2nd Class review
10,
february 2014
Writing
and composition 4
07.30-
09.10
Mr.
Lala Bumela, M.Pd
Pada semester dua kita hanya membahas writing secara general/umum.
Berbeda dengan semester 4 ini yang kita bahas di writing lebih secara
scientific atau yang biasa dikenal dengan academic. Kemudian selanjutnya dalam
menulis itu ada critical thingking yang membutuhkan yang namanya teks atau
bacaan, dan setelah dibaca disana terjadi proses critical thingking sehingga
akan menghasilkan sebuah exsperience (pengalaman). Nah, pengalaman tersebutlah
yang akan dituangkan menjadi critical thingking of writing.
Dalam writing 4 ini kita juga membahas bahwa kita juga sebagai
multi lingual writing. Multi lingual writing ini adalah seseorang yang efektif
menulis dalam dua bahasa dan juga menjadi critical reader dalam dua bahasa
tersebut, yang akan merubah kita dari student of language menjadi student of
student of writing. Ia akan dapat memilih dengan sendirinya pilihan informasi
yang telah ia dapatkan.
Kemudian menulis itu meskipun sedikit dapat merubah dunia. Artinya,
setiap tulisan itu akan mempengaruhi setiap pembaca. Melalui tulisan-tulisan
yang dibaca oleh sang reader maka jelas reader akan terpengaruhi dan mengalami
perubahan. Apapun tulisannya dan sesedikit apa pun tulisan itu. Intinya merubah dunia oleh penulis adalah
dengan mempengaruhi setiap pembaca.
Selanjutnya writing itu memiliki sifat mengikat. Dan kata kunci
dalam writing itu ada tiga hal yakni:
Writing
:
·
Ways of knowing something
·
Ways of refresenting something
·
Ways of reproducing something
v Ways of knowing
something artinya menulis itu adalah cara untuk mengetahui sesuatu
v Ways of
refresenting something artinya menulis itu adalah cara untuk mempresentasikan
sesuatu
v Ways of reproducing
something artinya menulis itu adalah cara untuk mempresentasikan sesuatu
Sesuatu? Sesuatu apa yang dimaksud? Sesuatu yang dimaksud disini
adalah :
·
Information
·
Knowledge
·
Experience
Ketika kita ingin menulis, artinya kita ingin memproduksi sebuah tulisan,
dan terlebih dahulu kita harus mendapatkan informasi melalui membaca, kemudian
kita olah informasi tersebut menjadi ilmu pengetahuan (knowledge) dan pada
akhirnya knowledge tersebut akan menjadi pengalaman untuk kita. Nah, pengalaman
itulah yang akan kita tuangkan menjadi sebuah tulisan.
Dan menurut persfektif Bapak, kita harus tahu siapa yang akan
membaca tulisan kita pada saat kita ingin menulis. Kita aharus menyajikan
sesuai dengan pengetahuan pembaca.
Dan Bapak menjelaskan, writer dan reader itu sama dengan “dancer”
artinya mereka saling melengkapi satu sama lain. Harus saling membantu dan
harus seirama. Jika kita menulis kita harus menyesuaikan pengetahuan kita
dengan sasaran. Dan dalam menulis juga harus memperhatikan keindahan bahasanya.
Kutipan dari Lehtonen, ketika bahasa mempunyai sitem sendiri yang
mendefinisikan dirinya sendiri. Jadi meaning itu terjadi ketika ada writer dan
reader, ketika kehilangan salah satunya maka meaning akan hilang. Dan yang
paling mengerikan adalah ketika tulisan kita tidak ada yang membaca, maka
tulisan kita tidak berarti apa-apa. Intinya meaning itu bisa dibangun karena
adanya kolaborasi antara writer dan reader.
Where do meaning search? Jawabannya di Lehtonen, teks konteks, dan
reader, jika salah satunya hilang, maka tidak akan bisa menghasilkan meaning
(according to Lehtonen). Sekali lagi, penulis dan pembaca harus membangun
koneksi ketika membangun teks yang sama. Seprti yang sebutkan tadi, penulis dan
pembaca bagaikan dua orang penari yang saling mengikuti langkah satu sama
lainnya, mereka seirama dan membuat konektifitas yang tak terpisahkan diantara
mereka.
Kemudian seorang penulis itu memiliki cita rasa yang tinggi.
