Saturday, February 15, 2014


TITIK TEMU PENULIS DI TENGAH CANGGIHNYA TEKNOLOGI

Indonesia merupakan negara yang kaya akan jumlah penduduknya. Ketika kita harus dihadapkan oleh beberapa fakta akan kurangnya rasa kesadaranterhadap baca dan tulis, hal ini tidak dapat kita pungkiri. Perkembangan zaman kian meningkat dan otak manusia kian canggih. Pada dasarnya manusia selalu menginginkan sesuatu yang instan, begitu pula aktivitas untuk membaca yang seharusnya membutuhkan kesabaran dan keuletan yang ekstra justru hanya mengandalkan media elektronik seperti internet. Tidak hanya mencakup mata yang beraktifitas, akan tetapi pikiran dan syaraf yang ada di dalamnya ikut beroperasi. Bukan hanya membaca, menulis pun seprti itu dan tidak hanya jari-jari lentik yang bekerja akan tetapi seluruh syaraf di tubuh juga ikut bekerja keras.

Manusia tak kan pernah merasa puas dengan apa yang telah ia dapatkan. Tapi kenapa tidak terhadap literasi? Semua seakan dianggap lelucon semata. Padahal semua tulisan yang kit abaca selalu mengandung makna dan mengandung informasi tersendiri.dari tiap kalimat bahkan kata-katanya. Kemalasan yang menjadi penyebab seseorang enggan untuk membaca dan menulis dan selalu mengandalkan teknologi sebagai alat pemenuh keinginan mereka.

Mari kita bersama-sama saling memberikan informasi dan saling mengajak satu sama lain untuk gemar membaca, karena kita tidak akan pernah rugi apabila kita membaca dan memulai untuk menulis.

Maskot ayo bangkit Literasi Indonesia


Hal terkecil selalu kita abaikan dan seringkali pula kita tak mau mendengarkan nasehat orang lain yang selalu memerikan motivasi kepada untuk membangkitkan semangat kita. Sebenarnya apabila kita gemar menulis tanpa disadari L1 dan L2 yang kita miliki akan menyatu dengan sendirinya. Biasa jadi yang pada walnya hanya menguasai mother tongue beralih menjadi multilingual terhadap bahasa yang lainnya hanya berawal dari gemar membaca.
Banyak sekali manfaat yang bias kita dapatkan dari membaca dan menulis. Di sini akan diuraikan beberapa hal mengenai menulis dan membaca, di antaranya:
·                     1. Scientific Writing
Menulis bukan hanya sekedar menulis, akan tetapi menulis juga merupakan suatu ilmu tersurat bahkan tersirat. Menulis bagian dari akademik yangtidak bias dipisahkan daru dunia pendidikan. Tanpa menulis, kita akan susah mengetahui sejauh mana kemampuan karya yang dapat kita asah. Maka dari itu, menulis merupakan ilmu pembelajaran dalam pendidikan dan dapat dijadikan sebagai acuan untuk suatu karya.

·                     2.  Critical Thinking
Hal kedua ini juga menjadi perhatian penting. Antara penulis dan pembaca tentunya memiliki suatu kemistri yang saling berkaitan. Modal awal menjadi penulis adalah salah satunya harus memiliki pemikiran yang kritis (critical thinking) terhadap tulisan yang dibaca. Biasanya, kita acuh tak acuh terhadap beberapa tulisan yang kita baca, apabila sudah membacanya bukannya menelaah apa yang telah dibaca justru membiarkan tulisan begitu saja.

Memang ada beberapa siswa yang memiliki tingkat literasi yang tinggi (high literacy) yang menganggap bahwa tanpa kita memaca wacana dalam seharipun, ini akan menyebakan selalu merasa tertinggal informasi jauh. Padahal kita sudah mengetahui bahwa begitu banyak sumber bbuku bacaan yang dapat kita baca akan tetapi kurangnya kesadaran dalam diri kita untuk membacanya .

