Pada pertemuan kali
ini, saya masuk di kelas PBI D Semester 4,
seperti yang sudah dikatakan pada class review pertama. Saya tidak dapat masuk
kelas pada minggu itu. Kesan pertama memasuki kelas
yang bukan kelas sendiri itu deg-degan, berasa asing dan suasana kelas beda
dibandingkan kelas sendiri. Di kelas PBI D ini sangat tenang dan jauh sekali
dari suasana keramaian, sangat serius bahkan saya tidak bisa enjoy dengan
keadaan seperti ini. Berbeda dengan kelas PBI B yang mayoritasnya itu “love
joke”, ini membawa kesan tersendiri menurut saya.
Sebelum memasuki ke
pembahasan pelajaran, Pak
Lala memberitahukan
kepada anak-anak PBI D bahwa selama pembelajaran writing ini, ada perkembangan
untuk PBI B. Blog mereka dianggap rapi dan anak-anaknya pun enak diajak
ngobrol. Sedangkan untuk PBI A dan PBI C belum ada sensasi lagi. Pak Lala
mengatakan bahwa ia berharap disini anak-anak PBI D mampu bersaing menjadi
kelas yang unggul dan baik. Saya pribadi senang mendengar berita ini walaupun
ketika itu saya belum masuk kelas tetapi setidaknya kelas saya (PBI B) bisa
membuktikan kesungguhan pada semester 4 ini.
Memasuki pembahasan
pembelajaran kali ini kita belajar tentang Teaching Orientation. Orientasi
yang baru dalam writing 4 ini ada 3 yaitu :
1. Akademic
Writing, ini sifatnya reseach jadi kita harus mencari kebenaran terlebih dahulu
dalam suatu permasalahan yang ada. Mencari kebenaran inipun bersifat Falidity
dan Comparing. Membandingkan
antara data yang satu dengan data yang lainnya.
Sebagai penulis akademis, kita juga harus Impersonal, yaitu jangan
menggambarkan identitas diri kita. Kita boleh memunculkan diri kita hanya
melalui Pieces Argument. Dalam akademik
writing juga harus Rigid,
yaitu harus formal dan menggunakan bahasa baku. Makanya, tidak heran buku-buku
linguistik hanya orang-orang tertentu yang mampu memahami secara dalam.
2. Critical
Thinking, sebenarnya
hubungan antara writer
dan reader itu sangat intim. Ibarat penari yang melengkapi satu sama lain. Ketika
kita menjadi seorang writer ataupun reader, harus mampu berfikir kritis (konteks ini dalam
menulis akademis), karena ketika kita menulis secara akademis, itu juga kita
membaca terlebih dahulu. Nah,
ketika kita berada diposisi keduanya kita dituntut mampu berpikir kritis.
Misalkan sebelum menulis,
sebagai referensi kita membaca terlebuh dahulu, kita pun harus tahu background
dari si penulis buku yang kita baca itu siapa dan seperti apa latar
belakangnya. Begitu juga ketika menulis, harus mengetahui background dari
pembaca. Tujuannya agar meaning itu tersampaikan dan tidak terjadi kematian
dari apa yang kita tulis. Sehingga apabila reader dapat memahami dan terjkadi
koneksi yang baik dengan writer, maka dikatakan hiduplah tulisan tersebut.
3. Writing,
untuk apa sih kita menulis? seperti pertanyaan-pertanyaan
yang tertera dipower point:
Ø Apakah
kita menulis tanpa adanya tujuan?
Ø Apakah
kita menulis hanya untuk menyelesaikan tugas saja?
Ø Apakah
hanya untuk mendapatkan nilai yang tepat?
Ø Apa
menulis tanpa jiwa atau tidak dengan hati?
Jawabannya, tentu saja tidak. Dengan menulis, berarti kita memproduksi
pengetahuan, mengembangkan
pendidikan dan cara membentuk pengetahuan yang kita miliki. Contohnya, dengan
adanya tulisan sejarah dan prasasti, tanpa adanya itu semua
bagaimana kita dapat mengethaui siapakah
yang membangun borobudur? Ka’bah? dan sejak
kapankah
di bangun? Bagaimana sejarahnya? Tetapi dengan adanya
tulisan-tulisan orang-orang dahulu kita dapat mengetahui itu semua.
Secara akademis, tujuan
menulis itu ada 3 :
o A
way of knowing something. Yaitu cara untuk mengetahui sesuatu apa saja yang
kita butuh.
o A
way of representing something. Yaitu cara untuk menyatakan, menunjukkan,
menerangkan sesuatu.
o A
way of reproducing. Yaitu cara untuk memproduksi sesuatu atau memancarkan
sesuatu kembali.
Itulah
tujuan dari menulis secara akademis,
sesuatu yang telah disebutkan di atas itu merujuk kepada banyak hal, seperti :
Information, experience dan knowledge.
Sebagai writer multilingual itu
berarti berbasis informasi, yang menulis secara efektif dalam L1 dan L2. Mereka
akan mengutamakan atau
memahami kuantitas atau kualitas, relasi dan cara. Penulis juga tidak akan
memberikan informasi lebih dari yang diperlukan.
Hubungan antara penulis dan pembaca
sebenarnya saling berbagi, penulis berbagi informasi. Pengetahun dan juga
pengalaman. Pembaca pun memberikan feedback pada penulis agar dapat
menghasilkan karya yang baik. Penulis harus beroperasi dengan bahasa atau
kata-kata yang digunakannya sesuai dengan konteks agar pembaca mampu memahami
bentuk yang dibacanya. Kematian teks atau buku yang dibaca ada pada seorang
reader. Apabila pembaca sudah beranggapan keahlian menulis sudah terlalu
tinggi, mereka merasa belum mencapai tingkat itu. Maka sehebat apapun menulis,
sebagus apapun bacaannya apabila tidak terjadi koneksi yang baik dari
kesemuanya, mati atau stuck
lah buku tersebut.
Pembaca kritis sendiri memahami
bahwa antara pembaca dan penulis sama-sama bertanggungjawab untuk pembuatan
makna dan harus memahami pula background dari penulis buku tersebut. Sehingga
ia bisa menyesuaikan dengan penulis. Kemudian adanya teks itu berfungsi sebagai
bahan baku untuk makna, adanya meaning terjadi adanya teks. Reader dan writer,
jadi keseluruhannya itu sangat saling berkesinambungan.
Pembaca membentuk konsepi yang
relatif koheren dari teks hanya berdasarkan apa yang mereka sudah tahu. Oleh karena
itu, pembacaan teks tidak hanya “internal” materi tetapi terikat pada
faktor-faktor tertentu yang “eksternal”untuk teks.
Koneksi merupakan semua
faktor-faktor yang mencangkup penulis dan juga pembaca yang merupakan
pembentukan makna. Sedangakn teks bermakna yang mengaktualisasikan sesuai
dengan sumber yang dimiliki pembaca, yang digunakan antara pembaca dan penulis
menghasilkan rasa teks mereka. Oleh karena itu, konteks dan teks tidak mungkin
terpisah satu sama lain. Konteks memainkan peran penting dalam apa yang telah
digambarkan sebagai pemahaman ‘teks’.
Jadi, kesimpulannya adalah ketika
kita jadi penulis, jadilah penulis yang baik. Ketika jadi pembaca, jadilah pembaca yang
baik. Dengan memahami background satu sama lain, maka dengan sendirinya terciptalah
konteks dan meaning di tengah pembaca dan penulis. Tidak lepas dari critical
thinking, penulis tidak egois tanpa memahami pembaca begitupun sebaliknya.
0 comments:
Post a Comment