Tulisan ini berdasarkan artikel “Clasroom discourse to
foster religious harmony” sebagai critical review. Diambil dari buku bapak A. Chaedar
Alwasilah yang berjudul pokoknya rekayasa literasi dan dapat juga
ditemukan di blog the jakarta post. Dalam artikel ini A. Chaedar
Alwasilah membicarakan mengenai suatu hubungan atau percakapan dalam ruangan
kelas untuk membantu mengambangkan kerukunan umat beragama sebagai suatu wujud
untuk menghindari adanya konflik sosial.
Munculnya berbagai masalah dalam lingkungan masyarakat
sebagai indikasi adanya penyakit sosial. Penyebabnya bisa saja terjadi karena kurangnya kepekaan dan rasa hormat
terhadap orang lain dari kelompok yang berbeda. Dalam hal ini, pendidikan menjadi sorotan utama dalam
mempersiapkan generasi berikutnya untuk menjadikan warga negara yang baik dan
mewujudka tujuan pendidikan sebagaimana yang terdapat dalam undang-undang.
Laporan
apriliaswati (2010) menyimpulkan bahwa interaksi teman sebaya membantu
perkembangan kelas yang positif dikalangan siswa. Tidak hanya penalaran ilmiah,
tetapi juga kompetensi percakapan yang sopan untuk menciptakan warga negara
yang beradab. Hal yang sama juga menurut Rubin (2009) bahwa konsep interaksi
dengan teman sebaya adalah komponen penting dalam teori perkembangan sosial.
Oleh karena
itu, perlunya menerapkan interaksi antar teman harus dilaksanakan sebagai salah
satu rutinitas kegiatan pendidikan di kelas . Siswa harus diberi kesempatan
untuk berinteraksi dengan satu sama lain melalui tugas - tugas kelompok untuk
berlatih mendengarkan penuh perhatian , berdebat hormat dan untuk mempersiapkan mereka agar hidup sebagai
anggota yang fungsional dari suatu masyarakat yang demokratis .
Pengembangan siswa melalui pendidikan diharapkan dapat
menjaga hubungan baik antar sesama karena sangat penting untuk keberhasilan
individu. Apalagi di indonesia merupakan negara multikultural yang mempunyai
banyak keanekaragaman seperti etnis, agama, dan sosial yang pola pikirnya
dibentuk oleh latar belakang yang berbeda. Ketidakmampuan seseorang dalam
menjaga hubungan baik dengan sesama dapat memyebabkan konflik dalam masyarakat
tertentu.
Telah banyak
bukti mengenai berbagai konflik yang terjadi seperti konflik antar agama besar
yang saling bermusuhan. Sampai sekarang
pun masih ada kelompok - kelompok tertentu yang mengatasnamakan agama melakukan
tindakan radikalisme terhadap agama yang lain, penutupan rumah ibadah, sulit
mendapatkan ijin pendidirian rumah ibadah dari kelompok agama yang lain, sikap curiga
antar kelompok agama. Padahal bangsa Indonesia sejak lahirnya sudah memiliki
peradaban dan budaya yang berbeda. Bahkan, tercantum juga dalam sembohyan
negara kita tapi sepertinya tidak dihiraukan.
Di dalam
undang-undang, Negara telah menjamin kebebasan beragama dan bahkan berusaha
membantu pengembangan kehidupan beragama dalam rangka pembangunan.
Masing-masing umat beragama memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk
menjalankan dan mengembangkan kehidupan agama masing-masing
Dalam
artikelnya, penulis mengatakan bahwa Pendidikan saat ini gagal untuk memberikan
para siswa dengan kompetensi percakapan yang sopan. Hal itu bisa dilihat pada
kejadian tahun 2010 ketika anggota parlemen saling bertukar kata-kata kasar
dengan cara tidak sopan dalam sidang yang disiarkan langsung di seluruh negeri.
Semua
permasalahan yang timbul akan kembali pada pendidkan siswa di sekolah yang
memang sangat penting diberikan pengetahuan mengenai kehidupan. seperti
bertoleransi, menghargai pendapat, menciptakan kehidupan yang penuh kasih
sayang antar sesama manusia, berinteraksi dengan siswa lain dari agama yang
berbeda, menjaga kerukunan, keharmonisan dan toleransi dalam kehidupan
beragama.
