Konvensi
Literasi
Pada
pertemuan minggu lalu mr.lala bumela membahas lebih jauh tentang makna sebuah
literasi dalam suatu bangsa. Literasi sangatlah penting dalam suatu
bangsa,karena dalam sebuah literasi berkaitan erat dengan berbagai aspek seprti
social,politik,ekonomi,psikologi,dan lainnya. Dari berbagai aspek tersebut akan
menghasilkan suatu peradaban literasi .
Kita
tahu bahwa minat membaca bangsa Indonesia itu sanagt rendah. Terbukti dari data
yang di ambil dari United Nations Development Programme (UNDP) bahwa Indonesia
menempati peringkat 96 sejajar dengan
Bahrain, malta,dan suriname. Bahkan untuk kawasan Asia Tenggara hanya asa dua
Negara di bawah peringkat Indonesia yaitu Kamboja dan Laos.
Australia
adalah Negara yang menawarkan segala macan fasilitas, salah satunya adalah
pendidikan. Di Australia sendiri pendidikan di mulai dari tingkat sekolah dasar
hingga pendidikan tinggi di universitas. Terlepas dari apapun, kita akan
menemukan pendidikan berkelas dunia disini. Mengapa demikian? Karena system
pendidikan di Melboure dan Victoria terkenal di dunia, menciptakan dan
menyediakan pendidikan yang luarbiasa denagn perdpektif multicultural kepada
seluruh pelajar sangat di utamakan
disana . Sehingga tidak heran jika banyak orang Indonesia yang pergi kesana
hanya untuk mendapatkan ilmu.
Rekayasa literasi
tidak hanya membaca dan menulis saja. Buku tidak hanya berfungsi sebagai bahan
untuk bacaan semata melainkan untuk di respon, dibaca ulan, di ttulis, dan di
diskusikan. Karakteristik teks(bacaan) Schank
(1979), mengatakan bahwa konsep bacaan yang isinya menceritakan tentang
kematian, bahaya, kekuasaan, kekerasan dan seksual disebut sebagai absolute
interest, sebagai tema-tema yang selalu membagkitkan minat individu secara
universal. Kintsch (1980) menyebutkan sebagai minat berkaitan dengan emosi. Ia
membedakannya dari minat yang berkaitan dengan kognitif yang dibentuk dari isi
bacaan yang lebih menggambarkan kejadian-kejadian yang membutuhkan struktur
kognitif yang lebih kompleks untuk memahaminya ataupun ada unsur kejutannya.
karakteristik
teks yang kemungkinan berkaitan dengan minat yang tinggi antara lain menurut
Schraw dkk. (1995) adalah mudah dipahami, teks yang padat, ada penggambaran
yang terkesan hidup, melibatkan pembacanya, menimbulkan berbagai reaksi emosi
dan membutuhkan pengetahuan sebelumnya. Wade dkk. (1999), menambahkan unsur
yang lain yaitu pemahaman, keberbaruan, ada nilai atau kepentingan untuk
melakukan aktivitas membaca. Di penelitian lain menemukan bahwa penggunaan
minat untuk membantu siswa mempelajari teks yang sifatnya ilmiah dan menemukan
bacaan yang dibaca menambah pemahaman mereka, akan lebih mengembangkan minat
yang sifatnya kognitif sehingga membantu pembelajaran mereka.
Scott
(1996) mendefinisikan aliteracy sebagai ketiadaan kebiasaan membaca
khususnya untuk para pembaca yang mempunyai kemampuan untuk membaca dengan baik
akan tetapi memilih untuk tidak membaca. Mikulecky (1978) membedakan antara aliteracy
dan illiteracy. Karakteristik aliteracy biasanya kurang
terlibat atau tidak mempunyai motivasi intrinsik untuk membaca, padahal mereka
mampu memahami bacaan dengan baik. Sedangkan illiteracy adalah individu
yang benar-benar tidak mampu membaca. Decker (1986) ada tiga penyebab utama
dari aliteracy diantara pada siswa yaitu (a) rendahnya perkembangan kosa kata
dan pengajaran yang kurang memadai di sekolah; (b) meningkatnya kebiasaan
menonton TV, dan (c) tes dan ujian sekolah yang memaksa guru memberikan bahan
bacaan yang harus diajarkan dan disertai dengan latihan terus menerus sehingga
menghilangkan kesenangan untuk membaca (dalam Nathanson, Pruslow & Levitt,
2008).
