1st Critical review
Critical
review yang dianalisis dalam suatu bahasan yang panjang, dari teks opini yang
ditulis oleh prof. Chaedar Al wasilah yang berjudul “Classroom Discourse to
Foster Religious Harmony”. Sesuai dengan judulnya, penulis memulai tulisannya
dengan membahas mengenai kualitas bangsa yang dipengaruhi oleh pendidikan.
Pendidikan sebagai salah satu cara untuk mengembangkan keterampilan sebagai
individu, anggota masyarakat dan warga negara. Masyarakat terdiri dari berbagai
macam kelompok yang berbeda suku, ras, etnis, agama dan kebudayaan, sehingga
dari keberagaman itu yang menyebabkan terjadinya konflik sosial dan kesenjangan
sosial. Konflik antar etnis dan agama besar yang terjadi di daerah sambas pada
tahun 2008, terjadi juga di ambon pada tahun 2009, dan di papua pada tahun
2010, menjadi contoh dan pelajaran untuk bangsa Indonesia, karena potensi yang
sangat besar bisa terulang lagi karena Indonesia sangat beragam jika tidak ada
upaya untuk mencegahnya. Konflik-konflik itu akan menjadi besar, jika dibiarkan
akan merubah keharmonisan menjadi ketidakharmonisan dalam beragama.
Dari
judul Foster Religius Harmony yaitu melalui pendidikan diharapkan siswa mampu
bertoleransi dengan keberagaman yang terjadi di masyarakat. Wacana sipil yang
harus diterapkan dalam pendidikan di indonesia sebagai cara untuk menyadarkan
siswa terhadap keberagaman sosial. Selanjutnya critical review ini akan
menjelaskan mengenai kebergaman budaya yang menyebabkan adanya kesenjangan
sosial dan teori perubahan sosial, yang menjelaskan lebih dalam mengenai
multikultur bangsa.
Bangsa
yang mempunyai keragaman geografis akan menyebabkan keragaman budaya, sikap,
pola pikir masyarakat. Lingkungan sangat mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya
masyarakat, seperti orang makassar dengan letak geografis yang panas akan
membentuk karakter masyarakat yang bersikap tegas dan kasar, mereka mempunyai
kebudayaan sendiri. Berbeda dengan orang sunda yang tinggal di dataran tinggi
dengan cuaca dingin, orang sunda mempunyai karakter halus. karakter mereka
terbentuk dari geografis daerah di besarkannya.
Keragaman
mutlak terjadi sebagai bagian dari kehidupan, keragaman dalam masyarakat
disebut dengan multikultur. Dalam masyarakat multikultur banyak terjadi
konflik-konflik sosial, kaum minoritas dalam masyarakat multikultur sering
terdiskriminasi, timbul kelompok-kelompok primordial, etnosentrisme, yang
disebabkan karena perbedaan agama, budaya. Jika sudah demikian
kesenjangan-kesenjangan terjadi di masyarakat, masyarakat merasa tidak nyaman
menjalani hidupnya, keharmonisan tidak dirasakan oleh masyarakat.
Masyarakat
multikultur menyebabkan terjadinya perubahan sosial, perubahan yang terjadi
tidak selalu mengakibatkan hal yang buruk, tetapi bisa menyebabkan hal yang
baik. Namun, sesuai kadarnya, berikut teori-teori perubahan sosial yang bisa
dijadikan rujukan dalam menghadapi kemajemukan masyarakat:
1.
Teori Evolusi
Teori evolusi yaitu perubahan
terjadi secara terus menerus (linier). Linier adalah berubah dengan
tahapan-tahapan namun setelah selesai tahapan pertama terus berlanjut ke
tahapan selanjutnya tanpa kembali ke tahapan sebelumnya. Teori evolusi ini
mengadopsi teori evolusi Charles Darwin. Tokoh yang menganut teori ini adalah
August Comte. Teori ini pernah di terapkan pada masa orde baru yakni REPELITA
(REncana PEmbangunan LIma TAhun).
2.
Teori Struktural-Fungsional
Teori Struktur-fungsional yaitu
teori yang melihat fungsi dan peran dari suatu hal. Jika hal tersebut mempunyai
fungsi dan berperan dalam masyarakat akan terangkat dengan sendirinya,
begitupun sebaliknya jika hal tersebut tidak mempunyai fungsi dan peran dalam
masyarakat akan tenggelam dengan sendirinya. Contohnya dalam masyarakat orang
yang berperan dan memiliki fungsi seperti orang-orang kaya menempati struktur
di masyarakat, sedangkan orang kecil tidak bisa menempati struktur di
masyarakat. Tokoh yang menganut teori ini adalah Robert K. Merton.
