Monday, February 10, 2014

Makanan Pembuka
Writing 4 ini bagi saya seperti mimpi buruk. Mungkin ini sedikit berlebihan, saat saya tahu bahwa dosen writing 4  kami selama pembelajaran kedepan adalah Mr. Lala, saya hampir saja pingsan. Mengapa saya bisa berasumsi demikian, tentu karena sepanjang perjalanan belajar kedepan bersama beliau sangat amazing karena tugas-tugas yang diberikan seperti  gunung Himalaya.
Phobia, mungkin ini salah satu kata yang pas untuk semua mata kuliah yang dipegang oleh Mr. Lala, bahkan pada mata kuliah Phonology semester kemarin saya mengundurkan diri. Namun untuk mata kuliah writing 4 ini saya ingin benar-benar bisa dibawah bimbingan beliau. Saya akan berusaha semaksimal mungkin walaupun harus melewati berbagai tantangan.
Pada pertemuan pertama minggu lalu, Mr. Lala membahas tentang learning contract. Syllabus yang diberikan Mr. Lala saat writing 2 maupun pada mata kuliah phonology semester yang lalu keseluruhannya hampir sama, hanya saja pada writing 4 ini ada beberapa point yang berbeda.
Pada General Points about Evaluation nomor 6, di sana tertulis batas minimal untuk Class Review yaitu sebanyak 5 halaman dan untuk Chapter Review sebanyak 10 halaman. Waw, ini sangat menantang adrenalin dan tentunya akan lebih banyak memeras otak kia untuk banyak berpikir lebih keras lagi. Ada salah satu yang baru lagi yaitu setiap kelas diwajubkan memiliki blogg untuk memposting apa yang sudah kita tulis dan yang kita adapatkan ketika pembelajaran di kelas berlangsung.
Learning how to write in a second language is one of the most challenging aspects of second language learning (Hyland 2003)  
Ya seperti kutipan di atas, menulis menggunakan suatu bahasa yang belum terlalu kita kuasai memang sangat menantang, karena dari situ kita akan belajar lagi mengenai struktur bahasa tersebut dan tentunya apa yang kita tulis nanti bisa dimengerti oleh pembaca atau tidak?
Logikanya sederhana, mengapa kita harus menulis menggunakan bahasa kedua sedangkan menulis menggunakan bahasa pertama yang notabenenya selalu kita gunakan setiap hari saja masih banyak yang belum bisa? Kita masih kesulitan menulis menggunakan bahasa pertama walaupun bahasa pertama itu adalah makanan sehari-hari.
Bagi mereka yang terlatih, menulis menggunakan bahasa pertama maupun bahasa kedua bukanlah masalah, karena itu sudah menjadi kebutuhan hidup mereka. Menulis melibatkan suatu keterampilan dan pengetahuan tentang teks, isi dan pembaca. Tentu saja orang yang gemar menulis mempunyai pengetahuan yang lebih luas karena ia lebih banyak membaca. Sebelum menulis tentu saja kita akan membaca dan memahami apa yang akan kita tulis sehingga nanti tulisan yang kita sajikan dapat diterima dan dimengerti oleh pembaca.
Ketiga kata diatas saling terikat satu sama lain, seperti otot yang merekat pada tulang. Sebuah tulisan tentu saja mempunyai isi yang mana akan disajikan kepada pembaca. Mustahil jika kita menulis tidak membutuhkan pembaca, kita tidak bisa menjadi penulis jika tidak ada pembaca. Sama halnya dengan yang dibawah ini :
            Menurut saya, pondasi menulis itu mulai dari membaca, lalu berpikir atau memusatkan semua apa yang kita pikirkan kedalam suatu tulisan yang kita sebut writing. Orang yang hebat tidak hanya menyimpan semua pikiran, gagasan maupun ide hebatnya dalam diam melainkan memerlukan media untuk menuangkan gagasan hebatnya tersebut.

            Apa yang kita lakukan walaupun itu suatu hal yang kecil sekalipun harus didasari dengan niat dan usaha. Ada niat tanpa usaha sama saja bohong, apa lagi ingin berusaha tanpa ada niat sama halnya kita ingin menaklukan tingginya puncak Ciremai dengan hanya berandai-andai saja.

0 comments:

Post a Comment