Kita
sendiri tahu bahwa budaya literasi adalah suatu hal yang penting dalam
perkembangan suatu bangsa terkusus pada mahasiswa itu untuk menunjukan bahwa
mereka memiliki kemampuan intelektual yang baik. Dengan membaca para mahasiswa bias
menambah wawasan, dengan menulis juga mahasiswa dapat berkarya dan menyampaikan
wacana,dan dengan berbicara ,mahasiswa dapat kritis tanpa harus anarkis.
Literasi
sendiri di bagi menjadi tiga bagian yaitu literasi visual,lisan,dan literasi
cerakan. Literasi visual merupakan kemampuan dimana individu
memiliki kemampuan mengenali penggunaan garis, bentuk, dan warna sehingga dapat
menginterpretasikan tindakan, mengenali objek, dan memahami pesan lambang (Read
dan Smith, 1982). Literasi visual berfokus pada penafsiran gambaran visual
seseorang yang juga terkait dengan kemampuan membaca dan kemampuan menulis.
Literasi visual memungkinkan anak yang baru masuk bangku sekolah untuk dapat
menyusun gambaran visual sebuah cerita secara urut dan benar meskipun dia belum
bisa membaca. Melalui literasi visual bahkan seorang anak kecil yang belum
belajar berjalan akan dapat menyusun buku-buku pavorit ataupun bermacam alat
bermainnya yang diserakkan orang dewasa yang ada di sekitarnya. Namun, tentu
saja kemampuan literasi visual dikembangkan jauh di luar kemampuan awal di
atas.
Ada
empat kategori literasi visual menurut Lacy (1986) yaitu Pemahaman dari gagasan utama, yaitu kemampuan
untuk memahami suatu pesan visual, Persepsi hubungan bagian atau hubungan
keseluruhan, yaitu kemampuan untuk mengidentifikasi detil yang menyokong makna
keseluruhan, Pembedaan khayalan-kenyataan, yaitu kemampuan untuk menyimpulkan
atau menduga hubungan antara simbol/lambang dan kenyataan, dan Pengenalan
tentang media artistik, yaitu kemampuan mengidentifikasi perangkat unik dari
media yang digunakan.
Literasi lisan adalah penganut perspektif orasi mengaggap bahwa kebutuhan yang
paling utama dalam berkomunikasi adalah berbicara dan mendengarkan. Sementara
itu, membaca-menulis dipandang sebagai keterampilan penting, tetapi bukan
sebagai keterampilan primer yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan, para penganut perespektif literasi berpendapat sebaliknya.
Literasi cetakan adalah Menurut Lilian
Kazt (1988) menyebutkan bahwa ada 4 kategori belajar yaitu pengetahuan,
keterampilan, disposisi, dan perasaan. Disposisi merupakan kebiasaan berpikir,
sedangkan perasaan digambarkan sebagai tanggapan emosional peserta didik
terhadap situasi belajar. Aktivitas disposisi dan perasaan erat kaitannya
dengan teks tertulis. Setelah melewati pembelajaran dasar keterampilan membaca
dan menulis, aktivitas cenderung ditinggalkan apalagi setelah lulus sekolah.
Padahal individu menjadi terpelajar karena apa yang dibaca dan ditulis, bukan
dari intruksi formal.
Proses literasi memiliki empat
ciri universal, yaitu Penggunaan bahasa yang bagus (seperti pada sebuah syair);
untuk mengklarifikasi pesan sehingga anak harus menggunakan kemampuan bahasanya,
Tujuan tekstual; ada pesan komunikasi tertulis yang sesuai dengan tujuannya, Kesepakatan;
makna dari pesan ditafsirkan anak sesuai dengan yang dimaksudkan, Resiko yang
diambil; anak menerima tantangan baru dalam berbahasa. Jadi proses literasi mempengaruhi penguasaan
literasi, maka guru harus menyediakan banyak pajanan bahasa, peristiwa, dan
proses literasi agar bahasa anak berkembang.
Jadi kesimpulannya adalah ketika
kita belajar dalam ruang lingkup literasi maka kita harus dapat menerapkan
sikap disiplin ilmu, karena apa? Disiplin ilmu adalah pngetahuan yang kita
alami dan merupakan keahlian utama dan sifatnya lebih spesifik bukan secara
umum. Contoh disiplin ilmu dalam menulis adalah Disiplin ilmu memiliki banyak
cabang cabang dalam menghubungkan nya misalnya,
membaca,merespon,menganalisa,dan menarik kesimpulan.
0 comments:
Post a Comment