Dalam politik, teori ini sepaham
dengan sistem politik oligarkis, sistem oligarkis yakni suara dikuasai oleh
partai-partai besar yang berkonsolidasi dengan partai-partai kecil, dan
partai-partai kecil tidak bisa bersaing dan maju dalam perpolitikan. Begitupun dalam
pendidikan, di Indonesia pendidikan di kuasai oleh orang-orang kaya,
orang-orang kaya bisa merasakan pendidikan dengan fasilitas yang baik,
sedangkan bagi orang-orang kecil tidak bisa merasakan pendidikan yang layak. Dalam
perbedan agama, agama mayoritas yang dianut masyarakat akan menguasai struktur
kehidupan, sedangkan penduduk yang menganut agama minoritas keberadaannya
terpinggirkan dan terdiskriminasi. Hal ini akan menyebabkan munculnya konflik
dan kesenjangan sosial.
3.
Teori Konflik
Teori yang terjadi bukan hanya
dari keberagaman budaya dan agama saja tetapi dari ketidaksamaan pendapat.
Teori ini bentuk kritik terhadap teori struktural-fungsional yakni yang
menguntungkan orang-orang besar, dan orang-orang kecil tidak mendapatkan
tempat. Contoh kasus ini adalah dalam pengambilan keputusan, biasanya yang
diambil adalah berdasarkan suara terbanyak. Namun, dalam teori ini suara
terbanyak tidak bisa dijadikan putusan akhir karena pengambilan suara terbanyak
adalah bentuk paksaan dari tidak menghargai pendapat minoritas, tanpa adanya
musyawarah yang menghasilkan putusan akan merugikan salah satu golongan, untuk
itu musyawarah dalam teori ini sangat mendominasi.
4.
Teori interaksionalisme simbolik
Teori ini menitik beratkan pada
interaksi antarindividu dan limgkungannya, perubahan sosial terjadi ketika ada
interaksi dari individu. Masyarakat, lembaga dan negara hanya menjadi sistem
kelanjutan dari interaksi individu, karena tanpa adanya interaksi antarindividu
tidak akan ada masyarakat. Kemudian bentuk interaksi antar individu tersebut
berupa simbol, baik lisan maupun tulisan jika tidak ada pemahaman tidak bisa
diartikan, simbol-simbol tersebut harus diinterpretasi dan harus menyepakati
agar tidak ada kesalahpahaman ketika berinteraksi. Contohnya, gedang dalam
bahasa jawa itu berarti pisang berbeda dengan bahasa sunda gedang artinya
pepaya. Maka dari itu ketika berinteraksi harus mengetahui kesamaan dalam
bahasa agar tidak ada salah pengertian. Untuk itu ketika berinteraksi dengan
orang berbeda daerah gunakanlah bahasa nasional, ketika berinteraksi dengan
orang asing, dengan menggunakan bahasa internasional, agar komunikasi berjalan
dengan baik.
Begitupun di pendidikan, seorang
pendidik harus bisa menggunakan kesamaan konsep interaksi dengan siswanya agar terjalin
chemistry antara guru dengan siswanya. Tokoh yang menganut teori ini adalah George
Herbert Mead.
5.
Teori Pertukaran Sosial
Teori ini menyatakan bahwa,
tindakan sosial selalu memperhitungkan untung dan rugi dari suatu tindakan,
orang akan melakukan tindakan yang menguntungkan secara terus menerus agar dia
mendapatkan keuntungan yang lebih banyak, dan sebaliknya jika tindakan tersebut
tidak menguntungkan atau bahkan merugikan, orang tidak akan melakukan tindakan
itu lagi. Contoh teori ini adalah seseorang ingin mendapatkan simpati dari
rekannya, kemudian dia melakukan hal yang baik secara terus menerus sehingga
orang akan memberikan simpati kepadanya. Tokoh yang menganut teori ini adalah
George Horman.
