang mana datanya dapat diperoleh dari hasil evaluasi melalui PIRLS (Progress in International Reading Lteracy Study) dan PISA (Program for International Student Assesment) juga TIMSS (The Third International Mathematics and Science Study) untuk mengukur literasi membaca, matematika dan IPA.
5.      Warga masyarakat demokratis
Warga negara yang demokratis akan menjunjung tinggi nilai demokrasi, untuk bisa menjadikan masyarakat demokratis, maka harus mendukung program literasi pendidikan yang mendukung terciptanya demokratisasi bangsa. Sementara itu, yang menjadi salah satu pilar demokrasi adalah media maka pendidikan literasinya harus berorientasi pada media massa.
6.      Keragaman lokal
Loal wisdom literacy, tercipta dari seorang literat lokal yang membangun literasi dalam konteks lokalnya yang selanjutnya akan memasuki konteks nasional, regional dan global.
7.      Hubungan global
Orang literasi mampu bersaing dalam kehidupan global, karena dengan kecanggihan teknologi di masa sekarang, semua orang adalah warga dunia. Sebagai buktinya kita sering mengalami culture shock akibat dari lonatan inovasi teknologi.
8.      Kewarganegaraan yang efektif
Warga negara yang efektif lahir dari literasi. Keefektifan warga negara dapat dilihat dari citizenship literacy (bagaimana ia mengetahui hak dan kewajibannya sebagai warga negara).
9.      Bahasa Inggris ragam dunia
Multiple englishes muncul dari keragaman bahasa lokal suatu negara, banyaknya orang di dunia ini yang mempelajari Bahasa Inggris maka akan semakin banyak pula Multiple englishes, karena hal ini merupakan efek dari lekatnya bahasa lokal dan masuknya Bahasa Inggris sebagai bahasa dunia.
10.  Kemampuan berfikir kritis
Berbicara dan menulis adalah tindakan literasi dan merupakan keputusan politik. Pengajaran bahasa harus mengajarkan keterampilan berfikir kritis agar terasahnya penggunaan bahasa dengan kritis.
11.  Masyarakat semiotik
Budaya adalah sistem tanda, dan semiotik adalah tanda. Untuk bisa berbudaya literasi maka kita harus menjadi praktisi semiotik yaitu seseorang yang menggunakan praktek semiotik dalam berliterasi/berbudaya literasi.
Tujuh prinsip pendidikan bahasa berdasarkan literasi
1.      Literasi adalah kecakapan hidup (life skill) yang memungkinkan manusia berfungsi maksimal sebagai anggota masyarakat
2.      Literasi mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis maupun secara lisan
3.      Literasi adalah kemampuan memecahkan masalah
4.      Literasi adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya
5.      Literasi adalah kegiatan refleksi (diri)
6.      Literasi adalah hasil kolaborasi
7.      Literasi adalah kegiatan melakukan interpretasi

