1st Chapter
Review
10,february 2014
Writing and composition 4
07.30-09.10
Mr. Lala Bumela, M.Pd
Dari buku yang berjudul “Pokonya Rekayasa Literasi” milik Prof. Dr.
A. Chaedar Alwasilah bab 6 yang berjudul Rekayasa Literasi halaman 157
sampai 181 saya mendapat tambahan ilmu mengenai mata kuliah Writing 4. Berikut
materinya akan saya uraikan satu per satu.
Para ahli Bahasa membagi 5 kelompok besar tentang periodisasi
penggunaan metode dan pendekatan terhadap pengajaran bahasa asing yakni:
·
Pendekatan struktural dengan grammar translation methods.
Fokus pembelajarannya ada pada penggunaan bahasa tulis dan tata bahasa. Berbicara
tentang tata bahasa, ada tata bahasa tradisional dengan ini kita dapat melatih
siswa mengidentifikasi jenis kata, unit sintaksis (kata ,frase,klausa) dan
bagaimana cara menggabungkannya. Hal ini melatih siswa menganalisis kesalahan
berbahasa (error analysis), namun tidak menjamin siswa mampu untuk menganalisis
persoalan sosial seperti bahasa pejabat yang munafik.
·
Pendekatan audiolingual atau dengar-ucap, berfokus pada melatih
siswa untuk berdialog . Pendekatan ini kurang memberi ruang terhadap variasi
ujarannya, karena sering muncul hal yang tak terduga yang menuntut variasi
ujaran yang berbeda. Pendekatan ini juga tidak mempedulikan bahasa tulisan.
·
Pendekatan kognitif dan transformatif, berfokus pada pembangkitan
potensi berbahasa siswa sesuai dengan kebutuhan lingkungannya. Dan lebih menenkankan berorientasi ke sintaksis
tanpa memperhatikan fungsi sosiolinguistik.
·
Pendekatan communicative competence. Tujuan pendekatan ini adalah
agar siswa dapat berkomunikasi dengan bahasa target, mulai dari bahasa
terbatas, spontan dan alami.
·
Pendekatan literasi atau genere-based sebagai dampak dari studi wacana. Tujuan pendekatan ini agar
siswa mampu menghasilkan wacana yang sesuai dengan konteks komunikasi. Dan
pendekatan ini juga menonjolkan pengenalan genere wacana lisan atupun tulisan
pada siswa dan pembelajaran ini dilakukan melalui 4 tahapan yakni:
a.
Membangun pengetahuan
b.
Menyusun model-model teks
c.
Menyusun teks bareng-bareng
d.
Menciptakan sendiri teks
Kemudian saya akan membahas mengenai definisi literasi itu sendiri.
Apa itu literasi? Literasi selama
bertahun-tahun dianggap sekedar persoalan psikologis, berkaitan dengan
kemampuan mental dan keterampilan baca tulis. Pada akhirnya di Indonesia itu
istilah literasi jarang dipakai. Singkatnya literasi itu adalah pembelajaran
/pengajaran bahasa. Dalam masyarakat demokratis mereka berbeda dalam memaknai
literasi, karena menurut mereka literasi itu adalah praktik kultural yang
berkaitan dengan persoalan sosial dan politik. Sehingga banyak muncul ungkapan
litersai komputer, literasi virtual, literasi matematika dan sebagainya.
Makna dan rujukan literasi terus berevolusi, dan maknanya kini
semakin meluas dan kompleks. Literasi tetap berhubungan dengan penggunaan
bahasa dan memiliki tujuh dimensi yang
saling berkaitan, yaitu:
·
Dimensi geografis (lokal, nasional, regional, dan internasional)
Orang
yang berpendidikan jejaring sosialnya dan vokasionalnya tinggi, itu baru bisa
dikatakan yang berdimensi geografis.
·
Dimensi bidang (pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan,
militer dsb)
Jadi,
literasi bangsa dalam dimensi ini tergantung pada tinggi rendahnya suatu
kualitas bidang-bidang tersebut. Jika pendidikan berkualitas tinggi, maka
menghasilkan literasi yang berkualitas tinggi pula.
·
Dimensi keterampilan (membaca, menulis, menghitung, berbicara)
Literasi
seseorang akan tampak dalam keterampilan tersebut, tidak hanya itu, untuk
menjadi seorang sarjana yang bagus, dia tidak hanya memiliki satu keterampilan
saja tapi juga keterampilan lain.
Seperti disamping sarjana tersebut berliterasi juga harus
berketerampilan numerat (keterampilan menghitung).
·
Dimensi fungsi (memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan,
mencapai tujuan, mengembangkan pengetahuan dan potensi diri)
Jadi
intinya, jika kita ingin menjadi orang
yang mampu memecahkan masalah, maka kita dituntut untuk literat dalam dimensi
fungsi ini.