Multikultur bangsa Indonesia
menyebabkan konflik antar etnis, suku, antar agama, antar golongan. Seperti
kaum minoritas yang terdiskriminasi contohnya kekerasan terhadap etnis cina di
jakarta tahun 1998, konflik antar agama yang terjadi antara kristen dan islam
di maluku pada tahun 1999, konflik yang terjadi antar penggemar klub sepek bola
dan tawuran antar pelajar yang dikarenakan oleh primordialisme dan egosentrisme,
contohnya di cirebon setiap hari sabtu sudah menjadi agenda para pelajar
melakukan tawuran antarsekolah dengan background Nahdlatul Ulama dengan sekolah
yang backgroundnya Muhammadiyah. Dalam pembagian konflik ini termasuk ke dalam
konflik out-group karena termasuk kedalam konflik antar organisasi atau luar
organisasi, tetapi masih dalam satu jenis yakni perbedaan paham. Sangat lucu
ketika pelajar yang tidak mengetahui sejarah yang dijadikan konflik, mereka
hanya mengikuti tanpa adanya pemahaman yang menjadi landasan perbuatannya. Yang
di sayangkan lagi ketika konflik yang sepele ini menyebabkan dampak yang besar,
merugikan diri sendiri, membuat warga menjadi resah, begitupun sekolah yang
mendapatkan dampaknya. Dari sini timbul pertanyaan, apakah sekolah tersebut
diam saja dengan tawuran-tawuran yang dilakukan oleh siswanya, ataukah memang
siswa itu intoleran.
Teori-teori yang telah dijelaskan
di atas mengenai perubahan-perubahan yang terjadi diakibatkan oleh masyarakat
multikultur, dapat di simpulkan bahwa, keberagaman bisa menyebabkan konflik
sosial, karena ketidakpahaman masyarakat tentang toleransi dan menghormati
keberagaman.
Upaya menyadarkan masyarakat
tentang toleransi dalam hidup bermasyarakat sangatlah penting, karena
perbedaan-perbedaan yang menimbulkan golongan-golongan primordial,
etnosentrisme, sangat merugikan bangsa terutama masyarakat minoritas,
kemerdekaan tidak di rasakan oleh kaum minoritas, kebebasan berpendapat telah
menutup diri untuk mereka. Wacana sosial harus di terapkan dalam pendidikan agar
masyarakat menyadari kerukunan hidup dalam perbedaan.
Berikut critical review ini akan
menganalisis artikel prof. Chaedar dengan menjelaskan satu persatu sub-sub
bahasan yakni dengan melihat bahasa dan gaya bahasa yang digunakan penulis,
penulisan dan penyusunan teks, masalah yang disajikan dalam artikel,
kekuatan-kekuatan artikel, kelemahannya dan hal-hal penting yang dibicarakan
dalam artikel.
1.
Bahasa, Gaya Bahasa dan Penulisan
Artikel opini yang ditulis prof.
Chaedar Al Wasilah menggunakan bahasa inggris yang mudah dipahami, bahasa yang
digunakan bagus dan coheren yakni saling menyambung atau linier. Gaya bahasa dalam
pemaparannya singkat, padat dan jelas.
Penulisan teks opini ini
sistematis, dimulai dari pembahasan pendidikan sebagai tempat untuk
mengembangkan kualitas individu, keterampilan dalam bermasyarakat, dan
bernegara. Kemudian dalam masyarakat yang beranekaragam timbul adanya konflik,
seperti tawuran pelajar, bentrok antar warga yang dikarenakan oleh perbedaan
budaya, ras, dan agama. Sampai kepada pendidikan sangat penting dalam mewujudkan
keharmonisan hidup, dengan memberikan wacana sosial dalam pendidikan, dan
pentingnya menghormati terhadap perbedaan.
2.
Masalah
yang disajikan artikel
Ulasan dalam sajian teks artikel
sangat jelas dan tidak membuat pembaca merasa asing dengan bahasan-bahasannya,
penulis juga memberikan contoh yang terjadi di masyarakat sehingga pembaca
merasa yakin dengan opini-opini yang diajukan penulis, seperti kasus yang
terjadi di sambas, ambon, papua, ini menguatkan penulis dalam memaparkan
masalahnya.
Teks yang ditulis penulis sebagai
hasil penelitiannya terhadap konflik yang terjadi diakibatkan oleh keberagaman
budaya dalam masyarakat multikultur. Sedikit menyinggung yang sudah dijelaskan
oleh penulis, namun dalam critical review ini akan memperjelas pemaparan
penulis.
