Pada pertemuan kedua ini, pembahasan
mengenai pendidikan bahasa, prosfek yang dituju ke depan dan hubungan antara
text, context dan reader.
Bahasa yang berada di dunia ini tdak
hanya satu bahasa, melainkan lebih dari satu bahasa. Pendidikan bahasa terdiri
dari bahasa Indonesia, bahasa Inggris, Jerman, Korea, Perancis dan lain
sebagainya. Semua itu merupakan pendidikan literasi.
Bangsa yang menyukai sastra adalah
bangsa yang besar. Hal ini karena sastra itu penting. Kesastraan memiliki
pengaruh yang luar biasa besar pada berbagai bidang kehidupan: Sosian politik,
teknologi hingga religi. Seperti yang tercantum pada buku “Menyemai Karakter
Bangsa: Budaya Kebangkitan Berbasis Kesastraan”, oleh Yudi Latif. Bahwa sastra
bukanlah isu usang untuk membentuk karakter suatu bangsa. Sesungguhnya sastra
merupakan faktor terpenting dalam merekonstruksi sebuah ide besar tentang
membangun peradaban suatu bangsa. Peradaban suatu bangsa tidak bisa lepas dari
budaya literasinya. Budaya literasi saat ini di Indonesia mati suri. Sehingga,
perlunya kebangkitan sastra di Indonesia.
Berliterasi itu penting. Manusia
yang berliterasi merupakan orang yang berpikir. Seperti yang Mr. Lala sebutkan,
bahwa Korea Utara merupakan negara yang kaya. Produk yang mereka hasilkan,
misalnya Samsung menyebar luas di mana-mana dan bahkan di Indonesia ini Samsung
menjadi trend disemua kalangan. Korea mampu menciptakan suatu produk yang hebat
karena memiliki warga yang cerdas. Wajar saja cerdas, karena mereka mempunyai
literasi yang tinggi. Sehingga, dapat kita cermati bahwa literasi itu memang
penting.
Tentunya setiap orang mempunyai
prosfek yang dituju ke depan, begitupun Mr.Lala. Pertama, scientist writing.
Academic merupakan basicnya. Menulis itu sepert meditasi, yang mana harus
mengumpulkan energi yang cukup susah. Kedua, critical writing. Dalam critical
writing, kita tidak akan menelan mentah-mentah atas suatu bacaan. Sehingga,
untuk beragumen atas suatu tulisan, kita cukup mengambil sebagian informasi
yang akan kita pakai dan kita kembangkan ke dalam tulisan dengan penambahan
data untuk memperkuat argumen kita.
Dengan critical writing, kita ikut
berpartisipasi dengan perdebatan
akademis. Ini lebih menantang dan beresiko. Kita harus menimbang-nimbang
antara bukti dan argumen orang lain, dan memberikan konstribusi sendiri. Adapun
yang kita perlukan dalam critical writing::
1. Mempertimbangkan
kualitas bukti dan argumen yang telah kita baca.
2. Mengidentifikasi
hal-hal yang merupakan kunci, baik positif maupun negatif yang dapat kita
komentari.
3. Identifikasi cara
terbaik yang mereka tenun ke dalam argumen yang sedang kita kembangkan.
Ketiga, yaitu student of language. Kita harus
mentransformasikan diri dari student of language menjadi student of writing.
Keempat, yaitu mengikat. Mengikat di sini yaitu mengikat ilmu. Jadi, menulis
merupakan hal yang penting dan memiliki banyak manfaat. Salah satunya yaitu
dapat mengkat ilmu. Menulis itu merupakan cara untuk mengetahui sesuatu, cara
untuk merepresentasikan sesuatu dan cara untuk mereproduksi sesuatu. Dan semua
itu akan menghasilkan informasi dan menghasilkan knowledge. Maka terbentuklah
experience.
Jika seseorang memiliki kualitas yang bagus, maka
writingnya pun akan bagus. Mahasiswa dalam memasuki kelas writing harus purposeful,
jangan purposeless. Energi yang dibuang itu percuma jika tidak adanya ketulusan
hati. Jika menulis tanpa jiwa dan hanya untuk memenuhi learning contract pun
itu percuma. Maka, menulislah dengan hati, tujuan dan jiwa.
Menurut Mr. Lala Bumela, kita merupakan multilingual
writer. Penulis yang tidak hanya dalam satu bahasadan bisa kritis terhadap
keduanya. Kita mentransformasikan diri dari student of language menjadi student
of writing.menulislah sebagai bagian dari hidupmu, maka kamu akan dapat
mengubah dunia.