Dalam kenyataanya, ketidakmampuan menjaga hubungan baik
dengan sesama dapat menyebabkan konflik sosial dalam masyarakat. Seperti Konflik Maluku, Poso, ditambah sejumlah
kasus terpisah di berbagai tempat di
mana umat beragama terlibat konflik secara langsung dengan umat beragama
lainnya dipicu oleh perbedaan konsep di antara agama masing-masing. setiap
pemeluk agama menyakini bahwa agama yang dianutnya adalah jalan hidup yang
paling benar, sehingga dapat menimbulkan prasangka negatif atau sikap memandang
rendah pemeluk agama lain.
Konflik
mengenai agama tidak hanya terjadi pada masa kini saja melainkan pada sudah ada
sejak dulu. Perang Salib antara
umat Kristen Eropa dan Islam, pembantaian umat Islam di Granada oleh Ratu
Isabella ketika mengusir Dinasti Islam terakhir di Spanyol, adalah konflik
antara Islam dan Kristen yang terbesar sepanjang sejarah. Perjalanan konflik yang panjang sejak dulu hingga
sekarang belum sepenuhnya berakhir karena sampai sekarang pun masih ada.
Seorang
sosiolog asal jerman, Max Weber ( 1864-1920 ) pernah mengungkapkan bahwa agama
cukup berjasa dalam melahirkan perubahan sosial yang paling spektakuler dalam
sejarah peradaban manusia. Agama dianggap mampu memberikan dorongan terhadap
masyarakat untuk melakukan perubahan. Namun, sosok Weber bukanlah sosok masa kini yang teorinya membawa perubahan sosial dimasa kini yang memang sudah bebeda dengan
masa lalu.
Umat beragama
seringkali bersikap merasa benar sendiri sehingga tak ada ruang untuk melakukan
dialog yang kritis dan bersikap toleran terhadap agama lain. Sikap ini juga yang
menyebabkan keretakan hubungan dan konflik antar umat
beragama. Manusia harus menerima
keragaman budaya dan agama dengan memberikan toleransi kepada masing-masing
komunitas dalam menjalankan ibadahnya
sesuai kepercayaan masing - masing.
Jika sudah seperti ini, banyak
harapan untuk menyelesaikan berbagai masalah tersebut. Salah satu harapan
terbesar untuk menyelesaikannya yaitu melalui pendidikan. Namun, pendidikan
yang seperti apakah yang perlu diterapkan agar dapat menyelesaikan berbagai
masalah dalam lingkungan masyarakat multikultural ? terdapat berbagai macam
pendidikan termasuk didalamnya yaitu pendidikan religi atau pengajaran agama.
Cara tradisional dengan pengajaran
agama telah dikritik karena menekankan aspek teologis dan ritual. Kenyataan
tersebut telah diperkuat oleh Kejadian beberapa waktu terakhir yang memberikan kesan akan mudahnya agama
menjadi alat pemicu dalam menimbulkan ketegangan antar umat beragama. Seperti
masih terdapat tembok pemisah yang menghalangi pergaulan yang akrab antar
pemeluk agama yang berlainan. Tembok pemisah tersebut tidak lain adalah agama
dan kepercayaan.
Al-Ghazali
mengatakan bahwa agama itu pada hakikatnya untuk kepentingan manusia, bukan
untuk kepentingan Tuhan, sebab Tuhan tidak memperoleh keuntungan dari
penerimaan manusia terhadap agama. Sebaliknya tidak juga menderita kerugian
karena penolakan manusia terhadap ajakan agama. Jadi, semua keuntungan kerugian
dari penolakan terhadap agama justru kembali kepada diri manusia itu sendiri.
Selain
melaui pengajaran agama, pendidikan formal di sekolah juga menjadi salah satu
pertimbangan untuk membantu mendorong kerukunan beragama. Di sekolah terdiri
dari siswa - siswi yang mungkin berasal dari status sosial, etnis, budaya dan
agama yang berbeda-beda dan perbedaan tersebut membuat mereka harus bergaul dan
bebaur dalam mendapatkan pendidikan sehingga mempengaruhi pribadi anak dan
perkembangan sosialnya.
Dalam
artikelnya, penulis berpendapat bahwa idealnya pendidikan harus ditegakkan
dengan jalan sekolah dikelola oleh guru dan tenaga yang berbeda agama , etnis
dan dari kelompok-kelompok sosial yang berbeda. Pendapat penulis tersebut dapat
diperkuat dengan adanya salah satu sekolah swasta di Medan merupakan sekolah yang bersifat umum
dan siswa - siswanya yang campuran, dimana terdapat multi etnis dan
berbeda-beda agama. Jadi dalam kegiatan dan proses belajar dan mengajar
sehari-hari disekolah mereka saling bergaul, berbaur, dan berinteraksi satu
dengan yang lainnya.