Pendidikan kewarganegaraan adalah
salah satu cara dalam mengenalkan
keberagaman yang ada di indonesia, simbol bhineka tunggal ika adalah wujud dari
wacana persatuan terhadap kemajemukan bangsa indonesia. Namun, di indonesia
bhineka tunggal ika itu tidak dilaksanakan oleh masyarakat, dengan bukti yang
sekarang masih banyak terjadi konflik-konflik yang disebabkan oleh perbedaan,
bukankah perbedaan itu adalah absolut ada. Dalam islam pun toleransi harus diterapkan
dalam kehidupan, karena dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan tentang penciptaan
manusia yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, yang diciptakan
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya saling mengenal satu sama lain, untuk
itu perbedaan sudah laiknya terjadi agar menjadi warna dalam kehidupan. Namun,
dari perbedaan ini yang menyebabkan timbulnya konflik-konflik karena kurangnya
rasa toleransi dan hormat dengan perbedaan.
Jika melihat kurikulum pendidikan
indonesia yang sekarang, pendidikan kewarganegaraan tidak mendapatkan tempat,
pendidikan kewarganegaraan dihapuskan dalam mata pelajaran, ini menunjukkan
bahwa pendidikan di Indonesia tidak mengenalkan keragaman budaya, memang
diterapkan dalam mata pelajaran sosial yakni sosiologi tetapi penjelasannya
tidak memadai, jika dalam sosiologi pendidikan tentang warga negara tidak
sejelas dalam pendidikan kewarganegaraan, sosiologi hanya membahas tentang
interaksi sosial dan kehidupan sosial, masyarakan multikultural, dan konfik
yang tejadi di masyarakat serta penyelesaiannya. Namun, pendidikan sosial ini
di terapkan pada sekolah kanjutan atas sehingga untuk memberikan pengenalan
pada anak-anak tidak ada. Ini sangat bagus jika diterapkan dalam pendidikan di
usia dini, sehingga anak mengenal tentang perbedaan dan belajar menghargai
keragaman budaya, agama, dan menerapkan sikap toleransi kepada orang lain.
Teks artikel Prof. Chaedar
mengenai wacana sosial yang harus diterapkan dalam menanggulangi konflik yang
terjadi disebabkan keragaman budaya, menjadi masalah yang dihadapi ketika
wacana yang disajikan kepada masyarakat tidak kunjung direspon oleh masyarakat,
seperti wacana yang terdapat dalam simbol negara Indonesia (garuda) yang
cakarnya membawa tulisan “bhineka tungal ika” itu adalah bentuk wacana untuk
bertoleransi terhadap berbagai perbedaan aspek kehidupan. Akan tetapi, wacana
tersebut tidak dilaksanakan oleh masyarakat Indonesia, apakah masyarakat tidak
memahami maknanya atau sikap masyarakat yang hanya memetingkan keinginannya dan
kelompoknya.
3.
Kekuatan-kekuatan teks
Jika dalam pembuka teks opini
penulis, beliau mengatakan bahwa untuk mengetahui kualitas suatu bangsa, hanya
melihat dari perkembangan pendidikan. Ini sangat relevan, karena pendidikan
bertujuan untuk mencerdaskan bangsa dan memperbaiki kualitas Sumber Daya
Manusia. Namun, melihat pendidikan di Indonesia yang sekarang tidak tentu arah,
tanpa tujuan yang jelas. Seperti dalam kutipan yang dimuat dalam harian Kompas
(19/02/2014), pada tanggal 18 februari lalu Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI) mengadakan konvensi dengan tema “Pendidikan Indonesia dan Daya Saing
Bangsa”, dalam konvensi tersebut dihadiri oleh mantan presiden BJ. Habibie,
mantan wakil presiden Jusuf Kalla, ketua DPR Marzuki Alie, Guru Besar Ekonomi
Universitas Indonesia Sri-Edi Swasono, Guru Besar Pendidikan (Emeritus)
universitas Negeri Jakarta HAR Tilaar. Dan acara dibuka oleh ketua PGRI
Sulistiyo.
HAR Tilaar menegaskan pendidikan
Indonesia belum memiliki arah tujuan yang jelas untuk menyiapkan
manusia-manusia yang cakap, kreatif, dan bertanggung jawab. Padahal, Indonesia
sudah harus menciptakan generasi emas yang diharapkan bisa memajukan kehidupan
bangsa. Menurutnya, Neoliberalisme sudah masuk ke dunia pendidikan sehingga
arah pendidikan menjadi tidak jelas seperti sekarang. Neoliberalisme adalah
bentuk dari arus globalisasi, dan mengarah kepada praktek kapitalisme. Jika
neoliberalisme sudah masuk ke dalam pendidikan bangsa Indonesia, pendidikan
hanya bisa dirasakan oleh orang-orang borjuis (orang kaya), sedangkan
orang-orang kecil tidak bisa merasakannya, karena pendidikan yang mahal
sehingga masyarakat kecil tidak bisa merasakan. Padahal, pendidikan adalah hak
setiap warga negara Indonesia.