Artinya begini, seseorang disebut Chef, hanya ketika dia bisa masak enak saja,
ketika dia tidak bisa masak dia tidak disebut Chef. Jadi ketika penulis itu
tidak aktif lagi menulis, maka dia tidak akan disebut penulis. Semua negosiasi
makna berada pada reader, yang bisa dilakukan penulis adalah mengantarkan
pembaca kepada makna dengan caranya.
Penulis dan pembaca adalah art (seni), oleh sebab itu menulis
membutuhkan ketulusan hati, dan menulis tidak bisa dilakukan sembarangan ,
karena pastinya mempunyai cara-cara tertentu. Harusnya pembahasan bahwa reader
dan writer itu adalah art diulas sebelumnya, tapi karena terlewat urutannya
sedikit berbeda dari penerangan Bapak.
Oleh karena itu, kita kembali membahas mengenai meaning. Makna
terjadi bukan pada teks, melainkan pada sudut pandang reader. Reader ini juga
bertugas membangkitkan roh sebuah tulisan. Dimana bahasa Saussure adalah suatu
sistem yang didefinisikan itu sendiri maknanya, Barthes melihat peran
orang-orang yang berlatih mengenai aktifitas linguistik juga menjadi pusat
dalam pembentukan makna. Penulisan bukan penulisan sebelumnya untuk tindakan
menulis, tetapi mengambil bentuk sebagai salah satu saat menulis. Bathers
memang menyatak kematian penulis, sekaligus menandakan kelahiran pembaca.
Kemudian konteks itu ada pada kita sebagai raeder, reader ada pada
kita sebagai pembaca dan teks itu selalu ada pada writer. Lalu dimanakah letak
meaning? Konteks dan meaning itu berbeda, bagaima perbedaannya? Ketika writer
dan reader ditengahnya ada meaning, meaning ini seharusnya searah, tetapi
kadang tidak sama karena masing-masing mempunyai pengalaman yang berbeda. Jika
kita harus mengkritisi, maka kita harus mengetahui background keduanya antara
eriter dan reader. Dan yang menyesuaikan itu adalah pembaca. Karena seperti
yang sudah saya jelaskan semua negosiasi makna ada pada reader, terserah reader
bagaimana dia memaknainya. Reader mempunyai hak memaknai apakah buku itu bagus
atau tidak.
Menurut Gay Kuk, ahli bahasa mengkarakteristikan situasi bahasa
dalam konteks. Artinya, pembaca tidak melihat dia ketika dia menulis. Pembaca
tidak peduli apa yang penulis lakukan dalam proses menulisnya itu, tapi pembaca
hanya bisa menikmati hasil informasinya. Informasi dari apa yang dia tulis.
Menurut dia, apa yang dilakukan oeh penulis itu, oembaca tidak akan tahu.
Konteksnya itu sebagaii benda yang mati, jika hasil tulian sudah jadi maka
otomatis sudah menjadi hak pembaca dalam mengartikannya.
Dalam lembaran yang Bapak bagikan minggu lalu yaitu oleh Hawe
Setiawan, disitu memberitahukan bahwa:
Masayrakat Indonesia lebih statistik tidak kritis, menurut Hawe
Setiawan masyarakat sudah kritis karena sudah update dalam internet secara
langsung, menulis bukan secara formal, dengan adanya media jejaring sosial
sedikit demi sedikit sudah bisa menulis. Hawe Setiawan, merevisi buku terakhir
buku pokoknya rekayasa literasi. Jadi beliau bertolak belakang dengan Prof. Dr.
A. Chaedar Alwasilah, menurut pak Chaedar menulis itu berbentuk artikel tapi
menurut Hawe Setiawan menulis itu bisa dimana saja, seperti di jejaring sosial,
update status lama-lama akan bisa mangasah keterampilan menulis kita.
Jadi dapat saya simpulkan, class review kali ini intinya membahas
mengenai koneksi antara reader, writer, konteks dan teks. Mereka semua saling
berkaitan dan saling membangun satu sama lain didalam menulis. Dan lebih gamblangnya saya telah menjelaskan
mengenai kaidah-kaidah dalam menulis dan banyak hal penting yang harus kita
ketahui didalam menulis itu harus seperti apa.
Created by:
Nunuy Nurlatifah
PBI B/IV
Thanks. Really helpful
ReplyDelete