Chaper
Review
Native tittle : Rekayasa Literasi
Review tittle : Hegemoni Bangsa yang Terpuruk
Bermimpilah mumpung mimpi ini masih gratis. Seperti yang
sedang dilakukan oleh bangsa kita pada saat ini yaitu sedang bermimpi menunggu
para malaikat menurunkan wahyunya. Mimpi yang sedang kita rasakan ini adalah
menjadi bangsa yang literat, kita tidak mau menjadi bangsa ingusan yang
dikucilkan dengan teman lintas budaya di sana. Bangunlah Indonesia, jangan
berlama-lama untuk bermimpi, rubahlah hidupmu agar semua bisa terwujud.
Seperti
yang dilansir oleh buku Pak Chaedar bahwa literasi yang ada di Negara kita ini
sangat rendah. Di zaman yang modern ini literasi bukannya ilmu yang
mendiskusikan baca-tulis saja, tapi sudah menyangkut berbahai aspek yang ada
di Negara kita.
Coba
kita kelompokkan perkembangan periodisasi penggunaan dan pendekatan menurut
ahli bahasa. Ada lima kelompok besar yaitu pendekatan struktural dengan grammar
translation method, pendekatan audiolingual atau dengar-ucap, pendekatan
kognitif dan transformatif sebagai implikasi dari teori-teori syntactic
structure, pendekatan communicative competence, dan yang baru-baru ini ialah
pendekatan literasi atau pendekatan genre-based sebagai implikasi dari studi
wacana.
Membaca
dan menulis sendiri secara sederhana sudah mendefinisikan literasi pada zaman
dulu, namun sekarang literasi sudah luas cakupannya seperti literasi computer,
literasi virtual, literasi matematika, literasi media, literasi IPA dan masih
banyak lagi. Peran dari literasi ialah memahami kode dalam teks, terlibat dalam
memaknai teks, menggunakan teks secara fungsional dan melakukan analisis dan
transformasi teks secara kritis. Literasi tetap berhubungan dengan bahasa, dan
kini merupakan kajian lintas disiplin yang mempunyai tujuh dimensi.
1. Dimensi
geografis yang menyangkut wilayah lokal, nasional, regional, dan internasional.
Dimensi ini bergantung
pada tingkat pendidikan dan jejaring sosial serta vokasinya.
2.
Dimensi bidang (pendidikan,
komunikasi, administrasi, hiburan, militer). Pendidikan yang berkualitas tinggi
menghasilkan literasi yang tinggi pula kualitasnya.
3. Dimensi
keterampilan dalam membaca, menulis, menghitung, dan berbicara. Tidak semua
orang sarjana pintar dalam hal menulis, karena menulis membutuhkan asupan gizi
yang baik. Agar menjadi sarjana yang berkualitas juga harus pandai dalam
numerisasi. Sarjana
harus terampil dalam 3R (reading, writing, dan arithmetic).
4. Dimensi fungsi. Orang yang literat
mampu menghandle urusannya dalam memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan
juga kita harus baca info lowongan kerja, mengembangkan pengetahuan dan
mengembangkan potensi diri bisa dilakukan oleh orang literat.
5. Dimensi media seperti teks, cetak,
visual, dan digital. Saat ini kita harus pintar dalam mencari informasi dikala
zaman sedang berkembang pesat, menjadi seorang yang literat harus ahli dalam
ITnya untuk mencari informasi.
6.
Dimensi jumlah yang meliputi satu,
dua, dan beberapa. Proses pendidikan yang berkualitas tinggi akan menghasilkan
orang yang multiliterat. Jumlah di sini menuju banyak hal seperti bahasa,
variasi bahasa, peristiwa tutur, bidang ilmu, media dan sebagainya.
7.
Dimensi bahasa (etnis, lokal,
nasional, regional, dan internasional). Kita merupakan orang yang miltiliterat
sebagai pelajar di jurusan Bahasa Inggris. Namun, apakah benar multiliterat
kita ini ahli dalam bahasa Jawa/Sunda, Inggris, dan Indonesia? Coba Tanya
kepada anda sendiri!
Berkacalah kepada diri kita sendiri sebagai
bangsa Indonesia, apakah sudah pantas disebut orang yang literat ? Ada 10
kunci literasi seiring berkembangnya zaman dan ilmu pengetahuan yang ada
sekarang.
1)
Ketertiban lembaga-lembaga sosial.