Arah dan tujuan pendidikan di
Indonesia yang tidak tentu sudah terlihat dari kurikulum yang menjadi patokan
dalam pendidikan di Indonesia, kurikulum pendidikan belum menemukan yang pas
bagi masyarakat, walaupun pendidikan harus berjalan secara dinamis sesuai
dengan perkembangan zaman. Namun, jika ada patokan dan kurikulum yang menjadi dasar
bisa dijadikan tujuan pendidikan di Indonesia. Dari pergantian-pergantian
kurikulum pendidikan memberikan kesan pada pemerintah yang asal-asalan dalam
menetapkan kurikulum, dan kurikulum yang dijadikan sebagai ajang percobaan
pemerintah saja. Jika menengok pada negara-negara liberal yang pendidikannya
menganut paham liberal, menghasilkan masyarakat yang maju, dan perkembangan kualitas
sumber daya manusia menjadi kreatif dan maju. Yang menjadi pertanyaannya, jika pendidikan
liberal diterapkan di Indonesia apakah bisa menjadikan Indonesia menjadi maju?
Pentingnya pendidikan liberal,
yang ditawarkan oleh tokoh filsafat pendidikan Amerika yang dimuat dalam teks
opini prof. Chaedar menyebutkan bahwa seseorang bisa menjadi orang sebelum dia
bisa menjadi seorang petani yang baik, atau seorang pedagang, atau seorang
insinyur, filsuf itu menunjukkan bahwa pendidikan liberal penting diterapkan
untuk mencetak manusia sejati, karena manusia sejati adalah manusia yang
memiliki pengetahuan. Menurutnya pendidikan liberal harus mencakup pengetahuan
tentang etnis, agama, budaya, terlepas dari profesi dan karir seseorang, baik
itu seorang politisi, pengusaha, pedagang, ataupun nelayan.
Pendidikan harus dilaksanakan dan
melepaskan perbedaan-perbedaan dalam masyarakat, perbedaan budaya, bahasa,
agama. Apalagi bahasa Indonesia menjadi teks Sumpah yang diucapkan oleh
pemuda-pemuda bangsa pada tahun 1928 menjadi bahasa nasional. Kemudian agama
yang diakui oleh Indonesia telah merubah teks piagam jakarta yang berbunyi
“ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at islam bagi
pemeluk-pemeluknya”, yang berubah menjadi pancasila dalam sila pertama
“ketuhanan yang Maha Esa” piagam jakarta banyak mengundang perselisihan antara
kaum pemeluk agama minoritas, sehingga konteksya diganti dengan tujuan untuk
melakukan toleransi terhadap perbedaan agama.
Pendidikan di Indonesia bukan
menganut paham liberal karena pendidikan di Indonesia adalah pendidikan dengan
kurikulum. Namun, pelaksanaannya pendidikan di Indonesia sudah menganut paham
liberal, seperti sekarang pendidikan hanya dirasakan oleh orang-orang kaya,
dengan bukti masih banyak orang-orang kecil, anak jalanan yang tidak bisa
mengenyam pendidikan. Orang borjuis mendapatkan fasilitas pendidikan yang enak,
sarana dan prasarana yang layak dengan standar internasional, sedangkan
pendidikan di pelosok sarana dan prasarana yang tidak layak, bangunan yang
sudah rusak. Pendidikan sudah menganut liberal, namun bukan dengan legal
menyatakan pendidikan Indonesia adalah pendidikan liberal, ini dinamakan dengan
Liberalisasi Pendidikan yakni menganut paham tetapi tidak secara sah menyatakan
Liberal.
Namun, jika liberal di sini
diartikan dalam sikap pluralitas terhadap kemajemukan masyarakat, penerapan
pendidikan di Indonesia perlu dilakukan karena dengan pendidikan orang akan
diberi pemahaman dan pengertian mengenai keragaman dan konflik yang terjadi
dikarenakan oleh keragaman sosial, untuk itu perlu dikembangkan wacana-wacana
yang memberikan pemahaman sosial, ini harus diterapkan se-dini mungkin sebagai
pengenalan dan penanaman sikap toleransi dan saling menghormati antar agama,
antar ras, suku, etnis dan budaya.
4.