·                     3.  Student of Language à Student of Writing
Di sini merupakan satu aspek di mana siwswa dapat memanfaatkan ahasanya ke dalam suatu tulisan. Dan sebenarnya ketika kita menulis adalah terjadi suatu interaksi antara pikiran, hati dan anggota tubuh lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh Hyland 2004:4 , yaitu:

writing is a practice based on expectation : the reader’s chances of interpretingthe writer’s purpose are increased if the writer takes the trouble to anticipate what the reader might be expecting based on pervious texts he or she has read of the same kind”.

·                     4. Bersifat mengikat
Yang dimaksud di sini adalah bahwa writing bersifat mengikat secara keseluruhan. Terdapat tiga cara yang dapat dilakukan dalam menulis, di antaranya:

            Ø    Ways of knowing something
            Ø    Ways of representating something
            Ø    Ways of producing something

Dari ketiga cara di atas akan menghasilkan:
             ü    Informasi
             ü    Knowledge
             ü    Experience

Dari beberapa aspek di atas munculah pertanyaan kenapa writing bersifat mengikat? Writing merupakan suatu kegiatan di mana seseorang menuangkan idea tau gagasannya yang ada di otak kemudian di tuangkan kembali dalam bentuk tulisan. Sebenarnya menulis itu merupakan meditasi yang memusatkan seluruh sel otak yang bertumpu ke satu titik dan tak hanya mengacu pada jari-jari lentik yang terus bekerja.

Pada umumnya, penulis lebih gemas menulis sesuatu tentang pengalaman yang telah mereka alami dan selalu diingat karena yang selalu direkam manusia adalah sebuah pengalaman baik manis ataupun pahit. Dan dari pengalamannya itu akan menghasilkan seuah informasi (information), pengetahuan (knowledge), dan pengalaman (experience) yang siap untuk ditulis. Yang akan terekam oleh otak kita adalah pengalaman saja dan apabila pengalamannya itu baik pasti akan teringat selalu.



Menulis tidak hanya pengekspresian semata, akan tetapi sudah menjadi tren bahkan perbincangan dalam pendidikan di tingkat dunia begitu pula peran reader yang berkualitas sangatlah berperan penting karena akan membantu menunjang sejauh mana kualitas dari seorang penulis. Menurut Hoey (2001) berdasarkan pemaparan dari Hyland (2004) bahwa reader dan writer diibaratkan ke dalam pasangan “Dancers” yang selalu senantiasa mengikuti alunan music dan beriringan satu sama lain seprti tari salsa. Writer-reader sangatlah memiliki ikatan antara sel dan mata bahkan seluruh sel yang ada di otak. Dengan kata lain, bahwa writer-reader membuat suatu hubungan yang disebut seni (art).


Dari Lehtonen (2007:74) seorang penulis buku “The Cultural Analysis of Text” bahwa dari writer-reader memiliki suatu hubungan di dalamnya berupa text, context, reader, writer dan meaning. Seorang pembaca menjadi sebuah penghubung dari formation of meaning, dan pembaca menjadi tempat di mana meaning tersebut dimiliki oleh text dan diserap kembali oleh reader. Text dan reader tidak akan pernah berdiri sendiri tanpa adanya hunbungan satu sama lain, akan tetapi membaca merupakan salah satu pilihan tepat karena seorang reader mencari teks atau wacna apa saja yang akan dibaca, dapat dengan cara mengelompokkan  berbagai wacna untk menambah wawasan pembaca (reader).

Di sini akan dibahas kembali secara rinci mengenai hubungan antara text, context, reader, writer dan meaning. Berdasarkan buku “The Cultural Analysis of Text” karya Mikko Lehtonen menjelaskan bahwa :

- TEXT
1.                  Texts as physical beings
Dapat dijelaskan bahwa teks merupakan suatu komunikasi artefak. Dengan kata lain, tulisan atau wacana yang ditulis oleh penulis mengandung instrument komunikasi di dalamnya, Saat ini teks dapat ditemukan di mana saja. Kemunculan teknologi yang semakin canggih seperti sekarang ini adalah bertujuan untuk menghasilkan teks tertulis yang berkualitas. Hubungan antara The Pysical of Text and The Technologies yang dapat menghasilkan teks ialah suatu hal yang tidak terlihat kuno yang dapat menghasilkan sejarah peradaban manusia terdahulu hingga sekarang.