Pada
sekolah negeri dan sekolah swasta umum non yayasan keagamaan, pada jam
pelajaran agama siswa dipisah menurut agama yang berbeda-beda. Sudah lama
praktek pendidikan agama di sekolah seperti ini belum ada yang memberikan
perhatian secara serius bahwa pemisahan siswa pada jam pelajaran agama adalah
sebuah pembiasaan dan penanaman kesadaran bahwa agama adalah sesuatu yang
memisahkan (kebersamaan) manusia.
Adanya
sekolah yang mempunyai siswa siswi yang berbeda agama, etnis dan budaya tidak
sepenuhnya dapat menyelesaikan maslah. Sebagai
contoh jika siswa yang memulai pendidikan dilingkungan sekolah yang bersifat
khusus ( sesuai dengan agama yang dianutnya ) mulai dari tingkat SD sampai
dengan tingkat SMP kemudian setelah di tingkat SMU pindah kesekolah yang
bersifat umum atau berbaur dengan siswa - siswi yang berbeda agama dan
keyakinan, yang menjadi pertanyaan adalah bagimana berinteraksi dan
bersosialisasi dengan merubah kebiasaan berbaur dan bergaul dengan yang agama
dan keyakinan yang sama?.
Kenyataanya,
masyarakat cenderung memilih sekolah yang sesuai dengan agama yang dianutnya (
khusus ) dan sekolah yang didominasi oleh satu agama tertentu supaya hubungan
antara mereka dapat berlangsung lancar karena telah memahami pola interaksi
dengan sesamanya. mereka berpikir dapat dengan mudah berinteraksi dan bersosialisasi Di sekolah yang
hanya didominasi satu agama (
khusus ) karena mereka beranggapan bahwa mereka sama dan tidak ada perbedaan.
Pada
dasarnya, dilihat dari kehidupan sehari-hari masyarakat akan lebih mudah jika
memulai pendidikan yang bersifat umum kemudian berlanjut ke pendidikan yang
bersifat khusus, Seperti masuk SD yang bersifat umum terlebih dahulu. Dalam
pendidikan di SD, guru SD harus memeberikan kesempatan kepada siswa untuk
mendorong pengalaman yang baik dilingkungannya. Termasuk juga berinteraksi
dengan siswa lain dari agam yang berbeda dan dari kelompok sosial yang berbeda.
Pendidikan
yang berifat umum di SD dimaksudkan untuk menciptakan suatu kehidupan yang
menerima perbedaan, bisa hidup bersama secara harmonis, saling menghormati dan
menghargai perbedaan dalam kehidupan
bermasyarakat di negara yang multikultural. Pendidikan di SD yang berawal sejak
usia dini sangat baik karena pikiran anak – anak masih murni. Dalam kata lain,
masih belum mengenal konflik pertentangan dan doktrin agama karena pemikiran anak yang masih polos tidak
semestinya dijejali doktrin agama.
Di dalam
artikelnya, penulis juga menyatakan pendidikan liberal sebagai suatu cara yang
bertujuan membebaskan siswa dari sikap rabun dan pemahaman yang sempit terhadap
oarang lain. Pendidikan ini dianggap sebagai dasar untuk membentuk insan kamil.
Namun. Pendidikan liberal terfokus pada mata pelajaran sebagai warisan tradisi
( klasik ) dan lebih mengembangkan aspek intelektual.
Terlalu
fokus pada pengembangan aspek intelektual bisa mengabaikan nilai – nilai kemanusiaan.
Serta spesialisasi yang berlebihan bisa mempersempit diri sedangkan tantangan
hidup semakin global dan meluas. Pendidikan liberal iini belum sepenuhnya dapat
membebaskan atau menghindarkan dari maslaah sosial. .
Dalam
pendidikan liberal, akal manusialah yang dipandang paling urgen. Telah dikatakan sebelumnya bawha pendidila
liberal lebih mengutamakan intelektual atau akal seperti pendewaan terhadap scientific
atau knowledge. setiap manusia memiliki kebebasan memilih dan bertindak
sesuai dengan kehendaknya, orang lain tidak punya hak atas tindakan dan
pilihannya. Oleh karena itu ideologi pendidikan liberal bernuansa kebebasan
manusia secara individual.
