1st Chapter review
Merajut Bangsa yang Literat
Bangsa
yang literat adalah bangsa yang madani, dengan kualitas Sumber Daya Manusia
yang tinggi dan mandiri. Bangsa literat adalah bangsa produksi, yang mempunyai
kreativitas tinggi terhadap perkembangan zaman. Jika suatu bangsa masih
mengimpor dari bangsa lain untuk memenuhi kebutuhan penduduknya, bagaimana
untuk menghasilkan karya, untuk memenuhi saja masih membutuhkan batuan dari
negara lain. hal ini di karenakan suatu bangsa sangat rendah kualitas sumber daya
manusia nya sehingga tidak bisa mengolah sumber daya alam yang kaya. Untuk
merajut bangsa yang literat yakni dengan mengembangkan budaya literasi. Dalam
bukunya Al wasilah yang berjudul rekayasa literasi menjelaskan secara mendalam
mengenai literasi, bahkan mengenai kunci untuk menuju literasi.
Literasi
adalah pemahaman terhadap membaca dan menulis, pemahaman terhadap teks yang
memerlukan interpretasi agar makna bisa tersampaikan. Makna sangat penting
dalam Literasi, karena tujuan akhir dari sebuah tulisan atau karya sastra yaitu
untuk menyampaikan makna, ibarat sebuah bangunan Makna adalah pondasinya dan
bangunan di atasnya adalah Literasi yang berupa Teks, konteks, membaca dan
menulis. Untuk itu Literasi membutuhkan sebuah metode atau cara memahaminya.
Sebelum
kita membicarakan mengenai cara untuk berliterasi, alangkah baiknya kita
mengenal lebih jauh Literasi.
Menurut
Al Wasilah dalam bukunya Rekayasa Literasi, makna dari literasi semakin meluas
dan kompleks. Literasi mempunyai tujuh dimensi yang saling berkaitan,
diantaranya:
1.
Dimensi geografis
Dimensi ini, pengukuran
kemampuan literasi orang dilihat dari lokal, nasional atau internasional,
bergantung pada tingkat pendidikan yag telah dicapainya.
2.
Dimensi bidang
Bidang pendidikan,
komunikasi, administrasi maupun militer menjadi ukuran seseorang dalam
berliterasi, seperti pendidikan seseorang yang lebih tinggi akan menghasilkan
literasi yang tinggi.
3.
Dimensi keterampilan
Kegiatan membaca, menulis,
menghitung adalah ukuran dari kemampuan berlitersai seseorang, kenapa
menghitung dimasukkan dalam hal keterampilan, karena menghitung adalah sebuah
keterampilan yang tidak dimiliki oleh semua orang, tetapi bisa dikembangkan
oleh siapapun.
4.
Dimensi fungsi
Berliterasi di sini
dilihat dari fungsi nya literasi terhadap persoalan seperti memecahkan masalah,
mendapatkan pekerjaan, mengembangkan pengetahuan dan potensi yang dimilikinya.
5.
Dimensi media
Media adalah hal yang
penting dalam perkembangan literasi, bukan hanya dengan membaca dan menulis
seseorang secara manual seorang akan dikatakan berliterasi tinggi, tetapi
dengan media teknologi yang tinggi dan penguasaan terhadap social network.
6.
Dimensi jumlah
Jumlah di sini bisa
merujuk pada banyak hal, seperti kemampuan berbahasa, bidang pendidikan, media.
Namun jumlah bersifat relatif, tidak absolut karena bisa berubah sesuai dengan
kemampuan dan pengaruh dari pendidikan yang tinggi.
7.
Dimensi bahasa
Bahasa adalah ukuran untuk
kemampuan berliterasi seseorang, seseorang bisa menguasai beberapa bahasa,
ataupun hanya menguasai satu bahasa. Seorang literat harus bisa menguasai
banyak bahasa, yakni bahasa Ibu, bahasa kesatuan bangsa dan bahasa asing ini
yang dinamakan multilingual.
