Tuesday, February 18, 2014



Di minggu ke dua ini, tepatnya pada mata kuliah writing 4 masih membahas kaitanya dengan kenapa kita harus menulis? Dan ada beberapa jawaban dari beberapa mahasiswa, bahwasanya menulis adalah kegiatan untuk menyimpan dan mengabadikan sesuatu hal yang kita alami. Terutama pengalaman dan mengekspresikanya dalam bentuk sebuah tulisan.
Menulis juga sebagai pengikat informasi. Maksud pengikat informasi di sini adalah sebagai representatif. Yaitu proses perubahan konsep-konsep ideologi yang abstrak dalam bntuk-bentuk yang konkret. Jadi secara lebih jelasnya representatif itu kegiatan memproduksi kebudayaan. Dan yang diikat itu bukan pengetahuanya, bukan bahasanya, melainkan pengalamanya. Saya sangat setuju dengan hal itu. Karena pengalaman hidup setiap orang itu tidak flat, terkadang ada banyak lika-liku baik itu yang manis ataupun pahit, dan semua itu akan terekam di dalam memori kita. Dan akan membentuk suatu pengalaman. Pengalaman itulah yang direpresentasikan ke dalam bentuk yang konkret. Sehingga pesan yang akan kita sampaikan bisa diterima dan dipahami oleh orang lain. Tentunya pula setiap individu akan memiliki pengalaman yang berbeda-beda. Oleh karena itu pula setiap individu mengekspektasikanya dengan berbeda-beda.
Pada minggu yang lalu pak lala pernah bilang “ bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sastra.” Bahwasanya itu semua adalah benar adanya. Banyak negara-negara maju karena mereka literasi yang tinggi. Contohnya saja negara jepang, korea selatan, jerman, dan lain sebagainya. Mereka maju karena mereka mau baca-tulis. Dimana pun mereka berada, baik di jalan, kendaraan umum, menunggu antrian maka mereka akan menyempatkan sedikit waktu di sela-sela mengantri untuk membaca. Begitu sangat berpengaruhnya masyarakat yang berliterasi dengan kemajuan bangsanya.
Bisa pula dikatakan bahwa sastra adalah agen perubahan kebudayaan/peradaban menuju ke hal yang lebih baik (peradaban yang lebih maju lagi). Tetapi sayangnya, di era globalisasi sekarang ini, yang sudah banyak bermunculan gadget-gadget canggih yang segala bentuk informasi bisa diakses dengan cepat dan mudah. Itu semua menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa indonesia. Apakah bisa menggunakan momentum ini dengan baik atau malah sebaliknya? Tetapi jika melihat faktanya, kemajuan teknologi yang tidak terkontrol, menjadikan bangsa kita lebih terpuruk lagi, dengan hanya menjadi bangsa yang ikut-ikutan arus. Menurut saya bangsa ini akan maju apabila mereka kreatif dan lebih menghargai ilmu pengetahuan. Dari faktor diatas dapat disimpulkan bahwasanya itu adalah salah satu kerugian tidak menjadi masyarakat yang literate. Karena kata pak lala semua basic teknologi pun bermuara pda baca tulis.
Menulis adalah praktek berdasarkan ekspektasi atau harapan, optimisme yang akan kita jangkau, dan menulis dapat dianalogikan sebagai seorang chef profesional yang sedang memasak. Yang mana seorang chef profesional tidak akan membiarkan dirinya membuat suatu kecerobohan dalam masakanya. Dia tahu dengan siapa dia akan menyajkan masakanya, dan dia harus memasak apa  untuk memuaskan konsumenya. dalam artian, seorang chef harus pintar-pintar mengetahui selera konsumennya. Karena sudah tentu selera dari setiap konsumen itu berbeda-beda. Begitupun juga dengan menulis, menulis itu tidak boleh asal-asalan, melainkan harus mempertimbangkan berbagai aspek.
Menurut Setiawan, menulis itu dilakukan dimana saja, termasuk salah satunya adalah media sosial, dan menurutnya itu adalah bentuk latihan untuk menulis. Salah satunya adalah lewat sosial media. Sedangkan pak Haidar berbeda pendapat dengan beliau. Menurut pak Haidar menulis itu berbentuk artikel. Tetapi kalau menurut saya keduanya hanya berbeda dalam konteks formal dan non formal saja. Bahwa memang kita bisa menulis dimana saja yang kita mau, tidak terkecuali di sosial media (non formal). Pak Haidar bilang bahwa menulis adalah dalam bentuk artikel dan menulis adalah menulis. Kegiatan yang menghubungkan dengan pengalaman-pengalaman yang sudah dialami, dan merujuk pada ilmu pengetahuan yang didapat dari kegiatan kita membaca.
Kita akan merubah diri dari siswa bahasa menuju siswa menulis. Menurut pak Lala, kita adalah multiplemungual written yang bisa kritis terhadap keduanya. Yaitu pembaca dan penulis. Menulis = sebagian dari hidup. Oleh karena itu menulislah. Karena dengan tulisan walaupun tidak secara langsung berdampak signifikan, akan tetapi dengan menulis kita sudah melakukan perubahan kecil yang akan berdampak besar bagi kemajuan peradaban suatu negara.
Menurut Lehtonen, ketika bahasa mempunyai sistem sendiri yang mendefinisikan, yang mengartikan dirinya sendiri. Jadi, otomatis meaning itu ada atau pasti ditemukan. Manakala ada seorang writer dan reader. Jika salah satunya tidak ada, maka akan kehilangan meaning dari teks tersebut. Jika sebuah tulisan tidak ada pembacanya, maka tulisan itu tidak akan menjadi apa-apa.hanya terkubur. Jadi, betapa pentingnya reader dan writer dalam menentukan meaning di dalam sebuah teks.
Ketika ada writer dan reader, maka meaningnya berada di antara keduanya. Meaning itu seharusnya searah. Akan tetapi terkadang berbeda sesuai dengan pengalaman si pembaca. Dan apabila kita akan mengkritisi sebuah teks, maka kita harus tahu terlebih dahulu background dari keduanya. Dalam artian yang menyesuaikan sendiri adalah adalah pembaca. Tetapi keputusan mengambil meaning ada pada pembaca.
Lehtonen Hal 11. Kata gay kuk, ahli bahasa mengkarakteristikan situasi bahasa dalam konteks “kamu pembaca tidak bisa melihat aku sebagai penulis.” Dalam artian, si pembaca tidak akan tahu situasi apa yang terjadi ketika penulis tersebut sedang menulis. Mereka (pembaca) konteksnya sebagai benda mati. Karena mereka tidak tahu apa yang sedang dialami oleh penulis. Mereka (pembaca) hanya tahu ketika teksnya sudah disajikan dan berada di tangan pembaca, maka sudah menjadi haknya untuk menentukan meaningnya.
Kesimpulan : menulis (karya sastra) itu bisa menjadi agen merubah suatu peradaban yang lebih baik lagi. Karena pada dasarnya semua kemajuan teknologi bermuara dari bagaimana masyarakatnya mencintai baca-tulis.


0 comments:

Post a Comment