Monday, February 10, 2014

1st class review
Chasing horizon
                Senin, 3 February 2014. Pagi yang cerah menyambut kami mengiringi babak baru dihari pertama pada semester 4. Saat mendengar Mata kuliah writing & composition 4 yang kembali dipegang oleh Pak Lala sedikitnya sudah memberikan gambaran that will not going easy.
                Dipertemuan pertama Pak Lala memberikan motivasi juga tantangan. Dengan memperlihatkan klasemen perolehan nilai dalam pelajaran di semester sebelumnya  juga menyatakan bahwa writing 4 berarti kurang tidur, frustasi, lelah, mata bengkak dan segala hal yang kami alami sebelumnya akan terulang.
                “I’m evolved”, itulah yang Pak Lala katakan. Artinya, there something new. Pastinya ada yang berbeda dengan mata kuliah sebelumnya. So what’s new? Class review dengan standar 5 halaman. Chapter review tidak kurang dari 10 halaman dalam bahasa Indonesia, Appetizer essay minimal 5 halaman, critical review dan blogging.
                Yang menjadi sorotan pada Mata kuliah kali ini adalah pendapat Hyland (2003) bahwasanya belajar bagaimana caranya menulis dalam bahasa kedua adalah bagian paling menantang dalam aspek pembelajaran bahasa kedua (bahasa asing). sekalipun orang yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa ibu, dalam hal kemampuan menulis secara efektif membutuhkan kemampuan dan pengarahan yang spesial. Didalamnya terdapat banyak teori dan metode yang perlu difahami, ikatan antara tulisan, penulis dan pembaca, penyampaian  makna dan lain sebagainya.
                Ruang lingkup  mata kuliah Writing kali ini adalah “Writing for educations purpose”. Dengan tantangannya yakni :
1.       Mempelajari bagaimana perkembangan teori Writing dan metode pengajaranya. Tujuannya tentu agar tetap “Evolved”. Agar pada saatnya nanti ketika mengajarkan Writing kita terus menggunakan metode termutakhir.
2.       Mengetahui bagaimana menulis yang baik. Ini tentunya adalah salah satu tujuan dari mata kuliah ini.
3.       Hubungan antara menulis dengan bahasa ibu dan bahasa asing.”Your first language is the foundation for your second language”. Bahasa asal adalah dasar bagi bahasa kedua kita. Sebagus apa kemampuan menulis kita dalam bahasa ibu berpengaruh kuat dalam kemampuan menulis dalam bahasa asing. Prof.Chaedar berpendapat bahwa mana mungkin seseorang mampu menulis dengan baik dalam bahasa asing bila dalam bahasa ibu saja ia tak mampu.
4.       Bagaimana membangun kurikulum yang mampu mengembangkan pelajaran menulis. Guru yang kompeten belum cukup untuk membangun kemampuan menulis para siswanya jika kurikulum yang ada tidak mendukung kearah sana. Kurikulum, metode, guru dan materi ajar saling berkaitan menentukan kualitas pendidikan.
5.       Penggunaan komputerisasi dalam pengarahan menulis. Ini era digital, peran komputerisasi sudah menjalar mengakar dalam banyak hal. Termasuk dalam hal menulis. Tantangannya ialah bagaimana kita menggunakanya untuk mengembangkan kemampuan dan sekaligus menjadi tahap praktek guna mengasah skill menulis. Begitupun salah satu alasan mengapa di semester ini ada tugas blogging, tujuannya yakni sebagai ajang show off dan show skill dihadapan dunia maya.
Motivasi yang diberikan Pak Lala adalah bahwa Writing meningkatkan kemampuan mengolah skill dan pengetahuan tentang teks,konteks dan pembaca. Menulis  adalah mencipta, membuat, sama halnya seperti barang-barang  buatan yang lain, kemampuan menulis akan semakin meningkat dengan praktek. Alangkah percumanya jika hanya teori yang di pelajari tanpa aksi nyata. Dan pada writing kali ini akan lebih dikedepankan praktek.
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa bahasa ibu adalah dasar bahasa kedua. Itulah mengapa hingga semester ini pun tugas chapter dan crirical review wajib berbahasa Indonesia. Tujuannya agar skill menulis dalam bahasa ibu terus berkembang dan menjadi modal dasar dalam bahasa kedua yang dipelajari kini. Banyak ahli yang setuju bahwa sebelum melangkah jauh mempelajari writing dalam bahasa kedua, kemampuan writing dalam bahasa pertama harus cukup.
Ekspektasi Pak Lala dalam mata kuliah kali ini adalah mengubah guru bahasa menjadi guru menulis. Ini tentunya berhubungan dengan masalah literasi di negeri ini. Seorang  penulis membutuhkan informasi untuk tulisannya, maka salah satu cara mendapatkan informasi yakni dengan membaca. Lalu ia harus menguji keabsahan informasi itu, maka ia melakukan penelitian objektif dan mengikuti aturan. Setelah penelitian selesai, maka ia harus menemukan satu kesimpulan baru dari hasil penelitiannya. Lihatlah betapa panjang dan kompleks nya proses menulis yang efektif dan hal positif yang terlibat didalamnya. Hal inilah yang perlu ditanamkan sejak dini pada anak didik supaya budaya literat mengakar dalam dirinya. Dengan menulis kita perlu membaca. Dengan membaca bertambahlah ilmu kita. Dengan bertambahnya ilmu maka masa depan lebih cerah.
Belajar berbicara bukanlah bagian paling kompleks dalam belajar sebuah bahasa. Seperti pendapat Hyland bahwa bagian terkompleks adalah menulis. Dalam hitungan bulan pun orang asing sudah setidaknya bisa mengucapkan  beberapa kalimat bahasa Indonesia meskipun tercampur. Dalam kurun waktu tiga tahun, ia sudah bisa berkomunikasi yang lancar dengan pribumi. Dasar Speaking adalah komunikasi. tetapi menulis melibatkan banyak aspek termasuk komunikasi, yakni komunikasi penulis lewat tulisannya kepada pembaca. Aspek budaya, aspek logika, gaya bahasa dan hal lain yang tak bisa saya gambarkan disini. Namun bukan berarti mengesampingkan pengembangan kemampuan berbicara, tapi setidaknya dalam proses menulis ada banyak hal yang juga bermanfaat untuk kemampuan berbicara. Seperti kemampuan berbahasa intelek dan berbobot, logis dan faktual, kemampuan berargumen dan kemampuan menghasilkan kesimpulan baru. Semuanya bisa dikatakan efek samping dari proses menulis, dari seringnya membaca misalnya, mendengar dan melihat berita dan sebagainya. Alhasil, membaca dan menulis berpengaruh kuat pada kemampuan berbicara.







               

                 

0 comments:

Post a Comment