2.                  Texts as semiotic beings
Dalam teks memiliki karakteristik, di antaranya : Materiality, formal relations, dan meaningfulness (Lehtonen : 73).

Dari Saussure mengungkapkan ketertarikannya terhadap sistem bahasa, dan bahasa meilliki hubungan dengan kata atau memiliki perbedaan makna yang beragam dari penghasil atau user. Mengingat kembali dari pernyataan Saussure bahwa  A Linguistic Sign terbagi ke dalam dua bagian, yaitu : The Signifier dan The signified.


Di sini, Barthes memaparkan bahwa linguistic texts merupakan productivity, stage of production di mana yang menguasai teks adalah reader dan nantinya akan menghubungkan makna yang terkandung dalam teks dengan teks yang lain. Barthes mengungkapkan bahwa :

it is necessary to cast off the monological, legastatus of signification, and to pluralise it. It was for this liberation that concept of connotation was used : the volume of secondary or derived, associated sense, the semantic ‘vibration’ grafted on to the denoted massage”.

Seorang penulis tidak akan memulai tulisannya tanpa bahasa yang kemudian aka disalurkan ke dalam tulisan. sesuai dengan pengalaman (experience) maka penulis akan memulai untuk menuangkan segala kejadian yang telah ia alami. Danish seorang penulis “Petter Hoeg Ponder” menulis sebuah cerita mengenai pemeran protagonisnya, yaitu:

Am I a man writing about what once happened to him? or does this account add something to my life, in which case it would have to be said that I only come into being as I write; that, in sense, this account makes me what I am?”

            Dalam arti sederhana, yang mengenai meaning bahwa masing-masing signifier merupakan suatu pemahaman terhadap suatu teks yang kemudian berhubungan dengan signified.

v         -CONTEXT
Konteks merupakan suatu penggambaran yang diserap oleh reader dan berasal dari teks yang telah dibaca kemudian reader seolah-olah  ikut terjun ke dalam teks tersebut. Contohnya tulisan yang berjudul “Rain” seorang penulis tentunya sudah memiliki bayangan tentang rain saat hendak ia tulis dan begitu pula seorang pembaca sudah membayangkan rain itu seperti apa ketika sudah mengetahui judulnya.

Dalam makna sederhana bahwa konteks merupakan sebuah penggambaran yang nature. adapun context dan text keduanya adalah pemisah bahkan dipisahkan oleh “background” dari text itu sendiri, kemudian dari teks yang dibaca dapat memberikan pemahaman terhadap informasi dari teks tersebut. “Context does not exist before the author or the text, neither does it exist outside of them” (Lehtonen : 111)

v         -READER
Kurang lengkapnya suatu tulisan tanpa adanya reader. Maka dari itu, Terry Eagleton menggambarkan mengenai sesuatu yang dilakukan reader :

Although we rarely notice it, we are all the time engaged in constructing hypotheses about the meaning of the text. The reader makes the implicit connections, fill in gaps, draws inferences and tests out hunches; and to do this means drawing on a tacit knowledge of the world in general and of literary conventions in particular. The texts itself is really no more than a series of ‘cues’ to the reader, invitation to construct a piece of language into meaning”.

Penulis, pembaca dan teks tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan tidak dapat berdiri sendiri.

            Jadi dari penjelasan kali ini dapat disimpulkan bahwa hubungan antara texts, contexts, dan reader dapat menjadi titik tolak atau pusat dalam mencari makna. Texts juga ditentukan oleh faktor-faktor tertentu, antara lain bahasa yang digunakan karena keterbatasan kata-katanya yang terpisah-pisah, sastra, tren bahasa masa kini, komitmen dari penulis, cetakan yang diterbutkan oleh penerbitan yang berkualitas, hal ini menentukan dari kualitas seorang penulis dikarenakan pengaruh besar dari reader.



Hubungan ketiganya dapat digambarkan seperti gambar di bawah ini :

  

1 comments: