Monday, February 17, 2014

11:51 PM
Komposisi Literasi
Melihat sejarah peradaban umat manusia, bahwa bangsa yang maju tidak bisa dibangun dengan hanya mengandalkan kekayaan alam yang melimpah ataupun pengelolaan sebuah negara yang baik, tetapi didapat dari peradaban tulisan atau penguasaan literasi yang dapat menjembatani peradaban dari generasi ke genarasi barunya.
Dalam sejarah dunia Islam, salah satu khulafaur rasyidin Ali bin Abi Thalib bahwa sebuah ilmu lama-kelamaan akan berangsung menghilang, karena itu beliau menganjurkan untuk mengikat ilmu dengan tulisan. Hal ini mengingatkan kembali bahwa Islam telah dari awal sangat menjunjung tinggi tradisi literasi. Menurut Martha C. Pennington (1996:186) mengatakan bahwa secara fakta dokumen tertulis dapat survive lebih lama dibandingkan manusia itu sendiri karena bahasa tulisan mudah dipelihara dari generasi  ke generasi berikutnya.
Periodisasi penggunaan metode dan pendekatan, khususnya untuk pengajaran bahasa asing. Menurut para ahli membaginya ke dalam lima kelompok besar, yaitu sebagai berikut:
·    Pendekatan struktural dengan grammart translation methods (populer sampai perang dunia ke-2) yang meletakkan fokus pembelajarannya pada penggunaan bahasa tulis dan penguasaan bahasa. Pendekatan ini tidak menjamin siswa mampu menganalisis persoalan seperti bahsa pejabat yang munafik, bahasa yang bias gender.
·    Pendekatan audiolingual atau dengar ucap (1940-1960) fokusnya pada latihan dialog-dialog pendek untuk dikuasai siswa. Kekurangan penguasaan bahasa tulis terabaikan.
·    Pendekatan kognitif dan transformatif fokus pengajarannya terletak pada pembangkitan potensi berbahasa siswa sesuai dengan potensi dan kebutuhan lingkungannya.
·    Pendekatan communicative competence menjadi tren pengajaran bahasa antara 1980-1990. Tujuan pengajaran bahasa adalah menjadikan siswa mampu berkomunikasi dalam bahasa target, mulai dari komunikasi terbatas sampai dengan komunikasi spontan dan alami.
·    Pendekatan literasi sebagai implikasi dari studi wacana. Sesuai dengan kurikulum 2004 di indonesia tujuan pemeblajarannya ada;ah menjadikan siswa mampu menghasilkan wacana yang sesuai dengan tuntutan konteks komunikasi. Yang sangat menonjol pada pendekatan ini adalah pengenalan berbagai genre wacana lisan maupun tulisan untuk dikuasai oleh siswa.
Metodologi pengajaran di kalangan guru bahasa saat ini, yang menjadi buah bibir adalah genre, wacana, literasi, teks dan konteks. Literasi adalah kemampuan membaca dan menulis. Pengertian literasi berdasarkan konteks penggunaanya dinyatakan Baynham (1995:9) bahwa literasi merupakan integrasi keterampilan menyimak, berbicara, menulis, membaca, dan berpikir kritis. James Gee (1990) mengartikan literasi dari sudut pandang ideologis kewacanaan yang menyatakan bahwa literasi adalah “mastery of, or fluent control over, a secondary discourse.” Dalam memberikan pengertian demikian Gee menggunakan dasar pemikiran bahwa literasi merupakan suatu keterampilan yang dimiliki seseorang dari kegiatan berpikir, berbicara, membaca, dan menulis.
Freebody dan Lukke model literasi adalah sebagai berikut:
§  Memahami kode dalam teks
§  Terlibat dalam memaknai teks
§  Menggunakan teks secara fungsional
§  Melakukan analisis
§  Mentransformasikan teks secara kritis
Diringkas menjadi 4 verba yaitu memahami, melibati, menggunakan, menganalisis dan mentransformasikan teks. Itulah hakikat berliterasi secara kritis dalam masyarakat demokratis.
Literasi tetap berurusan pada penggunaan bahasa. Terdapat tujuh dimensi bahasa yaitu:
ª Dimensi geografis (lokal, nasional, regional, internasional)
Literasi seseorang dapat dikatakan berdimensi lokal, nasional, regional, internasional bergantung pada tingkat pendidikan dan jejaring sosial. Contohnya diplomat lebih sering di tantang untuk memiliki literasi internasional dari pada bupati.
ª Dimensi bidang (pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer)
Literasi bangsa nampak pada 5 elemen tersebut. Tingkat dan efisisen layanan publik dan militer bergantung pada kecanggihan teknologi komunikasi dan persenjataan yang di gunakan. Pendidikan yang tinggi menghasilkan literasi yang berkualitas tinggi pula.
ª Dimensi keterampilan ( membaca, menulis, menghitung, berbicara)
Literasi seseorang nampak dalam kegiatan membaca, menulis, menghitung. Sarjana yang berkualitas harus mampu menguasai ke empat tersebut. Dalam dunia barat, ketiga keterampilan tersebut disebut reading, writing, arithmetic.
ª Dimensi fungsi (memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan, mengembangkan pengetahuan, mengembangkan potensi diri).
Orang yang literat karena pendidikannya akan mampu mengatasi dimensi fungsi.
ª Dimensi media (teks, cetak, visual, digital)
