Mendobrak Tembok Literasi Kita
Masih ihwal literasi. Di
era modern ini, literasi bukan hanya kemampuan membaca dan menulis. Melainkan
ada istilah yang lebih lagi mengenai literasi, yaitu literasi computer,
literasi virtual, literasi matematika, literasi IPA, dan sebagainya. Tapi
sayangnya, di Indonesia istilah berbagai literasi tersebut tidak terlalu
popular, karena memang di Indonesia istilah literasi
jarang sekali dipakai. Pengalaman saya pribadi, sejak saya sekolah mulai dari Sekolah
Dasar (SD) sampai dengan di Perguruan Tinggi, pelajaran bahasa Indonesia pun
tidak pernah terdapat istilah literasi, apalagi guru pelajaran juga tidak
pernah mengenalkan mengenai apa itu literasi.
Keasingan istilah literasi di
telinga kita karena memang sejak dini kita tidak diperkenalkan apa itu
literasi. Tapi apabila kita mau membuka mata, sesungguhnya literasi itu sangat
berpengaruh terhadap kemajuan suatu bangsa. Ok, untuk lebih lanjut lagi mari
kita berkenalan dengan literasi.
Ø
Literasi sangat bermanfaat dalam
memahami kode dalam teks, terlibat dalam memaknai teks, menggunakan teks secara
fungsional, melakukan analisis dan mentransformasikan teks secara kritis.
Dari
point diatas, jelas sekali bahwa literasi tidak hanya kemampuan dalam membaca
dan menulis. Tapi literasi lebih ke dalam multifungsi. Jadi, tidak hanya
kemampuan timbal balik yang kita dapat ketika kita membaca dan menulis, tetapi
adanya reaksi positif yang kita lakukan ketika kita memang benar-benar termasuk
literer.
Dari
zaman surat-suratan lewat pos sampai sekarang beralih menjadi zamannya Android,
makna literasi semakin berevolusi sehingga kini maknanya semakin kompleks. Pastinya,
literasi tetap berurusan dengan penggunaan bahasa dan memiliki tujuh dimensi
yang terkait di dalamnya, yaitu :
1. Dimensi
geografis ( lokal, nasional, regional, dan internasional )
2. Dimensi
bidang ( pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer, dan lain-lain)
3. Dimensi
fungsi ( memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan,
mengembangkan pengetahuan, mengembangkan potensi )
4. Dimensi
media ( teks, cetak, visual, digital )
5. Dimensi
jumlah ( satu, dua, beberapa )
6. Dimensi
bahasa ( etnis, lokal, nasional, regional, internasional ).
Dari
tujuh dimensi diatas, sudah jelas bahwa berbagai aspek dipengaruhi oleh
literasi. Oleh karena itu, kemajuan suatu negara dapat diukur dari sejauh mana
dan setinggi apa literasi mereka. Contoh
seperti, Jepang, Korea, dan Amerika. Dari sejak dini, penduduk negara-negara
tersebut telah diperkenalkan dengan literasi. Tidak dapat dinafikkan bahwa
fasilitas-fasilitas yang penduduk negara tersebut miliki sangat sebanding
dengan apa yang mereka dapatkan saat ini.
Berikut
mengenai 10 gagasan kunci ihwal literasi
sesuai perkembangan zaman, yaitu :
1. Ketertiban
lembaga-lembaga sosial
2. Tingkat
kefasihan relative
3. Pengembangan
potensi diri
4. Standar
dunia
5. Warga
masyarakat demokratis
6. Keragaman
lokal
7. Hubungan
global
8. Kewarganegaraan
yang efektif
9. Bahasi
Inggris ragam dunia
10. Kemampuan
berfikir krirtis
11.
Dari sebelas kunci literasi tersebut memang sangat
jelas bahwa untuk menuju literasi perlu adanya beberapa syarat yang harus
dipenuhi. Tidak semudah membalikkan telapak tangan. Negara Jepang, Korea,
Amerika, dan lain-lain dapat dikategorikan Negara “highliteracy” karena
memenuhi syarat-syarat di atas. Tapi menurut saya pribadi, Indonesia sudah
sangat jauh ketinggalan. Dari data yang saya dapat, Indonesia hanya menerbitkan
0 buku, berbeda dengan Swiss yang tiap harinya menerbitkan 5 buku. Sungguh mengecewakan
bukan ?