Telah
di jelaskan di atas mengenai dimensi atau pengukuran literasi seseorang,
setelah mengetahui ukuran-ukurannya kita akan mengetahui kunci untuk menjadi
literat, seperti judul dalam chapter review ini merajut bangsa yang literat
yakni membuat bangsa menjadi literat. Dalam buku Rekayasa Literasi terdapat 10
kunci untuk berliterasi, yakni:
1.
Ketertiban lembaga-lembaga sosial
2.
Tingkat kefasihan relatif
3.
Pengembangan potensi diri dan
pengetahuan
4.
Standar dunia
5.
Warga masyarakat demokratis
6.
Keragaman lokal
7.
Hubungan global
8.
Kewarganegaraan yang efektif
9.
Bahasa inggris ragam dunia
10. Kemampuan
berpikir kritis
11. Masyarakat
semiotik
Saya akan menjelaskan secara
global dari kunci-kunci berliterasi, seorang yang berliterasi di pengaruhi oleh
lembaga-lembaga sosial, karena kita hidup dalam sebuah birokrasi lembaga
pemerintah, sehingga secara tidak langsung lembaga sosial mempengaruhi budaya
literasi berbahasa kita, seperti contohnya dalam kekuasaan orde baru, literasi
yang diganjangkan adalah reformasi.
Literasi bagi seorang yang
berpendidikan yakni dengan membuat sebuah karya akademiknya sebagai pengetahuan
dan mengembangkan potensi. Pendidikan sangat mempengaruhi literasi, untuk itu
peningkatan pendidikan harus terus di lakukan guna mencapai standar dunia dan
mampu bersaing dengan negara-negara lain. karena kemajuan sebuah negara adalah
bergantung pada budaya literasi penduduk.
Demokratis sangat berpihak kepada
rakyat karena rakyat bisa menyuarakan haknya, memberikan kebebasan. Namun,
tidak disadari bahwa dampak dari demokrasi yang salah penerapan menjadi bebas
dan bisa menghancurkan, seperti para pemimpin mencoba mendominasi suaranya
dengan mempengaruhi rakyat lewat media masa, jika rakyat yang literat mereka
tidak akan bisa di pengaruhi oleh hegemoni-hegemoni pemerintah dalam
menghancurkan rakyat. Seorang yang literat adalah orang yang plural yakni
menghargai perbedaan, menghargai keragaman budaya, agama, pendapat, mereka
mempunyai toleransi yang tinggi, tetapi mereka tidak menghilangkan idealisnya
karena idealis adalah identitas mereka.
Jika seorang literat sudah
bersikap plural, berarti dia telah kritis dalam berbagai hal, karena dengan dia
bertoleransi dia sebelumnya telah memikirkan dengan kritis sehingga dia mau
menerima perbedaan-perbedaan disekitar. Berpikir kritis adalah pokok yang harus
ada pada orang-orang literat, karena orang literat adalah orang elit.
Berbicara literasi adalah
berbicara karya sastra, sastra adalah tulisan yang membutuhkan interpretasi
karena merupakan bagian dari ilmu semiotik, semiotik adalah ilmu tentang tanda
yang perlu di interpretasi atau ditafsirkan agar bisa mencapai makna, sastra
termasuk ke dalam ilmu semiotik, untuk itu orang literat adalah orang yang bisa
menguasai ilmu semiotik, semiotik bisa disebut juga dengan semiotika atau
semiologi, keduanya adalah sama yaitu ilmu tentang tanda. Tanda bisa di sebut
dengan simbol, simbol dari sebuah kehidupan, simbol bisa diketahui maknanya
melalui interpretasi. Jika kita beranalogi sastra sama dengan keyakinan, sastra
membutuhkan interpretasi untuk mengetahui makna begitupun dengan keyakinan,
membutuhkan interpretasi untuk mengetahui keyakinan meyakini sesuatu, walaupun
interpretasi tersebut bersifat abstrak atau konkret. Sebuah interpretasi sangat
penting dalam mengetahui makna.
Merajut bangsa yang literat bisa
juga dilakukan dengan pendidikan bahasa, yang harus mempunyai prinsip.
Prinsip-prinsip itu menurut Al Wasilah adalah:
1.