·
Dimensi media (teks, cetak, visual, digital)
Jadi
intinya kita harus mampu berliterasi dalam media tersebut, sehingga dari yang
tadinya mengandalkan membaca dan menulis teks alfabetis, maka sekarang kita
dituntut menguasai baca tulis dalam teks, cetak dan visual pula, sesuai dengan
perkembangan zaman.
·
Dimensi jumlah (satu, dua, beberapa)
Dalam
dimensi ini, berkaitan dengan jumlah berapa banyak kita dapat berliterasi.
Misalnya bahasa, mungkin kita pasih dalam satu bahasa, yaitu misalnya bahasa
Inggris, tapi kurang pasih dalam bahasa Indonesia.
·
Dimensi bahasa (etnis, lokal, nasional, regional, internasional)
Jadi
intinya, dimensi bahasa ini beranalogi pada dimensi monolingual, bilingual, dan
multilingual. Artinya kemampuan kita berliterasi tidak hanya pada satu bahasa
saja.
10 kunci gagasan tentang perubahan paradigma literasi sesuai dengan
tantangan zaman dan ilmu pengetahuan sekarang, antara lain:
Ø Ketertiban
lembaga-lembaga sosial
Pada
dasarnya yang memfasilitasi berlangsungnya kehidupan masyarakat adalah oleh lembaga-lembaga sosial tersebut
dan mereka berperan sebagai mesin birokrasi yang bertujuan untuk menjamin
ketertiban sosial. Dan lembaga-lembaga tersebut menjalankan perannya dengan
fasilitas bahasa.
Ø Tingkat
kefasihan relatif
Hakikatnya
dalam berliterasi kita sangat memerlukan kefasihan dalam berbahasa atau
berkomunikasi.
Ø Pengembangan
potensi diri dan pengetahuan
Disini,
penulis mengatakan bahwa literasi itu sebagai alat yang dapat mengembangkan
segala bentuk potensi diri. Dan bagi kita selaku mahasiswa, kita harus
menguasai literasi akademik. Yaitu mampu memproduksi dan mereproduksi ilmu pengetahuan.
Ø Standar dunia
Inti
dari standar dunia ini, kita harus mampu menyetarakan literasi kita dengan
bangsa lain. Bahkan dituntut untuk bisa berliterasi lebih baik lagi jika suatu
saat dibandingkan dengan bangsa-bangsa di dunia.
Ø Warga
masyarakat demokratis
Dalam
berliterasi, kita membutuhkan warga masyarakat yang demokratis. Dan pendidikan
bagi mahasiswa juga harus diterapkan demokratisi, agar mereka menjadi warga
negara yang demokratis sehingga menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis
tersebut.
Ø Keragaman lokal
Sebagai
manusia literat kita tahu tentang keragaman bahasa dan budaya lokal, dengan
demikian semakin berwawasan global, maka semakin diakui dia sebagai manusia
literat.
Ø Hubungan global
Untuk
bersaing ditingkat dunia pada dasarnya kita harus memiliki literasi tingkat
dunia pula.
Ø Kewarganegaraan
yang efektif
Disini
kita dituntut untuk mampu mengetahui hak dan kewajiban kita. Warga negara yang
efektif adalah warga negara yang mampu mengubah diri, menggali potensi diri,
serta berkonstribusi bagi keluarga, lingkungan dan negaranya.
Ø Bahasa Inggris
ragam dunia
Orang
yang berliterasi harus mampu memahami ragam bahasa Inggris yang berbeda-beda
sesuai dengan kelokalannya. Itulah fakta yang terjadi di dunia ini.
Ø Kemampuan
berpikir kritis
Nah,
disini penulis memperingatkan kita seorang yang berliterasi itu harus mampu
berpikir kritis , yaitu bukan hanya mampu membaca dan menulis saja.
Ø Masyarakat
semiotik
Jadi
masyarakat itu harus mampu menguasai literasi semiotik, yaitu ilmu tentang
tanda. Contohnya kode, struktur dan komunikasi.
Setelah mengkaji tujuh ranah literasi dan 10 frase kunci literasi seperti
yang dipaparkan diatas, tentunya pendidikan bahasa berbasis literasi
dilaksanakan dengan mengikuti tujuh prinsip, yaitu :
·
Literasi merupakan kecakapan hidup yang memungkinkan manusia
berfungsi maksimal sebagai anggota masyarakat. Jadi, sejak tingkat dasar, siswa
dilatih memfungsikan bahasa sesuai dengan konvensasinya dalam kehidupan nyata.
·
Literasi mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya
berwacana secara tertulis maupun secara lisan. Dari sejak dini kita diajarkan
untuk membiasakan berekpresi secara lisan maupun tulisan, bahkan di tingkat
tinggi pun kita harus bisa mereproduksi ilmu pengetahuan.
·
Literasi adalah kemampuan memecahkan masalah. Bahasa adalah alat
berpikir, jadi, ketika memecahkan suatu masalah, siswa menggunakan bahasa itu untuk
berpikir lebih kritis. menurut penulis, pengajaran berpikir kritis itu
merupakan bagian dari kurikulum PGSD.
·
Literasi adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya. Tentunya
kita tahu bahwa berbaca-tulis itu selalu ada dala, system budaya(kepercayaan,
sikap, cara dan tujuan budaya). Dengan literasi, kita bisa mengapresiasikan
budaya kita sendiri.
·
Literasi adalah kegiatan refleksi (diri). Refleksi adalah konstruk
atau pemahaman yang terus berkembang dan semakin canggih. Dalam literasi
refleksi ini, pendidikan bahasa menanamkan pada diri (maha) siswa yang untuk
melakukan kebiasaan refleksi atas bahasa sendiri maupun bahasa orang lain.
·
Literasi adalah hasil kolaborasi. Baca-tulis selalu melibatkan
kolaborasi antara dua pihak yang berkomunikasi. Jadi antara si pembaca dan si
penulis harus menyampaikan sesuatu berdasarkan pemahaman mereka masing-masing.
·
Literasi adalah kegiatan melakukan interpretasi. Sejak dini kita
dilatih untuk melakukan interpretasi(mencari,menebak, dan membangun makna) atas
berbagai teks dalam wacana tekstual, visual dan digital diberbagai ranah
kehidupan dan bidang ilmu. Bukan hanya itu, kita juga harus bisa lebih memaknai
dan memahami wacana tesebut.
Kemudian, penulis memaparkan mengenai “Rapor Merah Literasi Anak Negri”
yang pastinya tingkat literasi siswa
Indonesia masih jauh tertinggal oleh siswa-siswa negara lain. Artinya negri kita ini belum berhasil
melahirkan warga negara yang literat . Apalagi untuk bersaing dengan negara
lain. Jadi masih jauh untuk bisa menyamai kemajuan literasi di negara lain.
Dalam laporan PIRLS ,
penulis mengemukakan bahwa tidak ditemukannya skor prestasi menulis, sehingga
kita tidak tahu skor prestasi membaca dan menulis. Tetapi bisa diprediksi
kemampuan menulis kita itu bergantung pada kemampuan membaca. Dan tanpa membaca
orang akan sulit untuk dapat menulis.
Kemudian, yang dapat ditemukan dalam laporan PIRLS, potret besar
literasi di Indonesia dalam skala internasional, namun dalam temuan seperti ini
sulit ditemukan potret yang detail mengenai penyebab dan realisasi literasi di
sekolah-sekolah. Ini adalah persoalan, dan untuk menyelesaikannya kita butuh
mengerti hulunya. Kita ambil contoh dalam konteks pembelajaran disekolah,
misalnya kita harus mengetahui literasi dan teknik penguasaan siswa. Artinya,
penguasaan literasi dan paedagogi
pengajaran literasi harus dikuasai oleh guru.
Jadi, dari uraian diatas tampak bahwa orang literat adalah mereka
yang terdidik dan berbudaya. Yaitu melalui penguasaan bahasa yang optimal.
Penguasaan bahasa adalah pintu masuk menuju pendidikan dan pembudayaan. Sekolah
sebagai salah satu sara pendidikan formal yang adalah tempat utama untuk
membangun literasi yang pada umumnya disokong oleh pemerintah dengan dana
publik. Perbaikan rekayasa literasi menyangkut empat dimensi, yaitu:
a.
Linguistik atau fokus teks
b.
Kognitif atau fokus minda
c.
Sosiokultural atau fokus kelompok
d.
Dan perkembangan atau fokus pertumbuhan
Sementara itu Kern (2000:38) menyebut tiga dimensi yaitu, dimensi
sosiolinguistik, sosiokultural dan kognitif. Dan menegnai pengajaran membaca dan menulis harus
ditempatkan pada empat yang terkait tersebut.
Keempat dimensi tersebut dimaknai sebgai berikut:
§ Dimensi
pengetahuan dan kebahasaan (fokus pada teks)
Membaca
dan menulis itu memerlukan mengetahui sistem bahasa, persamaan dan perbedaan
bahasa lisan dan tulisan, dan ragam
bahasa. Maknanya, mengajarkan literasi mesti membekali mahasiswa dengan hal-hal
tersebut.
§ Dimensi
pengetahuan kognitif (fokus pada minda)
Intinya
membaca dan menulis itu memerlukan keterampilan, seperti aktif, selektif
membaca dan menulis dsb.