Literasi muncul pada lembaga-lembaga birokrat yang ada di Negara kita, literasi
sekarang sangat kental berbau politik di lembaga sosial. Menurut Pak Chaedar
tidak ada literasi yang netral saat ini. Semuanya memiliki teks tulis yang juga
terdapat ideologi.
2)
Tingkat kefasihan relatif. Kefasihan
literasi perlu rasanya untuk menghadapi tantangan global. Seperti tes
internasional untuk menilai sejauh mana kita cakap dalam berbahasa. Tes TOEFL,
TOEIC, IELTS menjadi buktinya.
3)
Pengembangan potensi diri dan
pengetahuan. Berawal dari bahasa ibu literasi kita berkembang dan mempunyai
pengetahuan yang luas. Seperti contohnya pada saat ini mahasiswa dituntut agar
bisa menulis akademik yang merupakan bagian dari literasi.
4)
Standar dunia. Tingkat kualitas
bangsa sekarang bisa terlihat dengan jelas, ada tiga jenis evaluasi yang
diterapkan di dunia yaitu PISA, PIRLS, dan TIMSS. Ketiganya menilai tingkat
literasi suatu bangsa.
5)
Warga
masyarakat demokratis. Demokrasi kini menjadi hal yang wajib ada bagi bangsa
yang taat pada aturan. Warga yang baik senantiasa menjunjung tinggi hegemoni
negaranya karena hal itu merupakan bentuk literasi. Pendidikan literasi harus
mendukung tereciptanya demokrasi bangsa.
6)
Keragaman lokal. Keragaman lokal
merupakan langkah awal bagi orang literat untuk menghadapi keberagaman global. Dengan paham keberagaman lokal ini
maka akan semakin sensitif dan antisipatif terhadap beragaman lokal lain.
7)
Hubungan
global. Orang literat mampu menghadapi tantangan global. Kini kita tidak susah
payah mencari informasi, hanya dengan satu klik bisa terhubung dengan sejuta
informasi cyberspace. Jangan sampai kita semakin kaget dalam budaya (culture
shock).
8)
Kewarganegaraan
yang efektif. Warga yang efektif sendiri yaitu warga Negara yang mampu mengubah
diri, menggali diri, menggali potensi diri, serta berkonsentrasi bagi keluarga,
lingkungan, dan negaranya.
9)
Bahasa
Inggris ragam dunia. Kemajuan teknologi menuntut kita untuk memahami bahas
dunia. Setiap bahasa mempunyai literasi masing-masing yang mana dipengaruhi
dari logat bicara mereka. Oleh karena itu bahasa Inggris sebagai bahasa dunia
ini beragam.
10) Kemampuan berpikir kritis. Orang
literat tidak diragukan lagi dengan cara berpikirnya yang kritis. Di samping
cakap dalam membaca dan menulis, berbicara juga merupakan suatu tindakan
literasi dan merupakan keputusan politik.
11) Masyarakat semiotik. Ilmu mengenai
tanda, termasuk persoalan ikon, tipologi tanda, kode, struktur, dan komunikasi
disebut semiotik. Semiotik mengkaji tentang budaya juga, para ahli menggunakan
istilah sintaksis (mengkaji cara aspek-aspek budaya saling terkait dalam sistem
budaya), semantik (mengkaji hubungan tanda-tanda dengan rujukannya), dan
pragmatik (budaya mengkaji hubungan antara tanda dan pengirim dan penerima).
Nampak
jelas sudah gambaran bangsa kita melihat dimensi-dimensi dan kunci literasi
yang sudah dijelaskan. Kemudian literasi juga mempunyai tujuh prinsip seperti
yang akan dijelaskan berikut:
Pertama
literasi itu merupakan life skill yang memungkinkan manusia berfungsi maksimal
sebagai anggota masyarakat. Masyarakat akan merepresentasikan bahasa dalam
kehidupan sehari-hari seperti membuat surat ijin tidak masuk kuliah ataupun
sekolah, membaca Koran, iklan dan sebagainya. Kedua, literasi mencakup
kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis maupun
secara lisan. Ketiga, literasi adalah kemampuan untuk memecahkan masalah. Orang
literat akan melihat suatu masalah dari sudut pandang literasinya. Mereka akan
berpikir dengan memahami kata, logis dan kritis. Berpikir kritis ini seharusnya
sudah dilakukan ketika SD, sehingga dari 3R berubah menjadi 4R (reading,
writing, arithmetic, dan reasoning). Keempat, literaai itu refleksi penguasaan
dan apresiasi budaya,Pendidikan bahasa selayaknya mengajarkan pengetahuan
budaya. Mengabaikan terhadap budaya menyebabkan dekonstektualisasi bahasa dari
budaya. Kelima, literasi adalah kegiatan refleksi (diri). Saat membaca biasanya
reader menghubungkan bacaan tersebut dengan pengalaman-pengalaman dirinya,
inilah yang disebut refleksi diri. Keenam, literasi merupakan hasil kolaborasi.