Implementasi dari Literasi Anak Negeri
Dari data yang ditemukan PISA dan PIRLS juga TIMSS bisa ditarik kesimpulan bahwa tinggi rendahnya minat membaca siswa disebabkan oleh orang tua siswa itu sendiri, orang tua yang lulusan universitas akan lebih meningkatan minat membaca anak ketimbang orang tua yang lulusan SLTA atau yang lain di bawahnya.
Masih dalam temuan PISA tahun 2006 Inonesia menjadi urutan kedua terakhir dalam kategori junlah (maha)siswa yang membaca. Jika dianalogikan bisa jadi dikatakan seperti ini, orang-orang membacanya saja kurang apalagi menulis? Inilah sebabnya di Indonesia hanya ada 6000 judul buku di setiap tahunnya, apalagi jika dibandingkan dengan Amerika yang berada di posisi pertama dengan 90.000 judul buku setiap tahunnya. Inilah jawabannya mengapa Indonesia dikatakan oleh Prof. Chaedar dengan sebutan “Bukan Bangsa Penulis”.
“Rekayasa Literasi” ini mengajak kita sebagai generasi penerus bangsa untuk berliterasi, agar bisa mencapai tingkat negara yang tinggi akan literasi. Negara maju adalah negara yang berliterasi tinggi, jadi jangan bermimpi kita menjadi negara maju jika tingkat literasinya masih seperti ini.
“Rekayasa Literasi” berarti merekayasa pengajaran membaca dan menulis dalam empat dimensi bentuk pembelajaran. Pengajaran bahasa (language arts) yang baik menghasilkan orang literat yang mampu menggunakan keempat dimensi ini secara serempak, aktif dan terintegrasi. Dia menggunakan bahasa secara efektif dan efesien.
Keempat dimensi membaca dan menulis itu adalah:
a.       Linguistik atau fokus teks
b.      Kognitif atau fokus minda
c.       Sosiokultural atau fokus kelompok, dan
d.      Perkembangan atau fokus pertumbuhan.
(Kucer, 2005:293-4)
            Dari keempat dimensi di atas perlu bagi kita mengetahui penjabaran dari semuanya karena itulah proses yang harus kita lalui dalam ber Rekayasa Literasi. Keempat dimensi itu akan dijabarkan sebagai berikut:
·         Dimensi Pengetahuan Kebahasaan
1.      Sistem Bahasa
2.      Persamaan dan perbedaan bahasa lisan dan tulisan
3.      Ragam bahasa
·         Dimensi Pengetahuan Kognitif
1.      Aktif, selektif dan konstruktif saat membaca dan menulis
2.      Memanfaatkan pengetahuan yang ada (skimata) untuk membangun makna
3.      Menggunakan proses mental dan strategi untuk menghasilkan makna
·         Dimensi Pengetahuan Perkembangan
1.      Aktif dan konstruktif
2.      Pemakai berbagai strategi dan proses mengonstruksi
3.      Pengamatan atas, dan melakukan transaksi dengan mereka yang  lebih fasih
4.      Bagaimana menggunakan dukungan dan mediasi dari pada pelaku literasi fasih
5.      Pemanfaatan pengetahuan yang diperoleh lewat membaca untuk mendukung kegiatan
6.      Bagaimana menegosiasi makna tekstual melalui pemakaian dan dukungan sistem komunikasi alternatif
·         Dimensi Pengetahuan Sosiokultural
1.      Tujuan dan pola literasi yang seragam harus diketahui
2.      Aturan dan norma
3.      Fitur-fitur linguistik dari berbagai teks
4.      Bagaimana menggunakan literasi untuk memproduksi, menggunakan, mempertahankan dan mengontrol lembaga
5.      Bentuk-bentuk dan fungsi literasi tertentu yang bernilai tinggi
6.      Kemampuan melakukan kritik teks dari berbagai kelompok sosial dan lembaga

Kegiatan Literasi
      Kegiatan literasi melibatkan keempat dimensi bahasa. Orang berliterasi tinggi mampu memfungsikan simbol secara bernalar dalam konteks sosial. Tingkat pendidikan mempengaruhi literasi namun kejadian di Indonesia (kurang literasi) itu bisa jadi disebabkan oleh paradigma atau pendidikan literasinya yang maksimal.
Pengajaran literasi itu tergantung pada paradigma tentang literasi itu sendiri. Pengajaran bahasa di Indonesia lebih kepada empat aspek yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Dalam pembelajarannya jarang disebutkan kata literasi hanya cenderung kepada budaya dan sastra pun jarang diperkenalkan kepada siswa.
Berbicara tentang paradigma, ada 3 paradigma perihal pembelajaran literasi yang mendahulukan pengenalan bagian-bagian dari literasi yaitu decoding yang mendahulukan pengenalan bagian-bagian dari literasi atau bahasa yang selanjutnya dapat diaplikasikan pada hubungan tulisan dengan makna, kemudian paradigma skills yaitu siswa diajari terlebih dahulu bagaimana cara memaknai bentuk-bentuk bahasa seperti morfem dan kosakata, dan yang ketiga yaitu paradigma whole language yang mana pembelajaran ini cenderung menolak pembelajaran yang meletakan fokus pada bagian atau serpihan bahasa, melainkan paradigma ini fokus pada pembelajaran makna.
Kesimpulan

Untuk memperbaiki keliterasian bangsa kita, kita harus menciptakan minat baca terlebih dahulu dan selanjutnya kita mendasar pada hakikat berliterasi secara kritis dalam masyarakat demokratis juga melihat standar gagasan kunci literasi dan tjuh prinsip pendidikan bahasa berbasis literasi yang selanjutnya menyesuaikan diri sesuai dengan dimensi literasi kajian lintas disiplin. Dengan itu, kita akan tahu posisi kita berada di mana dan apa yang harus kita lakukan untuk melestarikan budaya literasi. 

0 comments:

Post a Comment