Secara
tidak langsung, pendidikan yang seperti ini akan memebedakan antara pendidikan
Islam dan pendidikan umum, dikarenakan agama tidak dijadikan suatu bagian dari
ilmu pengetahuan. Sehingga, pendidilan liberal ini, dapat memnimbulkan rasa
tidak percaya dan mengurangi tingkat kepercayaan terhadap agama. pendidikan
ini, belum mamapu menjadi dasar untuk mewujudkan insan kamil.
Selain
pendidikan liberal, ada juga pendidikan umum yang sering kali dipertukarkan
dengan pendidikan liberal karena fungsinya yang hampir sama. Fungsi keduanya
yaitu menyiapkan individu sebagai pribadi yang utuh, bukan menyiapkan individu
untuk tenaga vokasional. Namun, pendidikan umum lebih terfokus pada
pengembangan pribadi dalam aspek yang lebih luas, tidak hanya meliputi
intelektual saja melainkan semua aspek.
Sistem
pendidikan indonesia didasarkan atas pancasila sebagai falsafah bangsa
merupakan sumber sekaligus cita-cita ideal bangsa. Pasal 31 ayat 3 yang
mengatakan “ pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional ayng meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang – undang”.
Dari pasal ini dapat diketahui bahwa pendidikan nasional memiliki dimensi
pendidikan multikultural.
Pendidikan
multikultural diposisikan sebagai solusi. Pendidikan ini diperkenalkan dengan
tujuan unutk meredam konflik sekaligus mendatangkan kebaikan dari keragaman
budaya. Pendidikan multikultural diarahkan untuk meredam konflik sosial dengan
cara mengembangkan sikap saling menghargai perbedaan agama. Pendidikan multikultural
diharapkan dapat menciptakan struktur dan kultur yang setaip kelompok budaya
bisa melakukan expresi budayanya secara nyaman dan harmonis.
Dalam pendidikan multikultural, Masyarakat
mempunyai peranan penting dalam perkembangan intelektual dan kepribadian
individu peserta didik. Sebab, masyarakat merupakan tempat yang penuh
alternatif dalam upaya memperkaya pelaksanaan proses pendidikan berbasis
multikultural.
Untuk itu, setiap anggota masyarakat memiliki
peranan dan tanggung jawab moral terhadap terlaksananya proses pendidikan
multikultural. Hal ini disebabkan adanya hubungan timbal balik antara
masyarakat dan pendidikan. Dalam upaya memberdayakan masyarakat dalam dunia pendidikan
merupakan satu hal yang penting untuk kemajuan pendidikan di masa kini dan di
masa yang akan datang.
Selain anggota
masyarakat, peran interaksi sosial antar teman di sekolah juga sangat
berpengaruh. Mengingat anak sekolah sebagai generasi bangsa yang selanjutnya,
sehingga diperlukanya interaksi yang baik. sebagaimana telah banyak disebutkan
bahwa pendidikan identik dengan sekolah. Melalui lembaga pendidikan inilah
diharapkan terciptanya interaksi yang baik khususnya antara anak – anak yang
berbeda agama, etnis tau budaya. Tujuannya agar mereka terbiasa berkomunikasi
walaupun terdapat perbedaan tersebut.
Seperti
dikatakan Darmodjo (1992) anak usia sekolah dasar adalah anak yang sedang
mengalami perrtumbuhan baik pertumbuhan intelektual, emosional maupun
pertumbuhan badaniyah, di mana kecepatan pertumbuhan anak pada masing-masing
aspek tersebut tidak sama, sehingga terjadi berbagai variasi tingkat
pertumbuhan dari ketiga aspek tersebut. Ini suatu faktor yang menimbulkan
adanya perbedaan individual pada anak-anak sekolah dasar walaupun mereka dalam
usia yang sama.
Pendidikan
yang dibutuhkan dalam masyarakat multikultur mengenai pendidikan agama senantiasa menghadirkan
kehidupan yang penuh keragaman, baik latar belakang manusia maupun keragaman. Di
sekolah yang melakukan pemisahan siswa beda agama pada jam pelajaran agama
perlu ada antisipasi agar pemisahan tidak berpengaruh buruk pada rasa aman dan
nyaman dengan penganut agama yang berbeda. Hilangnya rasa aman dan nyaman akan
merusak saling percaya antar anggota masyarakat yang mana saling percaya ini
merupakan modal sosial yang dibutuhkan dalam kehidupan bersama yang adil dan
beradab.
