Makanan Pembuka
Writing
4 ini bagi saya seperti mimpi buruk. Mungkin ini sedikit berlebihan, saat saya
tahu bahwa dosen writing 4 kami selama
pembelajaran kedepan adalah Mr. Lala, saya hampir saja pingsan. Mengapa saya
bisa berasumsi demikian, tentu karena sepanjang perjalanan belajar kedepan
bersama beliau sangat amazing karena tugas-tugas yang diberikan seperti gunung Himalaya.
Phobia,
mungkin ini salah satu kata yang pas untuk semua mata kuliah yang dipegang oleh
Mr. Lala, bahkan pada mata kuliah Phonology semester kemarin saya mengundurkan
diri. Namun untuk mata kuliah writing 4 ini saya ingin benar-benar bisa dibawah
bimbingan beliau. Saya akan berusaha semaksimal mungkin walaupun harus melewati
berbagai tantangan.
Pada
pertemuan pertama minggu lalu, Mr. Lala membahas tentang learning contract.
Syllabus yang diberikan Mr. Lala saat writing 2 maupun pada mata kuliah
phonology semester yang lalu keseluruhannya hampir sama, hanya saja pada
writing 4 ini ada beberapa point yang berbeda.
Pada
General Points about Evaluation nomor 6, di sana tertulis batas minimal untuk
Class Review yaitu sebanyak 5 halaman dan untuk Chapter Review sebanyak 10
halaman. Waw, ini sangat menantang adrenalin dan tentunya akan lebih banyak
memeras otak kia untuk banyak berpikir lebih keras lagi. Ada salah satu yang
baru lagi yaitu setiap kelas diwajubkan memiliki blogg untuk memposting apa
yang sudah kita tulis dan yang kita adapatkan ketika pembelajaran di kelas
berlangsung.
Learning
how to write in a second language is one of the most challenging aspects of
second language learning (Hyland 2003)
Ya
seperti kutipan di atas, menulis menggunakan suatu bahasa yang belum terlalu
kita kuasai memang sangat menantang, karena dari situ kita akan belajar lagi
mengenai struktur bahasa tersebut dan tentunya apa yang kita tulis nanti bisa
dimengerti oleh pembaca atau tidak?
Logikanya
sederhana, mengapa kita harus menulis menggunakan bahasa kedua sedangkan
menulis menggunakan bahasa pertama yang notabenenya selalu kita gunakan setiap
hari saja masih banyak yang belum bisa? Kita masih kesulitan menulis
menggunakan bahasa pertama walaupun bahasa pertama itu adalah makanan
sehari-hari.
Bagi
mereka yang terlatih, menulis menggunakan bahasa pertama maupun bahasa kedua
bukanlah masalah, karena itu sudah menjadi kebutuhan hidup mereka. Menulis
melibatkan suatu keterampilan dan pengetahuan tentang teks, isi dan pembaca.
Tentu saja orang yang gemar menulis mempunyai pengetahuan yang lebih luas
karena ia lebih banyak membaca. Sebelum menulis tentu saja kita akan membaca
dan memahami apa yang akan kita tulis sehingga nanti tulisan yang kita sajikan
dapat diterima dan dimengerti oleh pembaca.

Ketiga
kata diatas saling terikat satu sama lain, seperti otot yang merekat pada
tulang. Sebuah tulisan tentu saja mempunyai isi yang mana akan disajikan kepada
pembaca. Mustahil jika kita menulis tidak membutuhkan pembaca, kita tidak bisa
menjadi penulis jika tidak ada pembaca. Sama halnya dengan yang dibawah ini :

Menurut saya, pondasi menulis itu
mulai dari membaca, lalu berpikir atau memusatkan semua apa yang kita pikirkan
kedalam suatu tulisan yang kita sebut writing. Orang yang hebat tidak hanya
menyimpan semua pikiran, gagasan maupun ide hebatnya dalam diam melainkan
memerlukan media untuk menuangkan gagasan hebatnya tersebut.
Apa yang kita lakukan walaupun itu
suatu hal yang kecil sekalipun harus didasari dengan niat dan usaha. Ada niat
tanpa usaha sama saja bohong, apa lagi ingin berusaha tanpa ada niat sama
halnya kita ingin menaklukan tingginya puncak Ciremai dengan hanya
berandai-andai saja.
0 comments:
Post a Comment