Literasi adalah life skills,
yakni membuat hidup menjadi berfungsi maksimal, dengan mengajarkan budaya
membaca dan menulis sejak dini.
2.
Literasi, kemampuan reseptif dan
produktif, yakni orang literat harus bisa membuat bahan dan memproduksi teks
(menulis), sehingga akan banyak menghasilkan teks yang banyak.
3.
Literasi, kemampuan memecahkan
masalah, orang literat adalah orang yang berpendidika tinggi sehingga dia akan
dengan mudah memecahkan masalah karena dia akan menggunakan otaknya untuk
berfikir dan dengan pengalaman-pengalamannya dari membaca dan menulis.
4.
Literasi, ferleksi penguasaan dan
apresiasi budaya, yakni orang literat akan mengapresiasi perbedaan budaya dan
akan membuka lebar-lebar pintu toleransi terhadap perbedaan dan keragaman.
5.
Literasi, kegiatan refleksi diri,
yakni membaca dan mengaitkannya dengan pengalaman yang pernah terjadi dalam
hidupnya, literasi sebagi ajang untuk merefleksikan diri.
6.
Literasi, hasil kolaburasi,
literasi adalah pemahaman antara penulis dan pembaca yang di campurkan sehingga
akan menghasilkan keragaman yang kaya.
7.
Literasi, kegiatan interpretasi,
ini mirip dengan tahapan kolaburasi yakni memberikan pemahaman terhadap sebuah
tulisan, di sini orang akan di asah pengetahuannya untuk bisa berimajinasi dan
menebak yang terjadi dalam tulisan.
Berikut di atas adalah
prinsip-prinsip literasi yang bisa di praktekkan dalam kehidupan. Namun, jika
dilihat dari keadaan kehidupan sekarang negara kita berada dalam posisi yang
sangat rendah terhadap budaya literasi, bahkan menurut Al wasilah negeri kita
mendapatkan rapot merah dalam literasi.
Proyekpenelitian dunia yang
dikenal dengan PIRLS, PISA dan TIMSS, untuk mengukuru literasi membaca,
matematika, dan ilmu pengetauan alam. Tujuannya membaca yakni literacy process
dan informational purpose, sedangkan proses membaca meliputi interpreting,
integrating dan evaluating.
Dalam penelitian tersebut skor
prestasi membaca Indonesia 407, dan negara lain rata-rata mendapatkan skor 500,
510, 493. Skor Indonesia menempati urutan ke-lima dari bawah, sangat rendah
budaya literasi kita. Hal ini disebabkan salah satunya oleh latar belakang
pendidikan orang tua, menurut penelitian, negara yang maju dan literasi tinggi
adalah negara yang orang tuanya lulusan sarjana. Sedangkan budaya kita, orang
tua kita tidak memperhatikan pendidikan. Karena bagaimanapun seorang ibu sangat
mempengaruhi kecerdasan anaknya.
Melihat budaya literasi kita yang
seperti itu, kita masih sangat jauh tertinggal oleh negara-negara lain,
pendidikan kita belum kompetitif. Terlihat dari kualitas Sumber Daya Manusia
kita yang belum bisa mengolah sumber daya alam yang kaya. Sumber daya alam kita
masih dipegang oleh orang berkebangsaan lain. untuk itu merajut bangsa yang
literat penting untuk mengembangkan kualitas negara menjadi maju, dengan
memperbaiki pendidikan di Indonesia, dan menciptakan Sumber Daya Manusia yang
berkualitas dan terampil.
Merajut bangsa yang literat harus
di terapkan mulai dari sekarang. Untuk akademisi ciptakan karya-karya yang
bagus dan terus menggali pengetahuan dengan membaca dan menulis. mari kita
sukseskan misi kita dalam mengganjang budaya literasi.
Jadi, pokoknya permasalahan
terdapat pada budaya yang perlu diterapkan pada rakyat yang akan merubah
paradigma jika diimplikasikan dalam kehidupan, yakni merajut bangsa yang
literat. Merajut membutuhkan proses yang akan mendewasakan, dan akan
menghasilkan yang sempurna, dan literasi akan didapatkan dengan kesungguhan dan
kesabaran.
0 comments:
Post a Comment