Lezatnya Bumbu-Bumbu Literasi
Pertemuan yang
bernuansakan bau-bau sedap dalam paduan literasi pada tanggal 17 Februari 2014 membuat
saya semakin terlena akan kelezatannya. Bumbu-bumbu yang selalu bertubi-tubi
tertaburi di atas olahan-olahan literasi semakin membuat orang tergila-gila
padanya. Sungguh hal itu merupakan gambaran dari belajar membaca dan menulis.
Kemampuan berfikir
kritis adalah salah satu bumbu-bumbu sedap literasi. Dalam berliterasi
seeorang tidak hanya mahir dalam membaca dan menulis, melainkan juga mahir
dalam penggunaan bahasa secara fasih, efektif, dan kritis. Berbicara dan
menulis adalah tindakan literasi dan merupakan keputusan politik. Pengajaran
bahasa, dengan demikian, harus mengajarkan keterampilan berfikir kritis.
Dalam berliterasi
banyak hal yang dilakukan untuk suatu peradaban yang lebih terjamin
pendidikannya dan juga warga negaranya pun menjadi masyarakat yang demokratis.
Hal-hal itu adalah berliterasi dalam hal sosial, politik, pendidikan,
ekonomi,dan psikologi. Yang mana kesemuanya itu Nampak dalam praktek-prakteknya
diantaranya adalah dalam hal praktek kesejahteraannya, keamanannya,
kenyamanannya, dan lain sebagainya.
Menurut Michael
Barber, pada abad 21, standar kelas dunia akan mendesak setiap orang
adalah teramat literat, teramat ahli matematika, informasinya baik, cakap
belajar secara terus-menerus, percaya diri, dan cakap dalam melaksanakan bagiannya
sebagai warga negara masyarakat yang demokratis.
Bagian-bagian appetizer pada Akademik Writing
yaitu: a) kohesi, perpindahan atau arusan yang lembut di antara kalimat-kalimat
dan paragap-paragap. b) kejelasan, maksud apa yang kamu ingin komunikasikan itu
benar-benar jelas. c) logical order, merujuk pada informasi pesan yang masuk
akal. Dalam akademik writing, si penulis cenderung memindahkan dari yang umum
kepada hal yang khusus. d) konsistens, konsistens merujuk pada kesatuan gaya
menulis. e) kesatuan, sederhananya, kesatuan merujuk pada perkecualian
informasi yang mana tidak secara langsung menghubungkan pada topic yang
didiskusikan dalam sebuah paragap yang diberikan. f) keringkasan, keringkasan
adalah kehematan penggunaan kata-kata. Penulisan yang bagus secara cepat
mendapatkan poin-poinnya dan mengeliminasikan kata-kata yang tidak dibutuhkan serta
tidak membutuhkan pengulangan-pengulangan. Pengecualian informasi yang tidak
dibutuhkan mempromosikan kesatuan dan kohesi. g) kesempurnaan, sementara
pengulangan dan informasi yang tidak dibutuhkan mesti dieliminasi, penulis
sebaiknya menyediakan informasi yang perlu pada sebuah topic yang diberikan.
Contohnya, dalam sebuah definisi cacar ayam, pembaca akan berharap belajar
bahwa hal ini terutama sekali penyakitnya anak-anak yang dicirikan dengan rasa
gatal. h) variety, keragaman membantu pembaca dengan menambahkan beberapa bumbu
pada teks. Dan i) formalitas, Akademik Writing adalah formal dalam bunyi. Hal
ini maknanya bahwa kosa kata yang tidak sederhana dan struktur grammer yang
digunakan. Selain itu juga, penggunaan kata ganti orang seperti “I” dan
singkatan-singkatan itu dihindari.
Satu hal lagi
mengenai appetizer yaitu evaluasi yang kritis, diantara evaluasi-evaluasi itu
adalah: 1) tipe audien apa yang ditargetkan oleh penulis untuk artikelnya? 2)
apa klaim-klaim yang pusat dalam argument si penulis? 3) fakta apa yang
menyokong poin-poin yang penulis buat? 4) apakah si penulis membuat klaim-klaim
lain yang mana tidak disokong oleh fakta? 5) apakah menurutmu faktanya cukup
untuk sebuah artikel dalam sebuah buku teks akademik? 6) apakah si penulis
menggunakan kata-kata yang berhubungan dengan perasaan atau pernyataan-perntaan
lain? Keenam evaluasi secara kritis ini pun masuk dalam kategori bumbu-bumbu
pelezat makanan literasi. Tanpa adanya evaluasi maka akan mengakibatkan
kurangnya kekritisan si pembaca (yang memakan teks literasi).