Untuk menjadi literat pada jaman sekarang orang tidak cukup mengandalkan keahlian membaca dan menulis teks, melainkan juga harus mengandalkan kemampuan membaca dan menulis teks cetak, visual, digital. Penguasaan Informasi Teknologi sangat penting, sehingga kini kehebatan universitas lain di ukur lewat webometrics, yakni sejauh mana universitas tersebut diperbincangkan dalam dunia maya.
ª Dimensi Jumlah (satu, dua, tiga)
Jumlah dapat merujuk banyak hal, misalnya bahasa, variasi bahasa, bahasa tutur, bidang ilmu, media, dan sebagainnya. Orang multiliterat mampu berinteraksi dalam berbagai situasi. Kemampuan ini tumbuh karena proses pendidikan yang berkualitas tinggi. Literasi seperti halnya komunikasi bersifat relatif. Anda mungkin komunikatif dalam bahasa indonesia, tetapi anda kurang komunikatif dalam bahasa ibu. Sama halnya dengan literasi.
ª Dimensi bahasa (etbis, lokal, regional, internasional)
Bila anda orang sunda dan mahasiswa jurusan bahasa inggris. Anda adalah orang multilingual dalam bahasa Sunda, Indonesia, Inggris. Artinya anda multiliterat.
11gagasan kunci ikwal literasi yang menunjukkan perubahan paradigma literasi sesuai dengan tantangan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang yaitu ketertiban lembaga-lembaga sosial, tingkat kefasihan relatif, pengembangan potensi diri dan pengetahuan, standar dunia, warga masyarakat demokratis, keragaman lokal, hubungan global, kewarganegaraan yang efektif, bahasa inggris ragam dunia, kemampuan berfikir kritis, masyarakat semiotik.
Pendidikan bahasa berbasis literasi seyogyanya dilaksanakan dengan mengikuti tujuh prinsip berikut:
R Literasi adalah kecakapan hidup yang memungkinkan manusia berfungsi maksimal sebagai anggota masyarakat.
R Literasi mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis maupun secara lisan.
R Literasi adalah kemauan memecahkan masalah.
R Literasi adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya
R Literasi adalah kegiatan  refleksi (diri)
R Literasi adalah hasil kolaborasi
R Literasi adalah kegiatan interpretasi
Menurut buku Pokoknya Rekayasa Literasi. Indonesia sejak 1999 ikut dalam proyek penelitian dunia yang dikenal dengan (PIRLS) Progress In International Reading Literacy Study dan PISA (Program for International Student Assesment) dan TIMS (the Third International Mathematics and Science Study) untuk mengukur literasi membaca , matematika dan ilmu pengetahuan alam. Akan dikutip temuan-temuan terpenting dari PIRLS 2006 yang relevan dengan perbincangan tentang literasi membaca, yakni prestasi membaca siswa kelas VI indonesia serta posisinya di bandingkan negara peserta lainnya.
Tingkat literasi siswa Indonesia masih jauh tertinggal oleh siswa negara-negara lain. Artinya pendidikan nasional kita belum berhasil menciptakan warga negara yang literat yang siap bersaing dengan negara lain. Dalam skala internasional literasi siswa kita belum kompetetif. Terlihat berbagai variabel yang terkait dengan pendidikan literasi, yakni pendidikan orang tua, pendapatan nasional perkapita, fasilitas belajar, lama belajar, human development index (HDI).
Dalam laporan PIRLS tidak ditemukan skor prestasi menulis, sehingga kita tidak mengetahui bukti korelasi antara skor prestasi membaca dan menulis. Namun dapat di prediksi bahwa prestasi menulis sangat bergantung pada kemampuan membaca. Tanpa kegiatan membaca (banyak) orang sulit menjadi penulis. Namun, banyak membaca tidak menjamin orang rajin menulis.
Ujung tombak pendidikan literasi adalah guru dengan langkah-langkah profesionalnya yaitu:
Komitmen profesional
Komitmen etis
Strategi analisi dan reflektif
Efikasi diri
Pengetahuan bidang stuudi
Keterampilan literasi dan numerisasi. (Cole dan Chan, 1994 dikutip oleh Setiadi,2010)
Dengan kata lain, membangun literasi bangsa harus diawali dengan membangun guru yang profesional dan guru profesional  hanya di hasilkan oleh lembaga pendidikan guru yang profesional juga.
Implementasinya adalah orang literat orang yang terdidik dan berbudaya. Rekayasa literasi adalah upaya yang disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa secara optimal. Penguasaan bahasa adalah pintu masuk menuju ke pendidikan dan pembudayaan. Perbaikan rekayasa literasi senantiasa menyangkut empat dimensi yaitu:
 Linguistik atau fokus teks
Kognitif atau fokus mind
ƒ Sosiokultural atau fokus kelompok
Perkembangan atau fokus pertumbuhan
Dengan demikian rekayasa literasi berarti merekayasa pengajaran membaca dan menulis dalam 4 dimensi diatas. Pengajaran bahasa (language arts) yang baik, menghasilkan orang literat yang mampu menggunakan keempat dimensi ini secara serempak, aktif, dan terintegrasi.
Dimensi Literasi Membaca dan Menulis
Rounded Rectangle: Linguistik (teks)
Rounded Rectangle: Sosiokultural (group)
Rounded Rectangle: Kognitif (mind)
Rounded Rectangle: Perkembangan (growth)
 












