Monday, February 10, 2014

Setelah saya membaca artikel yang disarankan oleh Pak Lala, yaitu artikel milik Pak  A. Chaedar Alwasilah yang berjudul (Bukan) bangsa penulis, Powerful Writers Versus Helpless Reader dan artikel milik CW Watson yang berjudul Learning and Teaching Process : More about Readers and Writers. Pada dasarnya ke-tiga artikel tersebut sama-sama mendebatkan tentang budaya  menulis di Indonesia yang amat sangat kurang.
Minat menulis setiap orang memang berbeda-beda, ada yang simpatis ada pula yang ampatis. Seperti yang Pak Chaedar paparkan dalam artikelnya, yaitu kebanyakan mahasiswa hanya membaca buku yang sesuai dengan latar belakang mereka. Saya sendiri sangat sependapat dengan Pak Chaedar tersebut, karena saya pun mengalami hal yang serupa.
Sebagai seorang mahasiswa, saya hanya ingin membaca atau memilih buku yang sesuai dengan latar belakang saya, dan saya membaca buku yang tidak sesuai dengan latar belakang saya ketika ada dosen atau rekan saya yang merekomendasikan suatu judul buku. Ketika saya bertanya kepada rekan-rekan saya apakah mereka mengalami apa yang saya alami, yaitu mayoritas dari mereka menjawab “ya.”
Fakta unik tentang pendidikan di dunia, ialah ketika Korea Selatan yang sempat tergolong sebagai negara termiskin dan terbodoh di dunia. Tapi dalam kurun waktu 4 dekade, korea selatan cepat berubah dari negara terbodoh menjadi negara dengan IQ tertinggi di dunia.
Kunci kesuksesan Korea Selatan dalam memajukan ilmu pendidikan di negaranya ialah adanya reproduksi pendidikan yang tersusun rapih. Serta kuatnya pemeliharaan budaya dari negara tersebut. Seperti kita ketahui, di negara kita pun banyak terdapat orang-orang cerdas. Tapi secerdas apapun orang itu jika ilmu pengetahuan yang mereka peroleh tidak direproduksi, maka ilmu pengetahuan itu akan hilang termakan zaman.
Tentu saja kurangnya budaya membaca juga mempengaruhi budaya menulis. Seperti halnya kebanyakan dari kita mempercayai buku terbitan luar negri. Tapi bagaimana seseorang dapat menyerap ilmu dari buku tersebut sementara mereka tidak memahami bahasa yang dipakai buku tersebut.
Sebaiknya ketika kita ingin menyerap suatu ilmu dari sebuah buku, alangkah baiknya gunakan buku terbitan negara kita sendiri. Selain bahasanya yang mudah kita mengerti, kita pun dapat memahami inti dari buku tersebut. Sebenarnya jika kita menjunjung tinggi budaya baca-tulis di Indonesia, niscaya suatu saat Indonesia akan menjadi negara yang maju.
Beberapa dari dosen atau guru di Indonesia sering merekomendasikan suatu buku yang memiliki tingkat kebahasaan yang tinggi, sehingga mahasiswa sulit untuk mengerti inti dari buku tersebut. Beberapa orang berpendapat bahwa sesuatu yang dipaksakan akan berimbas baik. Karena ketika seseorang diminta mau tak mau memahami suatu buku, maka orang tersebut akan berusaha untuk memahami buku tersebut berulang-ulang kali.
Jadi, kesimpulan dari ini semua adalah ketika seseorang ingin mengerti suatu ilmu, maka pergunakanlah buku yang sekiranya kita mengerti bahasa dan intinya. Sehigga tidak ada kesalah artian dalam suartu tulisan.

0 comments:

Post a Comment