Bertubi-tubi pujian yang datang
dilontarkan oleh dosen Writing 4, Pak Lala Bumela kepada kelas PBI-B tidak
pernah benar-benar membuat kami besar kepala. Justru pujian tersebut
menjadikan kami lebih semangat untuk
mempertahankannya, karena mempertahankan itu lebih sulit daripada meraihnya.
Kami tidak tahu apa yang terjadi di depan, yang jelas kami segenap keluarga
PBI-B hanya berdoa dan berikhtiar untuk mendapatkan yang terbaik. Pastinya,
ilmu yang bermanfaat untuk kami di masa depan. Istilahnya, kami datang dengan
membawa obor tanpa api dan Pak Lala hanya “mencekrekkan” obornya, api yang
menyala dari obor tersebut kami lah yang menentukan. Entah api yang menyala itu
besar atau tidak, kuncinya ada di diri kami sendiri. Berikut merupakan hadits
riwayat / H.R Muslim yang menjadi dorongan saya untuk selalu belajar dan bersemangat,
tentunya menunutut ilmu dengan ikhlas yang berbunyi :
“Ya Allah ya Tuhan kami, kami berlindung
kepadaMu daripada ilmu yang tidak bermanfaat, kalbu yang tidak khusyuk nafsu
yang tidak pernah puas dan doa yang tidak dikabulkan. “ H.R Muslim.
Dalam
pertandingan kali ini, pokoknya kami benar-benar dituntut untuk menggali
potensi dalam “tekhnik litetrasi.” Harus kita ketahui bahwa literasi bukan
hanya membaca dan menulis, tetapi literasi sudah bermakna sangat luas di era
modernisasi ini. Literasi adalah salah satu alat untuk membangun peradaban,
contohnya melalui praktik sosial, politik, ekonomi, budaya, psikologi, dan
lain-lain.
Dikutip dari Prof. Chaedar
Alwasilah, “pada abad ke 21 standar kelas dunia akan menuntut bahwa setiap
orang sangat ‘melek’ huruf, sangat berhitung baik informasi, mampu belajar
terus menerus, percaya diri dan mampu memainkan peran mereka sebagai warga
masyarakat yang demokrasi.” Michael Barber. Memang benar, literasi dapat
mengubah dan membangun sesuatu peradaban seperti yang terjadi di zaman sekarang
ini. Masyarakat telah sadar akan pentingnya literasi, sehingga sangat berdampak
pada segala aspek kehidupan yang mereka jalani saat, dari segala segi sosial,
politik, ekonomi, budaya, dan lain-lain.
Dalam sebuah appetizer atau hidangan
pembuka dalam academic writing, terdapat unsure-unsur yang harus kita
perhatikan, yaitu :
·
Kohesi, gerakan halus atau “aliran”
antara kalimat dan paragraph .
·
Kejelasan (clarity), makna yang akan
dikomunikasikan kepada pembaca harus jelas.
·
Urutan logis (logical order), mengacu
pada urutan logis dari informasi. Dalam penulisan akademik, penulis cenderung bergerak dari umum ke khusus.
·
Konsistensi (consistency), mengacu pada
keragaman gaya penulisan
· Unity, mengacu pada pengecualian
informasi yang tidak secara langsung berhubungan dengan topik yang dibahas dalam paragraph tertentu.
·
Keringkasan (conciseness), ekonomi dalam
pengguanaan kata-kata. Jadi, tulisan yang bagus
dengan cepat sampai ke titik dan menghilangkan kata yang tidak perlu, dan tidak
adanya pengulangan
·
Kelengkapan (completeness), informasi
yang berulang-ulang/ tidak perlu harus dihilangkan,
penulis harus memberikan informasi penting mengenai suatu topic tertentu.
·
Ragam (variety), membantu pembaca dengan
menambahkan beberapa “bumbu” dalam teks.