§ Pengetahuan
perkembangan (fokus pada pertumbuhan)
Pada
dasarnya menjadi literasi itu adalah proses ‘menjadi’ atau secara
berangsur-angsur mengetahui sejumlah pengetahuan ihwal: (1) pembelajaran yang
aktif dalam perkembangan literasinya (2) memakai berbagai strategi dan proses
mengkonstruksi berbahasa (3) pengamatan atas, dan melakukan transaksi dengan
mereka yang lebih fasih (4) bagaimana menggunakan dukungan mediasi dari pelaku literasi
yang lebih fasih (5)pemanfaatan pengetahuan yang diperoleh lewat membaca untuk
mendukung kegiatan menulis dan sebaliknya
(6) bagaimana menegosiasi makna tekstual melalui pemakaian dan dukungan sistem komunikasi alternatif
seperti seni musik dsb.
§ Pengetahuan
sosiokultural (fokus pada kelompok)
Dan
membaca dan menulis itu memerlukan pengetahuan mengenai tujuan, aturan, fitur-fitur
linguistik, bagaimana menggunakan literasi, bentuk-bentuk dan fungsi literasi
tertentu, dan kemampuan melakukan kritik teks. Maknanya mengajarkan literasi
itu mengajarkan sejumlah kepekaan tekstual dan kultural lintas kelompok dan
lembaga.
§ Kegiatan
literasi
intinya orang literat itu tidak sekedar berbaca tulis saja, melainkan juga terdidik dan mengenal sastra.
intinya orang literat itu tidak sekedar berbaca tulis saja, melainkan juga terdidik dan mengenal sastra.
Mengajarkan literasi pada intinya menjadikan manusia yang secara
fungsional mampu berbaca tulis, terdidik, cerdas, dan menunjukan apresiasi terhadap
sastra. Mungkin pendidikan di Indonesia selama ini relatif berhasil, tapi pada
umumnya kurang memiliki apresiasi terhadap sastra khususnya, kurang ingin
mendalami dan merealisasikan sastra. Meluruskan rekayasa literasi sepatutnya
diawali dengan pemahaman atas berbagai paradigma pengajaran literasi. Dalam
garis besarnya, ada tiga paradigma pembelajaran literasi, yaitu decoding ,
skills, dan whole language.
Ø Paradigma #1:
Decoding, menyatakan grafofonem berfungsi sebagai pintu masuk literasi, dan
belajar bahasa dimulai dengan menguasai bagian-bagian bahasa. Siiswa membangun
literasi dengan diajari terlebih dahulu, yakni bagaimana memaknai kode bahasa.
Ø Paradigma
#2: Keterampilan, bahwa penguasaan
morfem dan kosa kata adalah dasar untuk membaca. Siswa diajari mengenal formula
bahasa untuk diterapkan pada berbagai data atau peristiwa literasi dalam
berbagai konteks.
Ø Paradigma #3:
Bahasa secara utuh, paradigma ini menolak pembelajaran yang meletakan fokus
pada bagian atau serpihan bahasa. Dan harus berfokus pada pembelajaran makna,
yaitu mengajarkan makna secara utuh pada siswa.
Beberapa perubahan paradigma pengajaran literasi dulu dan sekarang,
yaitu sebagai berikut:
·
Cara pandang dan pemaknaan
terhadap objek pandang. Misalnya, dengan perubahan orientasi dari hasil ke
hasil.
·
Menurut penulis, jika rapor literasi anak bangsa ini merah, seperti
di ungkapkan pada awal bab ini, lalu dimana letak kesalahan sistem literasi di
negri ini? Bisa jadi, karena metode dan teknik literasi dinegri ini kurang
baik. Namun, kita jangan menyimpulkan bahwa ini kesalahan guru bahasa, karena
pendidikan literasi memiliki sejumlah dimensi seperti dimensi sosial dan
politik. Hanya saja yang perlu dirubah adalah paradigma pengajaran literasi di
jajaran pengambil kebijakan. Perubahan paradigma adalah perubahan intelektual,
nalar kita karena tantangan zaman.
·
Lewat Wacana 6.1 berikut ini, kita sebagai pembaca dapat mengetahui
bagaimana sastra , sebagai bagian dari literasi
di ajarkan dalam konteks pendidikan dari SD sampai dengan PT ( perguruan
tinggi ) di AS.
Nah, dapat saya tarik kesimpulan pada tugas Chapter review pertama
ini, penulis membahas mengenai literasi (pembelajaran/pengajaran bahasa) di
negri kita ini. Dan yang paling pasti, negara kita ini tertinggal jauh dari
negara lain dalam hal berliterasi. Sehingga kita harus melakukan
perubahan-perubahan dengan banyak cara.
Created by :
Nunuy Nurlatifah
PBI B/IV
0 comments:
Post a Comment