Kelemahan-kelemahan teks
Wacana yang disajikan oleh artikel
Prof. Chaedar mengenai wacana sosial terhadap kemajemukan masyarakat sehingga
diharapkan dapat meminimalisir terjadinya konflik yang sampai kepada bentrok
antar warga yang disebabkan karena perbedaan dan egosentrisme tiap-tiap
golongan, wacana sangat bagus, tetapi jika dalam artikel hanya ditujukan pada
orang-orang yang berpendidikan saja, bagaimana dengan memberikan pemahaman
kepada orang-orang yang tidak berpendidikan, apakah sama dengan menggunakan
wacana-wacana sosial.
Wacana sosial sebagai alat untuk
menyadarkan masyarakat akan pentingnya toleransi dan menghormati perbedaan
agama, kebudayaan, perlu diperhatikan
oleh setiap lapisan masyarakat. Namun, dalam artikel Prof. Chaedar tidak
memberikan contoh wacana yang seperti apa yang perlu di terapkan untuk
memberikan pemahaman kepada masyarakat. Kemudian hal penting lagi sebelum
wacana dalam memberikan pemahaman terhadap multikultur adalah seorang guru.
Guru sebagai kuncinya, guru dalam
proses pendidikan sangat penting, karena guru menjadi tolak ukur dalam
membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Menurut Tilaar dalam Kompas
(19/02/2014) “peran guru sangat penting, guru wajib dilibatkan secara aktif
dalam perumusan kebijakan pendidikan. Untuk meningkatkan peran guru dan
kualitas guru, perlu adanya pelatihan secara berkala terhadap guru pada
kebutuhan materi yang dirasa menjadi kekurangan setiap guru”. Dalam artikel
tidak membahas mengenai guru, hanya menyebutkan peran guru untuk bisa
memberikan wacana sosial kepada siswa, jika guru tersebut juga tidak paham
dengan multikultur bangsa, bagaimana dia bisa memberikan pemahaman dan wacana
sosial kepada siswa. Jadi guru perlu disoroti agar terlebih dahulu memahami hal
demikian.
5.
Kesimpulan
Dari critical review ini yang
berjudul Wacana Perubahan Sosial dalam Multikultur Bangsa, bisa ditarik
kesimpulan bahwa sebuah wacana bisa membuat perubahan dalam kehidupan sosial,
dalam multikultur bangsa dengan perbedaan-perbedaan yang terjadi di masyarakat
yang mengakibatkan konflik antar agama, ras, suku dan budaya, wacana perlu
dicoba untuk memberikan pemahaman akan sikap toleransi dan menghormati terhadap
perbedaan-perbedaan dalam masyarakat. Berikut point-point yang dibahas dalam
kritikal review terhadap teks artikel Prof. Chaedar:
1)
Pendidikan sebagai kunci yang dalam memberikan
pemahaman terhadap multikultur bangsa
2)
Keragaman budaya yang ada di Indonesia banyak
menyebabkan konflik-konflik antar agama, ras, suku, etnis dan budaya.
Dikarenakan kurang respect dan sikap toleransi yang tidak dimiliki oleh
masyarakat, sehingga perlu diterapkannya perubahan sosial untuk memberikan
pengertian terhadap masyarakat.
3)
Teori-teori perubahan sosial yang disajikan dalam
critical review bisa dijadikan contoh dalam perubahan yang akan dilakukan
terhadap masyarakat multikultur.
4)
Pendidikan liberal bukanlah pendidikan yang
diterapkan di Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya Indonesia telah menganut
pendidikan liberal atau bisa disebut Liberalisasi Pendidikan, tetapi secara
legal Indonesia bukan Pendidikan Liberal.
5)
Pendidikan di Indonesia adalah pendidikan
kurikulum yang belum tetap, sehingga prakteknya pendidikan terlihat sebagai
percobaan dalam menentukan kurikulum pendidikan. Walaupun pendidikan harus
berjalan secara dinamis sesuai perkembangan zaman, tetapi pendidikan di
Indonesia harus mempunyai arah dan tujuan yang jelas.
6)
Wacana sosial sebagai sarana dalam menyuarakan
pentingnya toleransi dan menghormati perbedaan dalam masyarakat multikultur
perlu diterapkan. Namun, peran guru yang seharusnya di sentralisasikan terlebih
dahulu, agar guru bisa mengerti tentang peranan dan tanggung jawabnya.
Judul ko ga terasa ga pas ya? kalu mau meliaht kekurangan teks orang lian pastikan kamu menguasai subject-matternya dulu. Definisi classroom discourse pun bellum digali dengan baik di sini
ReplyDelete