Mengajarkan literasi pada intinya menjadikan manusia yang secara fungsional mampu berbaca tulis, terdidik, cerdas, dan menunjukkan apresiasi terhadap sastra. Ada tiga tiga paradigma pembelajaran literasi yaitu decoding, skills, whole language.

Æ Decoding
Siswa membangun literasi dengan di ajar terlebih dahulu tentang literasi, yakni bagaimana memaknai kode bahasa. Pembelajar diharapkan mampu berliterasi secara mandiri.
Æ Skills
Penguasaan morferm dan kosakata adalah dasar untuk membaca. Fokus pembelajarannya pada penguasaan sistem morfemik bahasa. Siswa diajarkan mengenal formula bahasa untuk di terapkan pada berbagai data atau peristiwa literasi dalam berbagai konteks.
Æ Whole Language (bahasa secara utuh)
Fokusnya terdapat pada pembelajaran makna, yaitu kegiatan mengajarkan makna secara utuh, tidak parsial. Siswa mesti di dihadapkan pada teks  otentik yang kontekstual untuk mendapatkan makna baru.
Jadi kesimpulannya adalah sejak jaman dahulu, sebenarnya literasi itu sudah ada sejak jaman rosulullah. Seharusnya kita bisa menghargai dan menerapkan literasi pada jaman sekarang khusunya di negeri kita sendiri. Agar indonesia lebih baik lagi dari segi literasinya. Jangan sontak salahkan siapa-siapa jika bangsa ini belum bisa menjadi bangsa penulis. Mulai dari diri sendiri, perbanyak membaca, tuangkan ide-ide dalam bentuk tulisan.








0 comments:

Post a Comment