Laela
Nur Komariah
14121310313
PBI-B
Class
Review 2
Mabuk
Teknologi
Satu
minggu telah berlalu. Tidak terasa saya sudah harus berkutat kembali dengan
tumpukan-tumpukan buku yang sangat menyeramkan ini. Kini kita telah sampai pada
pertemuan ke-2 dalam mata kuliah writing. Menulis pada semester 4 ini sangat
berbeda dengan menulis pada semester sebelumnya, karena pada semester ini kita
menulis sciencetific atau yang biasa dikenal dengan academic.
Banyak
sekali hal yang disampaikan pada pertemuan ke-2 kemarin. Pertama, critical.
Critical writing bukanlah orang yang menelan bahan bacaan secara langsung,
melainkan setelah buku tersebut dibaca kemudian akan diproses oleh otak kita,
ditelaah maksud dan makna buku tersebut apa. Setelah melewati beberapa tahap
seperti dibaca, ditelaah, dan lain sebagainya maka barulah terciptanya sebuah
pengalaman tersebut yang akan dituangkan menjadi critical writing.
Kemudian
writing itu bersifat mengikat, karena writing bersifat kompleks, diantaranya
adalah:
1. Cara
untuk mengetahui sesuatu
2. Cara
untuk merepresentasikan sesuatu
3. Cara
untuk mereprodusikan sesuatu
Sesuatu
yang dimaksud disini adalah informasi, knowledge, experience. Disini bisa kita
lihat bahwa apabila kita ingin menulis tentang sesuatu kita harus tau segala
informasi tentang semua itu, karena tidak mungkin kita menuliskan sesuatu yang
tidak kita ketahui asal usulnya. Misalnya, kita ingin menulis atau
mendeskripsikan “Perancis” maka kita harus menggali informasi
sebanyak-banyaknya dan sedalam-dalamnya tentang Perancis.
Makin
tinggi literasi, maka akan semakin kaya ilmu pengetahuan. Lompatan-lompatan
teknologi yang semakin berkembang dengan sangat pesat yang dicapai oleh negara
maju itu berbanding lurus dengan tingkat kemajuan literasi yang dimiliki negara
tersebut. Contohnya Korea, Jepang, China, dengan industri teknologinya yang
berkembang pesat. Walaupun butuh waktu yang sangat lama untuk mewujudkan itu
semua tapi mereka percaya bahwa literacy will save your life.
Penulis
dan pembaca harus membangun koneksi yang sama ketika membaca teks yang sama.
Contohnya penyanyi, mereka ketika diharuskan untuk berduet maka mereka harus
latihan untuk membangun konektifitas mereka, penghayatan mereka, suara mereka,
supaya ketika lagu tersebut didengarkan ke publik akan menghasilkan sesuatu
yang istimewa. Oleh karena itu menulis butuh ketulusan hati, butuh latihan, dan
butuh cara-cara tertentu untuk menghasilkan sebuah mahakarya.
Seorang
penulis harus memiliki cita rasa yang tinggi. Seseorang disebut chef hanya
ketika mereka sedang memasak. Sama halnya penulis, seseorang disebut penulis
ketika mereka aktif menulis. Jadi ketika tidak aktif menulis maka tidak akan
disebut penulis. Semua negoisasi makna berada pada reader, yang bisa dilakukan
penulis adalah mengantarkan reader kepada makna dengan caranya.
Menurut
Hawe sekarang ini sumber-sumber bacaan kian banyak dan terbuka untuk diakses
menggelontor tiada henti, menggenangi masyarakat pembaca. Sekarang ini kita
tidak lagi di batasi oleh lembaran koran dan majalah yang setiap pagi kita
menunggu ada seseorang yang melempar koran ke bawah pintu gerbang kita. Namun
sekarang kita bebas mengakses apapun yang kita inginkan melalui komputer,
laptop, handphone dan masih banyak cara lainnya.
Seiring
dengan semakin pesatnya teknologi ia juga merasakan kekhawatiran karena dengan
adanya teknologi canggih dan informasi yang serba tersedia ternyata itu
menjadikan kita semua malas untuk berkunjung ke perpustakaan, malas untuk
membaca buku ataupun koran.
Banyak
sekali dampak yang ditimbulkan oleh perkembangan zaman. Misalnya dulu sebelum
ada internet orang-orang senang berkunjung ke taman baca atau perpustakaan
untuk sekedar mengisi waktu luang atau ingin mencari informasi yang mereka
butuhkan. Dengan begitu perpustakaan menjadi ramai karena banyak yang berkunjung.
Namun,
kini orang lebih suka menyendiri, untuk memainkan gadgetnya. Dan orang-orang
menjadi tidak sabar dalam melakukan sesuatu karena di nternet tidak ada yang
namanya mengantri. Lain halnya apabila kita meminjam buku diperpustakaan kita
harus mengikuti prosedur yang berlaku di perpustakaan tersebut.
Jadi
kesimpulannya pembaca dan penulis itu seperti dancer. Mereka berpasangan dan
menari dengan alunan musik secara bersamaan sehingga menghasilkan tarian yang
indah. Sama halnya pembaca dan penulis, mereka dua orang berbeda tetapi harus
menciptakan makna yang sama agar apa yang disampaikan oleh penulis akan sampai
dan sama makna dengan pembaca.
Menurut
saya semakin tinggi lompatan teknologi di Indonesia memang bagus. Tapi kita
sebagai penikmat informasi jangan sampai lalai dengan adanya perpustakaan,
taman baca, dan lain-lain. Kita harus bisa membagi dimana saat kita menggunakan
teknologi dan saat kita mengisi waktu luang di perpustakaan.
0 comments:
Post a Comment