Class Review 3
Berbasis Budaya
Literasi
Perbincangan
yang sangat menarik saat ini bumingnya literasi, yang membuatnya menarik ini
dengan ruang lingkup pemberian materi
harus dipelajari guru kepada peserta didik. Penyempurna adanya literasi pendidikan dengan
menyampaikan suatu pokok yang terkandung dalam literasi, agar tercapainya hasil
pendidikan yang berkualitas. Untuk merangsang peserta didik dengan memberikan
sesuatu yang tepat, agar tidak salah persepsi bagi siswa atau masyarakat. Arah pembelajaran harus di ubah karena upaya
membangun budaya literasi terutama pada pembelajaran yang dapat meningkatkan
aktivitas peserta didik, dengan menggunakan bahan ajar dalam kehidupan. Hal ini
belajar berbahasa maupun yang lain untuk dunia nyata,. Di
Yanni (1995:40) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis literasi dilakukan
dengan mengembangkan gagasan atau ide melalui pengembangan
pertanyaan-pertanyaan pada waktu menulis, kemudian mengembangkannya melalui
keterhubungan antar-ide dan kontroversi dari setiap ide.
Pembelajaran
berbasis budaya literasi, mempunyai keunggulan untuk membangun bangsa yang
dikenal literat, dengan mencetak anak-anak bangsa yang mempunyai mimpi ingin
menjadi orang besar yang literate. Sehubungan dengan ini bersangkutan pada
literasi engineering, dapat kita lihat tentang sejarah peradaban manusia, bahwa
bangsa yang maju tidak hanya mengandalkan suatu kekayaan yang melimpah ruah.
Akan tetapi dengan membangun bangsa yang maju dengan peradaban yang berliterasi
yang tinggi, akan merasa bangga memiliki bangsa yang maju luar biasa. Penguasaan literasi yang dapat
menjembatani peradaban dari generasi ke genarasi barunya. Hal ini mengingatkan
kembali sejarah dunia Islam, yang salah satunya Khaulafaur rasyidin Ali ibn Abi
Thalib, bahwa ilmu dengan sendirinya akan hilang secara perlahan. Maka dari itu
kini agar selalu mengikat dengan ilmu tulisan, dan ternyata Islam dahulu sangat
menjunjung tradisi berliterasi yang tinggi.
Sehubungan dalam standar kelas dunia
pada abad ke-21 ( Michael Barber) yang akan menuntut setiap orang untuk mempelajari
huruf ataupun tulisan, mereka merasa melakukan semuanya atas dasar yang baik
sebagai masyarakat yang demokratis. Budaya demokrasi mengandaikan adanya
empati dan partisipasi; yakni kesanggupan untuk memahami dan menempatkan diri
dalam situasi orang lain, yang menjadi anjakan bagi kesediaan berperan aktif
dalam penyelesaian masalah-masalah kolektif. Kemampuan empati dan partisipasi
ini bisa ditumbuhkan oleh kekuatan literasi (Lerner, 1958).
Adapun keterangan dalam presentasi
yanwg beliau paparkan, adanya sebuah element appetizer akademik menulis,
yaitu :
Kohesi : gerakan halus
atau "aliran" antara
kalimat dan paragraf.
Kejelasan : makna dari apa yang Anda berniat untuk berkomunikasi sangat jelas;
Urutan logis : mengacu pada urutan logis dari informasi. Dalam penulisan akademik, penulis cenderung bergerak dari umum ke khusus.
Urutan logis : mengacu pada urutan logis dari informasi. Dalam penulisan akademik, penulis cenderung bergerak dari umum ke khusus.
Konsistensi : Konsistensi mengacu
pada keseragaman gaya penulisan.
Unity : Pada sederhana, kesatuan
mengacu pada pengecualian informasi yang tidak secara langsung berhubungan dengan topik yang dibahas dalam paragraf tertentu.
Pak
Lala juga menjelaskan tentang salah satu keterangan dalam pembuatan appetizer
atau dengan adanya evaluasi kritikal. Dan ini
termasuk konteks dalam menulis kritika, beliau juga sempat menanyakan dengan
mengecek tulisan kita sendirri atau orang lain, lalu beliau bertanya apakah
kita sudah mengisi yang sudah terpampang dalam pertanyaan dibawah.
·
Apa jenis penonton penulis
menargetkan artikelnya di?
·
Apa klaim sentral
dalam / argumennya nya?
·
Bukti apa yang dia /
dia gunakan untuk membuat cadangan poin dia
membuat?
·
Apakah penulis membuat
klaim yang tidak didukung oleh
bukti-bukti?
·
Apakah Anda berpikir bahwa bukti-bukti yang cukup, untuk sebuah artikel dalam sebuah buku teks akademik?
·
Apakah penulis menggunakan
kata-kata emotif atau
pernyataan? (Jika demikian, sorot apapun yang Anda mengidentifikasi).
Berseling
kemudian mengecek dan menguji tulisan yang kita tulis dengan memberikan suatu
pertanyaan, lalu beliau juga memberi apresiasi kepada teman kita dengan jawaban
yang dapat memuaskan pertanyaan pak Lala tersebut, yaitu Laily Mughibbah, Irma Monica, Nurisah, Qais, Saefullah. Wajar saja apabila mereka diberi apresiasi
karena memang seseorang yang benar-benar mempelajari suatu tentang literasi.
Dengan ini Ken Hyland (2006) pada
literasinya : literasi yang sangat sesuatu kita do. Hamilton (1998), as cited in Hyland (2006: 21), literasi terlihat mempunyai aktivitas yang berlokasi
dalam berinteraksi antar orang-orang. Hyland further berargumen bahwa “
literasi akademik yang menekankan bahwa cara kita menggunakan bahasa itu
bagaimana? Hal itu disebut sebagai praktek aksara, oleh lembaga sosial dan
keberhasilan suatu relationship. Academic berarti representing diri anda
sendiri dengan cara menghargai orang lain dengan disiplin anda. Dan mewujudkan identitas yang dissourse
akademik.
Guna
menemukan generasi yang memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam literasi
diperlukan cara yang strategi alternatif yang bisa dilakukan untuk menopang
peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia tengah menghadapi sindrom
buta huruf yang kerapkali menjadi penghambat kemajuan pendidikan nasional untuk
bersaing di luar sana. Berkenaan dengan ujung tombaknya pendidikan literasi
adalah guru, jadi guru tersebut memiliki komitmen professional, komitmen etnis
dan ketrampilan literasi dan numerasi (Cole dan Chan 1994 dikutip dari Chaedar
Alwasilah 2012).
Dalam slide menyebutkan penguasaan
bahasa adalah pintu masuk menuju kependidikan daan pembudayaan. Disitu juga
menyebutkan 4 dimensi rekayasa literasi, yaitu : linguistic, kognitif,
sosiokultural, dan perkembangan. Kata lain berarti rekayasa literasi,
merekayasa pengajaran membaca dan menulis dalam 4 dimensi tersebut. Kern (2003)
literacy refer to “general learnedness and familiarity with literature.”
Mengapa orang yang literate untuk mengenal sastra ? karena lebih merujuk sebuah
jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu.
Jadi, keseluruhannya bahwa
pembelajaran di sekolah, sekolah diarahkan pada upaya membangun budaya yang
memiliki literasi. Oleh karena itu, para pendidik seharusnya memahami konsep
literasi secara mantap agar dapat merubah pola piker bangsa tercinta ini. Perlu
mengikuti perkembangan peradaban yang sesuai dengan budaya literasinya.
0 comments:
Post a Comment