Key Hyland
mengatakan tentang literasi adalah sesuatu yang kita lakukan,
literasi pun sebagai aktivitas yang ditempatkan dalam interaksi-interakasi di
antara masyarakat. Bahkan akademik literasi menekankan bahwa cara-cara kita
menggunakan bahasa, merujuk pada sebagai praktek-praktek literasi, yang mana
dipola oleh lembaga social dan hubungan-hubungan yang kuat. Jadi maknanya
keberhasilan akademik adalah mempresentasikan dirimu dalam sebuah jalan yang
dinilai oleh kedisiplinanmu, pengadopsian nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan,
dan identitas-identitas yang mana wacana akademik kandung.
Literasi adalah
praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial politik. Definisi baru literasi
terus menjamur sesuai dengan tuntutan “zaman edan” sehingga tuntutan mengenai
perubahan pengajaran pun tidak bisa dihindari. Perubahan kurikulum-kurikulum setiap tahunnya
menandakan adanya kebutuhan untuk merubah teknik pengajaran dan metode dalam
pengajarannya pula. Jadi memang harus selalu mengikuti arus zaman, supaya tidak
terlihat bahala dan tua.
Model literasi ala
Freebody and Luke (2003): breaking the codes of texts; participating in the
meanings of text; using texts functionally; critically analysing and
transforming texts. Prof. A.Chaedar Alwasilah meringkas lima ayat di atas menjadi: memahami,
melibati, menggunakan, menganalisis, mentransformasi. Itulah hakikat dari ber-literasi secara
kritis dalam masyarakat demokratis.
Rujukan literasi
terus berevolusi, sedangkan rujukan linguistik relatif konstan. Studi literasi tumpang
tindih dengan objek studi budaya dengan dimensinya yang luas. Pendidikan yang
berkualitas tinggi pasti menghasilkan
literasi berkualitas tinggi pula, dan juga sebaliknya akan menghasilkan literasi berkualitas rendah. Reading, writing,
arithmetic, and reasoning adalah modal hidup untuk selalu menghadapi tantangan-tantangan
sepanjang masa.
Orang multiliterat
mampu berinteraksi dalam berbagai situasi. Masyrakat yang tidak literat tidak mampu memahami
bagaimana hegemoni itu diwacanakan lewat media masa. Pengajaran bahasa harus
mengajarkan keterampilan berpikir kritis agar melahirkan masyarakat yang demokratis. Ujung tombak
pendidikan literasi adalah guru dengan fitur:
komitmen profesional, komitmen etis, strategi analitis dan reflektif, efikasi
diri, pengetahuan bidang studi, dan keterampilan literasi dan numerasi.
Rekayasa literasi
adalah upaya yang disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik
dan berbudaya lewat penguasaan bahasa secara optimal. Penguasaan bahasa adalah pintu masuk menuju
ke pendidikan dan pembudayaan. Empat dimensi rekayasa literasi: linguistik,
kognitif, sosiokultural, dan perkembangan. Rekayasa literasi sama halnya merekayasa
pengajaran membaca dan menulis dalam empat dimensi tersebut. Jadi orang literat tidak
sekedar berbaca-tulis tapi juga terdidik dan mengenal sastra.
Jadi dapat saya simpulkan bahwa
bumbu-bumbu rekayasa literasi semakin jauh semakin tercium bau sedap dan
lezatnya. Dimulai dari merekayasa strategi pendekatannya, setrategi pemahamannya,
strategi bacanya, dan lain sebagainya. Bila pada Writing yang direkayasanya
adalah yang berkaitan dengan meaning dan formationnya. Yang terakhir, jadi
memang ujung tombak pendidikan literasi adalah guru dengan komitmen profesionalnya, komitmen etisnya, strategi analitis dan
reflektifnya, efikasi dirinya, pengetahuan bidang studinya, dan keterampilan
literasi dan numerasinya. Thank
you.
0 comments:
Post a Comment