Fungsi
pendidikan dalam perubahan sosial dalam rangka meningkatkan kemampuan analisis
kritis berperan untuk menanamkan keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai baru
tentang cara berpikir manusia. Cara-cara berpikir dan sikap-sikap tersebut akan
melepaskan diri dari ketergantungan dan kebiasaan berlindung pada orang lain
termasuk mengatasi adanya perbedaan.
Setelah membahas berbagai hal diatas, dapat diperoleh
kesimpulan bahwa telah banyak konflik – konflik yang terjadi karena beberapa
hal yang umumnya beratasnamakan perbedaan. Seperti perbedaan etnis, budaya,
agama, sosial, dan lain- lain. Perbedaan tersebut tidak dapat dihindarkan
karena memang kita berdiam di negara
yang multikultiral. Perbedaan seharusnya tidak dijadikan alasan untuk tidak
bersatu dalam kebersamaan.
Indonesia ini merupakan negara demokrasi yang punya
hukum. Segala hal yang menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara telah
diatur dalam undang – undang. Baik itu mengenai bahasa, agama, budaya,
pendidikan, dan sebagainya. Dari semua hal itu, tidak lain adalah untuk
menciptakan kehidupan yang tentram dan harmonis serta menghindari adanya
konflik antar sesama.
Adapun
langkah-langkah yang harus diambil dalam memantapkan kerukunan hidup umat
beragama, diarahkan kepada 4 (empat) strategi yang mendasar yakni:
a.
Para pembina formal termasuk aparatur pemerintah dan para pembina
non formal yakni tokoh agama dan tokoh masyarakat merupakan komponen penting
dalam pembinaan kerukunan antar umat beragama.
b.
Masyarakat umat beragama di Indonesia yang
sangat heterogen perlu ditingkatkan sikap mental dan pemahaman terhadap ajaran
agama serta tingkat kedewasaan berfikir agar tidak menjurus pada kekerasan.
c.
Peraturan pelaksanaan yang mengatur kerukunan
hidup umat beragama perlu dijabarkan dan disosialisasikan agar bisa dimengerti
oleh seluruh lapisan masyarakat, dengan demikian diharapkan tidak terjadi
kesalahpahaman dalam penerapan baik oleh aparat maupun oleh masyarakat, akibat
adanya kurang informasi atau saling pengertian diantara sesama umat beragama.
d.
Perlu adanya pemantapan fungsi terhadap
wadah-wadah musyawarah antar umat beragama untuk menjembatani kerukunan antar
umat beragama.
Adanya berbagai fakta tentang para birokrat yang saling
bertukar kata- kata kasar, korupsi ataupun melakukan tindakan tecela lainnya,
itu sepenuhnya tidak bisa menyalahan pendidikan. Tidak setiap orang yang
mempunyai pendidikan tinggi memiliki sifat toleran yang baik. itu semua
tergantung pada diri mereka bagaimana mengimplementasikan pendidikan dalam
kehidupan bermasyarakat. Pentingnya pendidikan tersebut agar diterapkan dalam
kehidupan yang nyata baik pendidikan dalam agama ataupun pendidikan umum
lainnya.
Pendidikan multikultural menjadi sistem pendidikan di
indonesia seharusnya menjadi tanggung jawab kita bersama, tidak hanya di
lingkungan sekolah tapi juga dirumah dan lingkungan sosial dengan menanamkan
dalam pikiran siswa dan anak-anak didik,
bahwa perbedaan merupakan suatu keharusan yang harus dijalani dan tidak dapat dihindarkan, semua sudah ada yang
mengatur, maka, tidak selayaknya lari dari tanggungjawab ataupun menentangnya. Perlunya
antar sesama masyarakat menciptakan dan mengembangkan pendidikan multikultural
dan toleransi dalam suatu wadah yang disebut pendidikan.
Referensi
_Alwasilah, A. Chaedar. 2012. Pokoknya
Rekayasa Literasi. Bandung : kiblat bumi utama dan upi press
_Risdianto, Hery. 2008. Kerukunan umat
beragama. Program sarjana. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
_kemenag.go.id
_http://gadogadozaman.blogspot.com/2012/pendidikan-dan-konflik-sosial-di.html
centrail claims-kamu teh apa atuh jadinya? generic structurenya ko ga sesuai silabus?
ReplyDelete