Pembaca akan mencari buku yang sesuai dengan apa yang diinginkannya, di sisi
lain penulis menerbitkan buku dengan yang diinginkan pembaca. Di sinilah
terjadi kolaborasi antara pembaca dan penulis. Terakhir literasi adalah
kegiatan melakukan interpretasi. Mahasiswa dan kalangan pelajar akan
menginterpretasikan kehidupan ini lewat menulis, sehingga sejak dini orang-orang
mengintegrasikan bahasa sebagai media untuk membangun literasi.
Indonesia kini harus membenahi diri
agar mimpinya selama ini bisa terwujud dan bisa bangun dari tidur yang lama
itu. Di tahun 1999 indonesia sudah aktif dalam penelitian-penelitian dunia
yaitu PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study), PISA (Program
for international Student Assesment), dan TIMSS (the Third International
Mathematics and Science Study). Pertanyaannya bagaimana dengan hasil
penelitian itu? Penelitian tersebut tujuan membaca meliputi literacy purposes (LP)
dan informational integrating (IP), dan evaluating.
Hasil dari penelitian itu mencatat
bahwa skor tertinggi diperoleh oleh Rusia (565), Hong Kong (564),
Kanada/Alberta (560), dan Singapura (559). Indonesia menempati urutan ke-5 dari
bawah, yakni sedikit lebih tinggi dari Qatar (356), Kuwait (333), dan Afrika
Utara (304). Negara kita memiliki HDI 0,711 dan GNI/kapita 810 US$.
Dari beberapa penelitian, Negara kita
tertinggal sangat jauh oleh pelajar negara lain. Artinya, pendidikan nasional
kita belum berhasil menciptakan warga Negara yang literat yang siap bersaing.
Literasi kita belum kompetitif, padahal pendidikan literasi itu investasi jangka
panjang yang bersifat transformatif.
Pendidikan literasi itu pasti
mengubah pendapat dan pendapatan. Laporan dari PIRLS tidak ditemukan skor
menulis, dapat diprediksi bahwa prestasi menulis sangat bergantung pada
kemampuan membaca. Banyak membaca tidak menjamin orang rajin menulis, jauh lebih
banyak ilmuan dari pada penulis. Sampai dengan tahun 2003, Indonesia setiap
tahun memproduksi buku 6.000 buku (termasuk terjemahan), Malaysia 8.500, Korea
45.000, Jepang 60.000, Amerika 90.000, dan India 70.000.
Menurut Atep Alfia Hidayat dalam
blognya mengatakan untuk berkontribusi secara global idealnya kampus juga mampu
menghasilkan jurnal internasional. Hal ini menjadi salah satu parameter untuk
menentukan peringkat kampus. UGM yang menjadi idaman orang-orang hanya
menempati peringkat 591 dunia, ITB peringkat 689, dan UI nangkring di posisi
663.
Hadirnya Literasi Anak Indonesia
(LAI) bertujuan untuk menginspirasi pembelajaran melalui membaca dan menulis
bagi semua anak Indonesia. Motto dari lembaga ini ialah “membaca sejak kecil
menjadi pemikir yang dewasa”. Proyek ini mendukung keterampilan keaksaraan di
TK dan SD di Indonesia melalui praktek-praktek pengajaran yang inovatif dan
penciptaan buku-buku yang berkualitas. Ujung tombak pendidikan literasi adalah
guru dengan langkah profesionalnya yaitu komitmen professional, komitmen etis,
strategi analitis dan reflektif, efikasi diri, pengetahuan bidang studi, dan
keterampilan literasi dan numerisasi (Cole dan Chan, 1994 dikutip oleh Setiadi,
2010). Dengan kata lain, membangun literasi bangsa harus diawali dengan
membangun guru yang professional, dan guru professional hanya dihasilkan oleh
lembaga pendidikan guru yang professional juga.