Kemampuan untuk menulis dengan baik bukan keahlian
yang diperoleh secara alami. Keterampilan mnulis harus dipraktekkan dan
dipelajari melalui pengalaman. Penulis terlibat dalam interaksi dua arah,
antara terus-menerus mengembangkan pengetahuan, dan terus mengembangkan text
(Bereiter and Scardamalia, 1987, Hal.12). sehingga, menulis akademik
membutuhkan usaha, praktek dalam menyusun, mengembangkan dan menganalisis
ide-ide.
Menurut Hyland (2004:4), menulis merupakan praktek
berdasarkan ekspertasi: kesempatan pembaca mengekspertasikan tujuan penulis
ditingkatkan jka penulis mengambil masalah untuk mengantisipasi apa yang
pembaca mungkin harapkan berdasarkan text sebelumnya yang telah ia baca dalam
jenis yang sama.
Writer dan reader sama halnya seperti dancers. Yang
mana saling melengkapi satu sama lain. Sama halnya menurut Hoey (2001), seperti
yang dikutif pada Hyland (2004), yang menyakan writer dan reader seperti dancer
yang mengikuti langkah dancer satu sama lain, setiap memasang arti dari text
dengan antisipasi apa yang kemungkinan dilakukan dengan membuat hubungan dengan
text sebelumnya. Sehingga, penulis harus mengukur target dan mengira-ngira atau
mengantisipasi apa yang akan ditulis. Reader dan writir harus membangun koneksi
yang kuat. Koneksi tersebut disebut art. Reader dan reader merupakan pusat
informasi makna.
Terdapat
tokoh yang berbeda dalam gambaran mengenai bahasa dan makna yaitu Saussure dan
Barthes. Menurut Saussure, dimana bahasa merupakan sistem sendiri yang mana
mendefinisikan makna dirinya sendiri. Barthes melihat peran orang-orang yang
berlatih/praktek dalam kegiatan linguistik juga menjadi pusat dalam pembentkan
makna.
Menurut Barthes, penulis bukan menulis sebelumnya
yang melakukan tindakan menulis, tetapi mengambil bentuk sebagai salah satunya
ketika menulis. Untuk menyelesaikan “ The Death of the Author”, Barthes
menyatakan kematian penulis sekaligus menyatakan lahirnya pembaca. Pembaca
memiliki kedudukan penting yang dijadikan inti dari pembentukan makna dan
membaca menjadi tempat di mana makna dimiliki. Penulis bukan merupakan agen
bebas dalam memproduksi makna.
Konteks kelhatan sebagai dasar terpisah dari text,
yang mana dalam perannya tentunya merupakan jenis tambahan informasi yang dapat
menjadi bantuan dalam memahami suatu text. Konteks seringkali dipahami sebagai
beberapa elemen external pada text, khususnya dasar menurut sejarah dan sosial
di mana text diproduksi.konteks termasuk semua faktor yang writer dan reader
bawa ke dalam proses dalam pembentukan makna.
Text merupakan tempat di mana berjuang untuk
menghasilkan makna. Mereka tidak berisi kode yang terus menerus, tidak ada dari
mereka yang mempunyai gambaran sebelumnya tentang makna.
Oleh karena itu,
hubungan antara text, context dan reader dapat menjadi poin keberangkatan dalam
mencari pembentukkan makna. Text ditentukan oleh factor utama yang berkaitan
dengan pembuatan mereka dan bacaan. Context diproduksi di antara sesuatu yang
lain, bahasa yang tersedia dan keterbatasan atas suatu hal yang tidak
berkesinambugan satu sama lain, literasi dan arti ketentuan lain, komitmen
penulis dan penulis dari suatu text. Context bacaan dalam perubahan termasuk
niat pendengar text, reader ditujukan dalam text, tekanan tercipta oleh
publishing dan lembaga penyalur dan juga kebiasaan pembaca text, dengan
kualitas mereka.
Guy Cook,
seorang ahli bahasa mengkarateristikan situasi bahasa dalam konteks. Kamu
sebagai pembaca tidak melihat aku sebagai penulis, apa yang aku lakukan ketika
menulis, kamu sebagai pembaca hanya bisa menikmati hasil dari informasi yang
saya itu. Jadi maksudnya, apa yang dilakukan penulis, pembaca tidak akan tahu.
Jadi,bangsa yang
menyukai sastra adalah bangsa yang besar. Sastra merupakan factor terpenting
dalam merekonstruksi sebuah ide besar tentang membangun peradaban. Dalam
menulis kita harus dengan hati, tujuan dan jiwa. Reader dan writer harus
membangun koneksi yang kuat. Meaning bisa dibangun karena kolaborasi antara
writer dan reader. Kemudian, hubungan antara text, context dan meaning yaitu
text berada pada writer dan context berada pada reader. Dengan adanya text,
context dan reader maka akan membentuk meaning. Meaning antara reader dan
writer terkadang berbeda, karena sesuai dengan experiencenya masing-masing.
0 comments:
Post a Comment