Setelah membahas mengenai tujuh
dimensi literasi dan sepuluh kunci literasi, ada yang disebut dengan prinsip literasi,
yaitu :
1. Literasi
adalah kecakapan hidup (life skills) yang memungkinkan manusia berfungsi
maksimal sebagai anggota masyarakat
2. Literasi
mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis
maupun secara lisan
3. Literasi
adalah kemampuan memecahkan masalah
4. Literasi
adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya
5. Literasi
adalah kegiatan refleksi (diri)
6. Literasi
adalah hasil kolaborasi
7. Literasi
adalah kegiatan melakukan interpretasi
Ketujuh
komponen diatas harus dimiliki Indonesia jika memang ingin menjadi negara yang
“highliteracy”. Tapi sebelumnya kita harus mengetahui terlebih dahulu keadaan Indonesia
saat ini. Mungkin hal-hal yang akan diungkapkan di bawah ini akan mencengangkan
bagi Anda. Mari kita simak beberapa pemaparan mengenai literasi di Indonesia.
Berikut
merupakan kutipan-kutipan temuan dari PIRLS (Progress in international Reading Literacy Study), yaitu :
·
Skor prestasi membaca di Indonesia
adalah 407 (untuk semua siswa), berbeda Swiss yang menduduki skor paling tinggi
yaitu 565
·
Negara-negara yang skor membacanya
diatas rata-rata diakibatkan karena pendapatan kapita dan indeks pembangunan
manusia ( HDI )
·
Indonesia termasuk Negara yang memiliki
indicator lebih tinggi dalam retrieving and straight forward inferencing
process daripada dalam interpreting, integrating dan evaluating process
·
Di Indonesia tercatat hanya 2% siswa
yang prestasi membacanya masuk ke dalam kategori sangat tinggi, 19% masuk
kategori menengah, dan 55% kategori rendah. Artinya, 45% siswa Indonesia tidak
dapat mencapai skor 400
·
Tercatat 44% orang tua di Indonesia terlibat
dalam early home literacy activities, yaitu membaca buku, bercerita, menyanyi,
bermain huruf, bermain kata, dan membaca nyaring
·
Dalam kategori index of home educational
resources (HER) Indonesia masuk ke dalam kategori posisi paling bawah, yaitu
hanya sekitar 1% dalam kategori high.
·
Indonesia adalah negara yang pendidikan
orang tua siswanya paling rendah (lebih dari 25% orang tua siswa tidak lulus
SD)
Telah
kita ketahui beberapa potret buruk literasi anak negeri ini, sungguh sangat
memilukan. Jika dilihat dari garis besarnya, semua aspek menjadi penyebab kurangnya
literasi di negeri ini dan masih jauh tertinggal oleh siswa Negara-negara lain. Beberapa hal
yang masih terkait dengan pendidikan literasi yakni pendapatan nasional per
kapita, pendidikan orang tua, fasilitas belajar, lama belajar di sekolah, dan
sebagainya. Beberapa fakta yang terjadi di negeri kita ini :
v Pendidikan
Orang Tua
Seperti yang kita ketahui dari data-data potret buruk anak
negeri ini, kebanyakan orang tuanya tidak lulus SMA. Sehingga orang tua
menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak mereka kepada pihak sekolah. Sedangkan
waktu belajar di sekolah pun sangat terbatas. Padahal, pendidikan tidak hanya
didapatkan dari pendidikan formal saja, pendidikan informal pun sama
pentingnya. Karena waktu di rumah lebih banyak daripada yang anak-anak habiskan
di sekolah. Menurut saya jika disikapi dari segi gurunya, seharusnya seorang
guru itu dapat menjaga komunikasi dengan pihak orang tua dari anak muridnya. Paling tidak, guru
memberikan laporan kemajuan anaknya di
sekolah. Sehingga orang tua tahu sejauh mana anaknya berkembang dalam bidang
pendidikan. Sehingga kedua belah pihak dapat mengontrol pendidikan si anak
dengan baik.
v Fasilitas
Belajar
Fasilitas belajar adalah salah satu komponen yang penting dalam
pendidikan literasi. Karena apa? Karena fasilitas juga menjadi penyokong
anak-anak dalam belajar. Di zaman modern seperti ini, contohnya seperti
komputer. Computer merupakan salah satu fasilitas belajar anak, karena di luar
negeri anak SD saja sudah belajar memakai komputer. Sedangkan di Indonesia
diajarkan mulai dari SMP. Selain itu, buku-buku yang di punyai anak-anak di
Indonesia sangat minim sekali. Paling mereka hanya bergantung pada buku modul
yang diberikan sekolah. Sungguh mengenaskan. Inilah potret buruk negeri ini.