·
Formalitas (formality), academic writing
itu termasuk formula. Ini berarti bahwa, kosakata
dan struktur bahasa yang digunakan harus formal. Selain itu, kata “saya” dan contruction harus dihindari.
Nah,
karena di writing 4 kali ini kita berpacu dalam “academic writing,” maka maka
kita harus memperhatikan unsure-unsur yang terdapat diatas.
Kembali
lagi mengenai literasi. Berikut merupakan pendapat Hyland (2006) mengenai
literasi :
Ø
Literasi adalah Sesuatu yang kita
lakukan
Ø
Menurut Hamilton (1998) seperti
dikatakan Hyland (2006:21), melihat literasi sebagai kegiatan yang terjadi
dalam interaksi manusia
Ø
Hyland berpendapat bahwa akademik
literasi menekankan mengenai cara kita menggunakan bahasa, disebut sebagai
praktik literasi, berpola dalam lembaga sosial dan hubungan kekuasaan.
Ø
Keberhasilan akademik berarti,
representing diri kita dengan cara dihargai oleh disiplin kita, mengadopsi
nilai-nilai, keyakinan, dan identitas yang mewujudkan discourse academic.
Selain dalam buku Hyland, ada beberapa
poin yang sangat penting dalam “rekayasa literasi,” yaitu:
v
Literasi adalah praktik cultural yang
berkaitan dengan persoalan politik dan sosial
v
Definisi baru literasi terus menjamur
sesuai dengan tentuan “zaman edan” sehingga tuntutan mengenai perubahan pengajaran pun tidak bisa dihindari
v
Model litersi ala Freebody dan Luke
(2003) : breaking the codes of texts; participating in the meaning of text; using text; using text
functionally; critically analyzing and transforming texts.
v
Prof, Alwasilah meringkas lima ayat diatas
menjadi: memahami, melibati, menggunakan, mentransformasi
v
Rujukan literasi terus berevolusi, sedangkan
rujuan linguistic relative konstan
v
Pendidikan yang berkualitas tinggi pasti
menghasilkan literasi berkualitas tinggi pila, juga sebaliknya
v
Reading, writing, arithmetic, and
reasoning = modal hidup
v
Orang multiliterat mampu berinteraksi
dalam berbagai situasi
v
Masyarakat yang tidak literat tidak
mampu memahami hegemoni itu diwacanakan lewat media
masa
v
Ujung tombak literasi adalah guru dengan
fitur: komitmen professional, komitmen etis, strategi
analisis dan reflektif, efikasi diri, pengetahuan bidang studi, keterampilan
literasi dan numerasi ( Cole dan
Chan 1994 dikutip dari Alwasilah 2012)
v
Rekayasa literasi adalah upaya yang
disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa secara
optimal. Penguasaan bahasa adalah pintu
masuk menuju ke pendidikan dan pembudayaan
v
Empat dimensi rekayasa : linguistic,
kognitif, sosiokultural dan perkembangan
v
Rekayasa literasi = merekayasa
pengajaran membaca dan menulis dalam empat dimensi tersebut
v
Kern (2003) : literacy refers to
“general learnedness and familiarity with literature.”
v
Orang literat tidak sekadar
berbaca-tulis tapi juga terdidik dan mengenal sastera.
Jadi, dalam writing 4 kali ini, kami
benar-benar berpacu dalam academic writing, dimana kami benar-benar memperdalam
apa itu literasi dan efek literasi bagi kehidupan kami yang berperadaban. Oleh
karena itu, kami harus benar-benar mengetahui tentang unsur-unsur dalam
academic writing. Memang cukup menguras tenaga, pikiran, mental, dan lain-lain.
Tapi, seperti yang Pak Lala katakana bahwa menulis itu tidak hanya menyangkut
masalah hati, tapi segala aspek eksternal dan internal pula. Pastinya yang
paling penting adalah pokoknya tekhnik literasi.
0 comments:
Post a Comment