Saya akan menambahkan sedikit fakta
yang ada di Negara kita ini mengenai literasi, bahkan perfilman kitapun hampir
tidak ada yang mengandung unsur literasi. Ditulis oleh Pratiwi R. Dosen Unesa,
kandidat PhD Uni Melb Ausse dalam blognya menjelaskan tentang literasi dan
budaya pop. Buku yang dibaca olehnya berjudul Popular Culture and
Representation of Literacy yang ditulis oleh Bronwyn T. Williams dan Amy
Z.Zenger, terbitan Routledge tahun 2007.Buku ini membahas budaya tulis dipotretdalam
budaya pop. Fokus analisisnya diarahkan pada film-film Hollywood atau yang
blockbusters. Banyak yang bisa diungkap dan dipelajari bagaimana literasi
direpresentasikan sebagai aspek kehidupan sehari-hari antara tokoh film.
Contoh film luar yang terdapat unsur
literasi adalah film Dead Poets Society, pecinta sastra pasti sudah
tahu. Film yang diperankan oleh Robin Williams ini menceritakan kelompok
pembaca dan penulis yang rutin bertemu dengan guru bahasa Inggrisnya di hutan.
Film ini memotret benturan pandangan tentang litrasi di masyarakat. Apakah
siswa perlu menguasai keterampilan literasi sebagai komoditi untuk terjun ke
masyrakat agar bisa meraih profesi bergengsi, ataukah literasi menjanjikan
transformasi emosinal dan intelektual. Tantangan ini sering kali menimbulkan
jarak antara anak dan orang tua.
Ada juga yang merepresentasikan
literasi sebagai dunia kekuatan dunia hitam dan membahayakan seperti pada Harry
Potter and the Chamber of Secrets (2002) dan The Lord of the Rings. Harry
Potter menemukan kukuatan hitam melalui akses ke buku-buku kuno. Lalu bagaimana
dengan film Indonesia? Apakah sangat mudah menemukan film yang dibumbui dengan
literasi sepeti film Hollywood ini? Ternyata sangat sulit.
Bisa dihitung dengan jari film Indonesia
yang mengandung literasi, contohnyaseperti Laskar Pelangi. Jelaslah film
ini mengandung pentingnya literasi sebagai bagian pendidikan dari sosok Lintang
menjadi bintang karena kegilaan membaca, dan juga Mahar sang pecinta seni, dan
pastinya Ikal Sendiri. Hanya beberapa film dari produk kita yang mengandung
literasi.
Seorang penulis di Indonesia Gol A
Gong merasa prihatin tentang sedikitnya potret literasi di budaya pop
Indonesia. Dalam bukunya yang dikarang dengan Agus M.Irkham terdapat tulisan
“jangan matikan televisi, Gol A Gong juga menunjukkan kontrasnya film barat dan
film Indonesia tentang kebiasaan membaca para tokohnya”. Bukunya berjudul Gempa
Literasi: Dari Kampung untuk Indonesia. Nampak jelas bahwa literasi itu
pengaruh ke berbagai aspek bahkan dunia perfilmanpun tak luput dari sorotannya.
Bagaimanapun jugaorang literat itu ialah orang yang terdidik dan berbudaya.
Implementasi dari Rekayasa Literasi sendiri ialah upaya yang disengaja
dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan
bahasa secara optimal.
Jadi, dari pembahasan awal Chapter
Review ini akan bermuara pada implementasi terhadap literasi yang ada di Negara
kita. Dapat disimpulkan bahwa bangsa Indonesia perlu merekayasa literasinya untuk
mengajarkan menulis dan membaca kepada para siswa. Hal tersebut harus beracuan
pada empat dimensi, yaitu dimensi linguistik atau fokus teks, kognitif atau
fokus minda, sosiokultiral atau fokus kelompok, dan perkembangan atau fokus
pertumbuhan (Kucer, 2005: 293-4). Terbukti dari pembahasan di atas menunjukkan
kualitas pendidikan kita sangat jauh dibandingkan dengan Negara lain, kesalahan
yang ada salah satunya karena sistem pengajaran. Oleh karena itu, perlu adanya
rekayasa literasi dalam dunia pendidikan, guru harus pintar untuk merekayasa dalam
arti mencari strategi untuk pengajaran dan penyampaian materi, dengan harapan
agar siswa dapat memahami dengan maksimal apa yang disampaikan. Saatnya kaum
muda untuk melek bahasa agar posisi kita tidak nangkring di urutan terbawah
dari Negara lain.
0 comments:
Post a Comment