Penelitian setiadi (2010), menemukan kenyataan sebagai berikut
:
§ Dalam pembelajaran membaca dan menulis,
para guru sangat mengandalkan kurikulum nasional dan buku paket untuk materi
ajar dan metodologi mengajarnya.
Di dalam poin ini, dari penelitian Pak
Setiadi tahun 2010, ternyata di tahun 2014 poin ini masih saja bergulir. Buku
Bimembeli asanya, pada saat tahun ajaran baru siswa SD sampai SMA pasi
diwajibkan untuk membeli buku paket,
sehingga guru hanya berpatokan pada buku yang telah ada. Dalam kemampuan
membaca dan menulis pun guru tidak berusaha untuk mengeksplor kemampuan membaca
dan menulis siswa. Ketika membaca, siswa hanya diperintah untuk membaca teks
dan memahaminya. Tidak menyuruh siswa untuk menceritakan kembali teks tersebut
dalam sebuah tulisan. Sehingga otak siswa tidak berkembang dan hanya sekadar
memahami isi dari teks tersebut.
§
Pemodelan
dalam kegiatan membaca dan menulis tidak lazim dilakukan oleh para guru.
Seperti yang telah saya jelaskan diatas, guru tidak memberikan contoh menulis
dan membaca yang baik dan sebenarnya itu seperti apa karena guru hanya
mengandalkan kurikulum nasional dan buku paket.
§
Walaupun
kualifikasi akademik para guru sekolah memadai, mereka tidak mendapatkan pelatihan
yang memadai dalam kegiatan mengelola kelas. Mereka memerlukan pelatihan
tambahan untuk meningkatkan unjuk kerja mereka.
Saya
tidak setuju dengan poin tersebut karena seorang guru harus mempunyai 4
kompetensi dan kegiatan mengelola kelas merupakan hal yang melibatkan pribadi
masing-masing. Oleh karena itu, seorang guru itu harus kreatif, sehingga siswa
tidak bosan dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Contohnya, metode
belajar disesuaikan dengan umur siswa. Untuk anak SD misalnya, lebih banyak
menggunakan metode belajar sambil bermain. Sehingga membuat siswa cepat
menangkap materi ajar yang disampaikan guru.
Mengapa
literasi itu penting?
Menurut Martha C. Pennington (1965 : 186 ), secara fakta dokumen tertulis dapat
survive lebih lama dibandingkan manusia itu sendiri, karena bahasa tulisan
mudah dipelihara dari suatu generasi ke generasi berikutnya.
Guna menemukan generasi yang memiliki
pengetahuan dan kemampuan dalam literasi diperlukan cara strategi alternative
yang bisa dilakukan untuk menopang peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM). Khususnya di negeri kita yang tercinta ini, melenyapkan masalah buta
huruf yang kerap kali menjadi penghambat kemajuan pendididkan nasional untuk
bersaing di dunia Internasional. Istilah literasi memang semakin tidak dilirik
khususnya dikalangan sekolahdi Indonesia, hal ini justru menghambat system
pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, sudah saatnya
budaya literasi harus lebih ditanamkan sejak usia dini agar anak bisa mengenal
bahan bacaan yang menguasai dunia tulis-menulis. Harus Anda ketahui bahwa
literasi menjadi alat pembeda bagi kemajuan peradaban dari bangsa tertentu.
Yang jadi pertanyaannya adalah, bagaimana
cara merekaya sa literasi tersebut? Perbaikan rekayasa literasi, yaitu menyangkut
4 poin dibawah ini :
1. Linguistik
atau fokus teks
2. Kognitif
atau fokus minda
3. Sosiokultural
atau fokus kelompok
4. Perkembangan
atau fokus pertumbuhan
Dengan begitu, rekayasa literasi
berarti merekayasa pengajaran membaca dan menulis dalam 4 poin diatas. jadi,
mengajarkan membaca dan menulis dalam 4 dimensi, tersebut harus diterapkan
karena satu sama lainnya saling berkaitan. Pengajaran bahasa yang baik,
menghasilkan orang literat yang mampu menggunakan keempat dimensi tersebut.
0 comments:
Post a Comment